Oleh: Karl Karoluz Wagab Meak
"Hidup penuh dengan ironi. Jutaan wanita didunia mati-matian mengejar kecantikan. Untuk apa? Untuk siapa?" Itulah pertanyaan menggugat dari esai berjudul Cantik, yang ditulis Ariel Heryanto (Professor asal Indonesia yang tinggal dan mengajar di Australia) dalam bukunya Melawan Dalam Kepatuhan.
Dunia tidak banyak berubah. Kartini yang dahulu telah menghadirkan cahaya yang pernah kosong dalam kegelapan, sampai dengan kematiannya, perempuan masih hidup dalam bayang-bayang kegelapan. Itulah mengapa, seorang Yahudi dalam bukunya Simone de Beauvoir menunjukan kepuasan sebagai laki-laki dengan sebuah doa pagi. "Terpujilah Tuhan yang tidak menciptakan saya sebagai perempuan".
Menjadi perempuan hari ini sangatlah berat. Mungkin karena dunia diciptakan oleh laki-laki, maka mereka akhirnya mendominasinya.
Walaupun demikian, sejujurnya wanitapun punya caranya sendiri untuk berjuang. Cara mereka berjuang telah menunjukan bahwa mereka adalah makhluk yang tangguh.
Dan mereka para wanita yang tetap survive dan terus melangkah dalam perjuangannya, merekalah alasan paling kuat untuk kita merayakan Hari Kartini saat ini.
Hari ini kita mengenang Kartini, juga kita merayakan dan mendoakan mereka yang masih berjuang dalam perjuangannya. Merekalah Kartini sesungguhnya dijaman ini. Mereka masih terus menyalakan cahaya obor yang pernah dinyalakan oleh RA Kartini diawal abad yang lalu.
Untuk itu, selamat untuk semua wanita yang masih survive. Masih tetap tersenyum dalam bayangan kegelapan dan masih tetap berjuang untuk cita-citanya.
Marilah kita bersyukur seperti burung-burung pipit di Kota Alviano yang tengah mendengarkan ajakan syukur melalui pidato yang disampaikan oleh Santo Fransiskus Asisi.
Selamat Hari Kartini.
Salam hangat.