A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: is_readable(): open_basedir restriction in effect. File(/dev/urandom) is not within the allowed path(s): (/tmp/:/www/wwwroot/wartaplus.com/m.wartaplus.com/)

Filename: core/Security.php

Line Number: 584

Pengelolaan Anggaran Pembangunan Sebelum Era Gubernur Lukas Enembe Jauh Lebih Baik | Mobile Wartaplus.com
MENU TUTUP

Pengelolaan Anggaran Pembangunan Sebelum Era Gubernur Lukas Enembe Jauh Lebih Baik

Kamis, 24 November 2022 | 09:01 WIB / Adm
Pengelolaan Anggaran Pembangunan Sebelum Era Gubernur Lukas Enembe Jauh Lebih Baik Dra. Sipora Nelci Modouw, M.M/Istimewa

JAYAPURA,wartaplus.com - Angka kemiskinan di Provinsi Papua sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Maret 2022 adalah sebesar 26,56%. Angka itu sekaligus menjadikan Provinsi Papua menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Peringkat kedua adalah Provinsi Papua Barat sebesar 21,33%. Sementara Provinsi Aceh yang sama-sama mendapatkan kucuran dana Otonomi Khusus (Otsus) adalah 14,64%.

Kondisi itu membuat tokoh perempuan Jayapura, Dra. Sipora Nelci Modouw, M.M angkat bicara. Ketua Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Papua ini menyebutkan kendala-kendala yang menyebabkan sulitnya memajukan Papua. Salah satu di antaranya adalah pengkaderan pemimpin atau leadership di Papua yang dinilainya kurang bagus. Hal ini berdampak pada pengangkatan orang-orang yang duduk dalam birokrasi seakan tidak terseleksi secara baik dan benar.

“Dalam birokrasi yang ada saat ini, mungkin masih ada orang-orang yang tidak tahu baca, tidak tahu tulis, tidak mengerti aturan pemerintah juga. Ini tidak ditemukan pada saat saya masih ada di birokasi,” ungkap mantan Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Prov. Papua ini, di Jayapura, Rabu (23/11/2022).

Sipora Nelci Modouw menyebut, ketika Provinsi Papua dipimpin oleh Gubernur Barnabas Suebu, program pembangunan begitu rapi, mulai dari planning hingga pelaksanaan.

“Master plan Pak Bas Suebu jauh lebih hebat dari yang ada di birokrasinya Lukas Enembe. Saya ada di masa itu dan saya tahu bagaimana caranya akuntabilitas itu jalan dengan baik. Karena harus ada rapat periodik pimpinan dengan gubernur, kemudian evaluasi dan sebagainya, itu terasa. Tapi di jaman sesudah saya, saya tidak ikuti, hanya dengar hasil saja, dan lihat hasilnya tidak terasa sama sekali. Apa yang ada ini (adalah) hasil pembangunan dari gubernur-gubernur yang lama,” kata adik kandung pelaku sejarah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) alm. Ramses Ohee ini.

Kendala lainnya, lanjutnya lagi, adalah konstruksi budaya Papua yang menempatkan kaum perempuan sulit untuk terlibat secara langsung dalam merumuskan maupun melaksanakan kebijakan-kebijakan pembangunan. Hal itu membuat dirinya miris. Kendati menjadi Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi Papua, aku Sipora Nelci Modouw, ia belum mampu membawa kaum perempuan Papua keluar dari kungkungan budaya tersebut.

“Saya punya dana besar tapi tidak bisa bikin apa-apa, karena di akar rumput, laki-laki memegang peranan penting. Kami terbentur dengan hambatan-hambatan sosial yang terkonstruksi begitu ketat dan kita tidak mencapai apa-apa,” kata pendiri Ikatan Perempuan Asal Sentani (IPAS) ini. 

Menurutnya, Papua dengan sekitar 3 juta OAP (Orang Asli Papua) ini sebetulnya gampang dibangun. Tapi dalam praktiknya, sulit sekali karena tidak semua laki-laki yang menjadi birokrat, punya visi dan misi yang jelas. 

“Mereka tidak punya hati yang baik untuk membawa Tanah Papua ini, membawa masyarakat ini, untuk maju,” kata Sipora Nelci Modouw.

Sipora Nelci Modouw juga melayangkan kritik terhadap tokoh-tokoh Papua yang duduk di Majelis Rakyat Papua (MRP). Menurutnya, lembaga kultur yang dibentuk sebagai amanat UU Otsus Papua itu bisa berkiprah lebih baik, jika orang-orangnya memiliki knowledge, skill, dan attitude yang mumpuni sehingga program-program yang dihasilkan bisa sinergis dengan program dari eksekutif serta kebijakan yang dihasilkan oleh DPRP.

“Saya sarankan, lembaga ini (MRP) harus ditempati oleh orang-orang yang punya wawasan tentang agama, adat, dan perempuan, agar bisa menghasilkan output yang bisa sinergis atau match dengan apa yang dihasilkan oleh legislatif dan eksekutif. Tidak hanya dana yang dikucurkan tapi programnya juga. Tiga tungku ini (DPRP, MRP, dan eksekutif) harusnya matching,” kata Sipora Nelci Modouw.*


BACA JUGA

Theis Wonda Serukan Persatuan Masyarakat Puncak Hadapi Isu Negatif Menjelang Hari HAM dan Natal 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 19:17 WIB

Jelang Nataru, Gercin Papua Barat Gelar Diskusi Publik dan Deklarasi Kamtibmas

Jumat, 05 Desember 2025 | 11:54 WIB

Program P3-TGAI 2025: BWS Papua Bangun 11.703 Meter Saluran Irigasi Tersier di Papua dan Papua Tengah

Jumat, 05 Desember 2025 | 11:40 WIB

Kepala Suku Wikaya Keerom Ajak Warga Papua Jaga Keutuhan NKRI dan Fokus Sambut Natal dengan Damai

Jumat, 05 Desember 2025 | 11:24 WIB

Kepala Suku Puncak Ajak Masyarakat Sambut Hari HAM dan Desember dengan Damai: “Jangan Beri Celah pada Provokasi”

Kamis, 04 Desember 2025 | 18:51 WIB
TERKINI

Rapat Paripurna ke-1 : Bupati Serahkan Rancangan APBD Puncak Jaya Tahun Anggaran 2026

7 Jam yang lalu

Bupati Yuni Wonda Hadiri Natal IKT: Sukacita dan Persaudaraan Penuhi GKI Bethel Mulia

7 Jam yang lalu

Theis Wonda Serukan Persatuan Masyarakat Puncak Hadapi Isu Negatif Menjelang Hari HAM dan Natal 2025

9 Jam yang lalu

Jelang Nataru, Gercin Papua Barat Gelar Diskusi Publik dan Deklarasi Kamtibmas

16 Jam yang lalu

Program P3-TGAI 2025: BWS Papua Bangun 11.703 Meter Saluran Irigasi Tersier di Papua dan Papua Tengah

16 Jam yang lalu
Kontak Informasi wartaplus.com
Redaksi: wartaplus.media[at]gmail.com