JAYAPURA,- Vice President Corporate Communications PT Freeport Indonesia, Riza Pratama membeberkan sejumlah alasan mengapa smelter Freeport tidak diibangun di Papua, sehingga harus dibangun di Gresik Jawa Timur.
Riza menjelaskan, alasan tidak dibangun di Papua karena Papua belum memilki fasilitas pendukung yang akan menyerap limbah yang dihasilkan serta listrik yang belum memadai.
“Di Gresik itu sudah ada pabrik pupuk yang akan menyerap amonium sulfat. Kalo amonium sulfat ini tidak di serap itu akan menjadi limbah, nah di Papua ini kita belum punya. Kemudian ada limbah terak tembaga yang akan di serap oleh pabrik semen, ini juga belum kita miliki di Papua, kemudian listriknya sangat besar sekali mencapai 100 Mega watt. Karena jika tidak ada listrik, maka tidak bisa beroperasi,”kata Riza Pratama kepada awak media, Kamis (31/5) malam disela-sela buka puasa bersama.
“Jadi kalau mau bangun smelter di Papua, maka harus membangun fasilitas-fasilitas untuk mendukung pabrik tersebut, sehingga biayanya akan lebih mahal jika dibangun di Papua,” tambahnya.
Disinggung soal pembangunan smelter, Riza mengaku bahwa saat ini pembangunan smelter di Gresik sudah mulai dikerjakan dan ditargetkan akan selesai dalam 5 tahun ke depan.
“Pembangunan kita sudah lakukan mulai dengan Engineering Desain, pemadatan tanah dan sebagainya. Kita diberikan waktu oleh pemerintah untuk selesaikan pekerjaan di tahun 2022, dan kita yakin bisa selesai tepat waktu,” ujarnya.
Riza juga menyampaikan bahwa jumlah dana yang digunakan untuk pembangunan smelter di Gresik mencapai Rp 30 triliun.
“Anggaran yang digunakan untuk pembangunan smelter itu mencapai $ 2,59 miliar dollar atau sekitar Rp 30 triliun. Jadi kita tidak main-main untuk bangun smelter karena biayanya besar sekali,” tutupnya. *