Ketua MRPB Memberikan Masukkan Kepada Tim KPPN/Bappenas RI
MANOKWARI,-Ketua Majelis Rakyat Papua Barat(MRPB) Maxsi Nelson Ahoren memberikan beberapa opsi atau masukan kepada tim Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KPPN/Bappenas) Republik Indonesia di Manokwari Provinsi Papua Barat.
Masukkan itu antara lain Maxsi mengharapkan nilai proyek kepada pengusaha Asli Papua/kontraktor diatas Rp 5 miliar atau Rp 2,5 miliar. Sebab bagi dia nilai proyek Rp 500 juta maupun Rp 1 miliar selama ini yang diberikan pemerintah kepada pengusaha asli Papua tidak pantas.
"Kita apresiasi tim KPNN/Bappenas karena sudah mau ketemu langsung dengan kami di Papua Barat sehingga perpres 84 yang menjadi rujukan proyek kepada pengusaha asli Papua (PAP) bisa lebih baik dan memberikan kesejahteraan kepada orang asli Papua" kata ketua MRPB Maxsi Ahoren, Jumat (28/9).
Lebih lanjut kata Maxsi, selama ini pemerintah kabupaten, kota dan provinsi di Papua Barat kurang memperhatikan PAP dengan pemberian proyek sesuai Perpres 84 bahkan terkesan mengabaikan perpres dimaksud. Tidak hanya itu penujukkan proyek sesuai nilai sesuai perintah presiden tidak dijalankan.
Satu hal lagi kata dia, selama ini pemerintah kabupaten, kota beranggapan bahwa proyek kepada PAP hanya ditanggung oleh provinsi Papua Barat, padahal bunyi perpres itu buat dan berlaku sampai ke kabupaten, kota.
"Selama ini semua pengusaha lari ke provinsi dan kabupaten, kota berdiam padahal perpres itu berlaku kepada semua daerah di tingkat provinsi Papua dan Papua Barat" katanya.
Ia juga menilai pihak kementerian balai di Papua Barat masih menyusahkan PAP, bahkan terkesan pembagian proyek yang diberikan masih menyimpan dan abaikan kemampuan pengusaha asli Papua.
Oleh sebab itu sebagai lembaga kultur orang asli Papua di Papua Barat, Ahoren mengharapkan pihak Balai berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar setiap pembagian proyek sesuai perintah perpres harus merata dan jangan sampai menguntungkan orang lain.
Menurutnya lagi kalau proses lelang proyek harus lebih transparan kepada pengusaha asli Papua dan jangan sampai terjadi deal-deal kepada non pengusaha asli Papua, sehingga merugikan pengusaha asli Papua dan akhirnya berdampak pada gangguan Kamtibmas.*