17 Tahun Kematian Theys, Keluarga: Berhenti Katakan Ini Pelanggaran HAM, Kami Sudah Maafkan!
JAYAPURA, - Keluarga Almarhum Theys Hiyo Eluay meminta agar penculikan dan pembunuhan terhadap almarhum tidak lagi dikatakan sebagai sebuah pelanggaran HAM, dan meminta pihak pihak tertentu agar tidak menjadikan kasus ini sebagai komoditi politik.
Penegasan ini disampaikan anak almarhum, Yanto Eluay mewakili keluarga dalam Deklarasi Damai memperingati 17 tahun kepergian almarhum Ondofolo Theys Hiyo Eluay di pendopo Theys, Sentani Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (10/11).
Deklarasi damai selain dihadiri oleh pihak keluarga, para ondofolo Sentani, juga hadir adik, Alm. Gus Dur (Presiden RI ke- 4), Ny. Lili Wahid yang meski tidak memiliki hubungan sedarah namun memiliki hubungan cukup dekat dengan almarhum dan keluarganya.
Dalam deklarasi tersebut, keluarga juga menyatakan telah membuka pintu maaf dan mengampuni seluruh pihak atau pribadi yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam kematian almarhum.
"Bahwa hidup manusia semuanya ada dalam tangan Tuhan Sang Pencipta dan kita manusia hanya menjalani kehendakNya. Sehingga walaupun sedih dan duka kami alami dengan kepergian orang tua kami, namun seiring waktu dan dengan pertolongan Tuhan kami belajar menjadi kuat dan menerima kenyataan tersebut. Kami sudah maafkan!" ucap Yanto.
Keluarga meyakini almarhum merupakan pejuang kemanusiaan, penjaga adat dan tradisi leluhur serta memperjuangkan Papua agar makin sejahtera dalam semangat persaudaraan dan cinta kasih.
"Oleh karena itu kami menolak politisasi kematian orang tua kami. Dan dengan tegas kami menyatakan Papua tidak boleh dipisahkan dari NKRI. Sebab adalah salah satu tokoh yang memperjuangkan Papua dalam bingkai NKRI dalam proses Pepera 1969 dan perjuangan almarhum sesungguhnya hanya untuk kesejahteraan rakyat Papua, dan sepanjang hal itu dapat diwujudkan maka NKRI adalah harga mati," tegas Yanto.
"Kami berjanji untuk meneruskan perjuangan almarhum demi kesejahteraan rakyat Papua bersama seluruh elemen bangsa Indonesia yang mencintai Republik ini atas dasar Pancasila dan UUD 1945," janjinya.
Lili Wahid kepada pers berharap momentum deklarasi damai ini bisa menjadi langkah awal di Papua dalam rangka menciptakan keadaan yang akan berujung pada kesejahteraan rakyat Papua.
"Sebab tanpa kedamaian, orang tidak bisa hidup tenang. Sebaliknya kalau ada kedamaian, mudah mudahan kesejahteraan akan datang," harapnya.
Menurut mantan Anggota DPR RI periode 2009 - 2014 ini, pemerintah pusat saat ini kurang memberikan pengarahan kepada pemerintah daerah (Papua), sehingga implementasi otonomi khusus (Otsus) untuk kesejahteraan rakyat Papua belum tercapai sepenuhnya. Sehingga keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI masih saja terus disuarakan hingga kini
"Makanya saya akan lakukan pendekatan dengan Mendagri supaya memberikan pengerahan ke pemerintah provinsi juga kabupaten agar kesejahteraan itu bisa tercapai," tuturnya.
Pahlawan Nasional
Di kesempatan itu, perempuan yang kala duduk di senayan dikenal cukup kritis dalam mengkritik kebijakan pemerintah itu mengusulkan agar sosok almarhum Theys Eluay bisa disejajarkan dalam deretan pahlawan nasional.
"Saya menganggap beliau cukup layak untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional. Seperti di Afrika ada Nelson Mandela. Meski perjuangannya tidak sama, tapi yang pasti keduanya berjuang untuk kepentingan rakyat yang dicintainya. Mungkin 2019 atau 2020 kita akan usulkan, karena ada beberapa langkah yang harus dijalankan bersama masyarakat Papua," kata Lili yang juga merupakan salah satu Ketua Ikatan Keluarga Pahlawan ini.
Nama Almarhum Theys Hiyo Eluay pernah begitu populer di awal tahun 2000-an, sebagai salah satu tokoh yang mempunyai pengaruh cukup besar bagi rakyat Papua. Theys merupakan tokoh pejuang yang berjuang untuk melawan ketidakadilan, penindasan yang dialami rakyat Papua. Pemimpin besar Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua ini terpilih sebagai Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) melalui Kongres Nasional II Rakyat Papua Barat pada Mei - Juni 2000, yang kala itu mendapat persetujuan langsung oleh Presiden Gus Dur.
Konon, keberadaan PDP ini dianggap menjadi ancaman bagi negara karena dikhawatirkan akan menjadi cikal bakal lepasnya papua dari bingkai NKRI.
Pada 10 November 2001, Theys dikabarkan diculik dan ditemukan tewas terbunuh didalam mobilnya di kawasan Skouw Wutung jalan menuju perbatasan Jayapura - PNG. Dari hasil penyelidikan dan penyidikan Kepolisian, terungkap korban tewas dibunuh oleh oknum anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dibawah pimpinan Letkol Hartomo. Kasus ini dibawa hingga ke persidangan, selain dihukum pidana para pelaku juga dipecat secara tidak terhormat.
Dari kasus yang mendapat kecaman dari dunia international ini, sopir almarhum bernama Aristoteles hingga kini belum diketahui keberadaannya. Banyak yang menduga korban telah tewas terbunuh dan jasadnya di kubur di markas kopassus yang berada di kawasan Hanurata Hamadi Kota Jayapura.