Begini Kata Pengamat Soal Divestasi Saham Freeport yang Disebut Mahal
JAYAPURA,-Seorang pengamat kebijakan publik dari Koalisi Pejuang Hak Atas Sumber Daya Alam, Thomas Jan Bernardus mengungkapkan jika angka sebesar USD 3,85 miliar yang dibayarkan PT Inalum untuk membeli saham PT Freeport Indonesia (PT FI) terbilang murah.
Pasalnya, berdasarkan materi dengar pendapat antara PT Inalum dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, dengan membayar USD 3,85 miliar, Inalum akan mendapatkan kekayaan tambang senilai lebih dari USD150 miliar atau Rp 2,4 triliun hingga tahun 2041. Laba bersih PT FI juga diperkirakan sebesar USD 2 miliar per tahun setelah tahun 2022 nanti.
Jika nilai laba tersebut dijumlahkan hingga akhir waktu pengembangan tambang pada 2041, setidaknya Indonesia akan mendulang laba bersih lebih dari USD 36 miliar atau sekitar Rp 533 triliun sejak tahun 2019 hingga 2041.
"Kalau diteliti dari aspek apa pun. Angka USD 3,85 miliar yang dibayarkan Inalum terbilang murah,” tutur Jan, dalam keterangan tertulis yang diterima wartaplus.com, Rabu (19/12).
Jelasnya, Holding Industri Pertambangan Inalum akan membayar USD 3,85 triliun atau Rp 55,8 triliun untuk meningkatkan kepemilikannya di PT Freeport Indonesia (PTFI) dari 9,36% menjadi 51,2%, sehingga menjadi pengendali perusahaan tambang dengan deposit emas terbesar di Papua tersebut.
“Itu tidak berarti kita membeli tanah air kita sendiri. Yang dibeli adalah perusahaan, bukan cadangan yang dimiliki oleh PT FI, dimana PT FI sudah mengantongi izin komersil untuk menambang di Grasberg sejak 51 tahun yang lalu. Ini merupakan kesepakatan busines-to-business (B2B) sehingga penyelesaiannya juga dilakukan melalui pendekatan komersial,” terangnya.
Ia menambahkan, kontrak Freeport tidak sama dengan apa yang berlaku di sektor minyak dan gas (migas), yang jika konsesi berakhir maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh Pertamina.
"Dalam peralihan disektor migas pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah setelah sebelumnya membayar kontraktor lewat skema cost recovery senilai miliaran dollar AS per tahunnya,"tambahnya.
Sementara itu, di tahun 2017 lalu, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) pernah melakukan proyeksi harga dan hasilnya lebih mahal dari kesepakatan Inalum dengan perusahaan Amerika Serikat Freeport McMoRan, pengendali PT FI saat ini.
Menurut studi IAGI, harga untuk menjadi mayoritas diperkirakan sebesar USD 4,5 miliar atau Rp 65 triliun. Pada tahun 2015 silam, Freeport McMoran mengajukan harga USD 12,15 miliar untuk meningkatkan kepemilikan Indonesia menjadi 51% kepada Kementerian ESDM, yang kemudian ditawar menjadi USD 4,5 miliar.
Angka hasil valuasi konsultan keuangan Morgan Stanley diawal tahun adalah USD 4,67 miliar.
Berikut Perbandingan harga berdasarkan versi nilai saham:
1. Surat FCX kepada Menteri ESDM: USD 12,15 miliar
2. Surat Menteri ESDM kepada FCX: USD 4,5 miliar
3. Hasil Valuasi Morgan Stanley: USD 4,67 miliar
4. Hasil Negosiasi INALUM dengan FCX dan Rio Tinto: USD 3,85 miliar