MENU TUTUP
Penegakan Hukum dan HAM Masih diskriminatif

Pasal Keramat yang Bungkam Aspirasi Masyarakat Papua, Petisi  Mengemuka

Selasa, 09 Juni 2020 | 12:00 WIB / Cholid
 Pasal Keramat yang Bungkam Aspirasi Masyarakat Papua, Petisi  Mengemuka Foto Ilustrasi/Google

JAYAPURA,wartaplus.com - Pengacara Kondang asal Papua, DR Pieter Ell, SH menyatakan protes keras atas tuntutan hukuman makar terdakwa Buctar Tabun dan kawan-kawan, mengingat penegakan hukum dan HAM di tanah Papua menurutnya masih diskriminatif.

"Penegakan hukum dan HAM di Tanah Papua yang masih diskriminatif terhadap korban dibandingkan dengan pelaku rasisme Tri Susanti yang hanya dihukum 9 bulan penjara," ungkap Pieter Ell selaku Koordinator Petisi, Selasa (9/6)

Sekitar 150 orang dengan berbagai latar belakang profesi menyatakan petisi kepada pemerintah pusat dan memintanya Presiden RI membebaskan terdakwa Buctar Tabuni dan seluruh tahanan Politik Papua yang nota bene sebagai korban rasisme berdasarkan kewenangan Presiden.

"Latar belakang hadirnya gerakan petisi tersebut terkait  tuntutan hukuman terhadap 7 terdakwa kerusuhan Papua di PN Balikpapan, yang begitu fantastik. Pelaku rasisme di hukumannya tidak sebanding dengan korban rasisme,"bebernya.

Pieter Ell sendiri mengaku hasil komunikasi dengan rekan pengacara, banyak fakta persidangan yang tidak sesuai dengan kualifikasi dari pada fakta itu sendiri.

Terkait dengan pasal makar sendiri, Pieter Ell menjelaskan pasal 106-110 KUHP mengatur tentang makar. Selama 20 tahun setelah reformasi, pasal-pasal inilah yang digunakan membungkam aktifis yang menyuarakan aspirasi dari masyarakat Papua soal ketidakadilan, kesenjangan dan pelanggaran HAM dan lainnya. “Jadi itu pasal keramat yang selama ini digunakan untuk bungkam aspirasi di masyarakat,” katanya. Lanjutnya, selama ini proses hukum terhadap pelaku yang dibelenggu dengan pasal makar tersebut, tidak berujung pada penyelesaian soal.

Artinya, kata Pieter, akar persoalannya adalah soal penyelesaian pelanggaran HAM Papua yang selama ini baru diselesaikan 1 kasus saja, yakni kasus Abepura.

Padahal sebelum tahun 2000 ada banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi sejak integrasi Papua ke NKRI, demikian juga setelah reformasi seperti kasus Paniai berdarah. 

Foto: Dr. Pieter Ell, SH., MH/wartaplus.com

“Nah ketika ada aspirasi yang menyuaran untuk penyelesaian HAM maka dibungkamlah dengan pasal Makar, inilah seperti yang terjadi terhadap 7 tahanan ini, yang saat itu mereka menyuarakan itu mereka sebagai korban malah belakangan menjadi pelaku,” jelasnya seraya  menambahkan hal inilah yang menjadi salah satu terjadinya petisi tersebut kepada pemerintah pusat.

Sehingga, dengan adanya kasus 7 tahanan Papua ini, lanjut Pieter, menjadi momentum, bagaimana pemerintah pusat untuk tidak melihat persoalan Papua dengan sebelah mata.

Bahwa, UU Otsus pasal 45-47  jelas tentang penyelesaikan pelanggaran HAM, maka buatlah peradilan hukum HAM di Papua, atau komisi kebenaran dan rekonsiliasi untuk selesaikan kasus yang terjadi di Papua.

“Jadi semua ini ada saluran yang bisa menyelesaikan, tak hanya dengan pasal makar saja, karena itu bukan jaminan. Satu masalah selesai maka akan timbul masalah lain. Sehingga saya kembali mengusulkan kepada pemerintah pusat bentuklah badan-badan itu untuk selesaikan persoalan yang muncul di Tanah Papua,”tandasnya. *


BACA JUGA

Usai Dilantik jadi Pj Gubernur Papua, Agus Fatoni Tancap Gas Kumpulkan Kepala OPD

Selasa, 08 Juli 2025 | 10:00 WIB

UMKM Kopi Papua Bukukan Business Matching di Yogyakarta dan Pelajari Strategi Perluasan Pasar Nasional dan Global

Senin, 07 Juli 2025 | 08:00 WIB

Satgas Damai Cartenz-2025 Gagalkan Percobaan Pembacokan oleh OTK, Warga Sipil Selamat

Senin, 07 Juli 2025 | 03:10 WIB

Respons Cepat Satgas Ops Damai Cartenz-2025 Menyelamatkan Warga Sipil Saat Percobaan Aksi Pembacokan Oleh OTK

Senin, 07 Juli 2025 | 03:07 WIB

Bripda Ilham Fadillah Raih Juara 3 Judo di Ajang World Police and Fire Games

Minggu, 06 Juli 2025 | 07:08 WIB
TERKINI

Satgas Ops Damai Cartenz: Kejar Pelaku Pembakaran Rumah Bupati dan Kantor Distrik di Puncak

34 Menit yang lalu

Usai Dilantik jadi Pj Gubernur Papua, Agus Fatoni Tancap Gas Kumpulkan Kepala OPD

4 Jam yang lalu

Kesal Tak Dipinjami Uang, Alasan Pasutri Habisi Nyawa Majikannya Pemilik Laundry di Jayapura

5 Jam yang lalu

Plh Sekda Puncak Jaya Pimpin Apel Pagi, Tegaskan Komitmen ASN Jalankan Tugas

1 Hari yang lalu

UMKM Kopi Papua Bukukan Business Matching di Yogyakarta dan Pelajari Strategi Perluasan Pasar Nasional dan Global

1 Hari yang lalu
Kontak Informasi wartaplus.com
Redaksi: wartaplus.media[at]gmail.com