Kapolda Papua Paparkan Peran Kepolisian saat Kerusuhan yang Berujung Pemblokiran Akses Internet
JAYAPURA, wartaplus.com – Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw menjadi salah satu narasumber dalam Webinar (Web Seminar) Nasional melalui aplikasi Zoom dengan topik "Menyoal Putusan PTUN Jakarta dan Pelanggaran Hukum akibat Pemblokiran Akses Internet di Papua oleh Pemerintah", Rabu (17/6).
Webinar ini mengupas tentang hasil putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan Presiden Joko Widodo dan Kementerian Komunikasi dan Informatika terbukti bersalah atas pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada pertengahan 2019. Keduanya dinilai telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum karena pembatasan internet tersebut.
Pemblokiran internet di Papua saat itu dilakukan pemerintah melalui Kemenkominfo menyusul pecahnya aksi unjuk rasa di beberapa wilayah Papua dan Papua Barat seperti Kabupaten Fakfak, Sorong, Manokwari, dan Jayapura. Aksi demonstrasi besar-besaran yang dipicu ujaran rasisme di Surabaya kemudian berujung ricuh.
Pemblokiran akses internet berlangsung selama dua pekan. Kebijakan pemblokiran internet oleh pemerintah itu kemudian sejumlah lembaga seperti South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Indonesia, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), LBH Pers, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Elsam, dan ICJR
Gugatan itu dilayangkan ke PTUN pada 21 November 2019 dengan nomor gugatan 230/G/TF/2019/PTUN.JKT. Setelah hampir enam bulan, gugatan mereka akhirnya dikabulkan PTUN Jakarta. Hakim Ketua Nelvy Christin bersama dua hakim anggota Baiq Yuliani dan Indah Mayasari memutuskan untuk mengabulkan gugatan para penggugat.
Kapolda di kesempatan itu menjelaskan tentang peran dan tugas Kepolisian yaitu mengawal, mengamankaan dan terjun langsung menangani berbagai masalah hingga terjadinya pemblokiran atau perlambatan akses internet di Papua dan Papua barat.
“ Kami melihat semua rangkaian pengambilan keputusan oleh Kemenkominfo itu merupakan langkah cepat dalam meminimalisir bahkan menangani kasus kerusuhan di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu,” ungkapnya
Di sisi lain, tutur Kapolda,pihaknya juga diberikan takaran kewenangan di dalam pasal 18 undang-undang nomor 2 tahun 2020 Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang disebutkan bahwa Kepolisian Negara dalam melaksanakan tugas dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri dalam artian tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian dalam hal pemanfaatan atau penggunaan resiko untuk kepentingan umum.
Aksi Demo berujung anarkis yang ditunggangi oleh aliansi mahasiswa Papua (AMP), KNPB, dan ULMWP itu relevansinya.
“ jadi memang kejadian itu sangat dahsyat karena secara serempak ada penggerakan massa yang di aktori oleh tokoh-tokoh dari aksi demo sampai aksi penurunan bendera merah putih di kantor gubernur yang kemudian dilanjutkan dengan pengibaran bendera Bintang Kejora yang menandakan ingin memisahkan diri dari negara NKRI hal itu bisa disebut juga sebagai kasus Makar,” bebernya.
“Sehingga menurut saya tindakan yang diambil oleh pemerintah pada saat itu lewat Kepolisian adalah merupakan kepentingan untuk menghambat meluasnya kerusuhan pada saat itu dan juga mencegah terjadinya kerusuhan susulan,” sambungnya.
Aksi anarkis massa melakukan kantor MRP, kantor KPU, kantor Bea Cukai dan kantor Telkomsel ada juga sejumlah ruko-ruko dan bengkel yang tercatat di kota Jayapura saja ada 13, rumah ada 14 banyak juga lapak-lapak, bengkel bahkan motor sampai 80 motor unit.
“Kami melakukan berbagai hal ini bukan untuk kepentingan kami pribadi tapi melainkan kepentingan kepentingan dan keselamatan rakyat itu sendiri,” ujar Kapolda Waterpauw.
Kapolda Papua didampingi Dir Reskrimum,Kombes Pol Kolsetra Siboro, S.H., Kabidkum AKBP Guntur A. Supono, SIK., M.Si dan Kabid Humas, Kombes Pol Drs. Ahmad Musthofa Kamal, S.H.
Pemblokiran Miliki Dasar Hukum
Penyampaian Dir Eksekutif Pusat Kajian Hukum & Demokrasi FH UIA Jakarta Dr. Heru Widodo,SH.,M.Hum memaparkan bahwa pemblokiran dilakukan oleh pemerintah memiliki dasar perundangan. Dimana pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan yang sebagai akibat dari informasi dan hak asasi.
Terkait hal itu, pemerintah wajib melakukan pencegahan dan menyebarluasan informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai peraturan perundang-undangan dalam melakukan pencegahan pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan kepada penyelenggara untuk melakukan peningkatan akses terhadap informasi elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum.
“Jadi dapat disimpulkan ada dua tergugat di sini yang pertama menteri Kominfo melakukan tindakan tanpa didahului adanya pernyataan keadaan bahaya oleh presiden, dan yang ke dua Presiden dianggap melanggar hukum karena tidak menetapkan setatus bahaya dalam kasus kerusuhan di Papua beberapa waktu lalu,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan mengatakan, upaya pemerintah dengan membatasi akses komunikasi atau internet merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah.
“Ini juga merupakan satu langkah untuk memberi perintah agar berikutnya dapat lebih transparan untuk atau dalam mengambil keputusan,” katanya.
Direktur Eksekutif LBH Jakarta, Ade Wahyudin SH menuturkan,tindakan pemerintah (pemblokiran akses internet) tidak hanya untuk menghentika demo anarkis tapi banyak hal yang telah terhenti karena kebijakan pemerintah memutuskan internet tersebut,.
Seperti beberapa sektor yang terdampak yaitu dari sektor pendidikan online yang menjadi terhambat, sektor Pariwisata, dan sektor Bisnis online juga terhambat dan juga ketika pers tidak bisa melaksanakan pekerjaannya disuatu negara itu sudah merupakan salah satu pelanggaran UU.
“Saya mendukung pornyataan Kapolda mengenai tugas kepolisian yaitu hanyalah terkait dengan penegakan hukum kalau misalkan sehingga prosesnya menyatakan polri tidak merekomendasikan pemutusan internet, karena itu bukan kompetensi dari Polri. Sehingga dalam hal ini kalau misalkan ada hal-hal yang dianggap merugikan dalam internet, dapat di proses melalui proses pidana,” jelasnya.
Di kesempatan itu Kapolda juga mengaku upaya mengatasi yang telah dilakukan Kepolisian justru dibalas dengan serangan berita ‘Hoax’ yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat
“Dari data yang kami miliki tentang pemberitaan hoax cukup masif jadi di berita yang tertulis ada 62,10% tulisan dan juga gambar-gambar ada hampir 47%. Sesungguhnya banyak dari mereka yang memanfaatkan berita hoax tersebut untuk kepentingan ekonomi dengan menambahkan followernya,” ungkap Kapolda.**