KPU Tetapkan Calon Tunggal, FOBERJA Ancam Boikot Pilkada Jayawijaya
JAYAPURA,-Forum Bersatu Rekonsiliasi Jayawijaya (Foberja) mengancam akan memboikot pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Jayawijaya, jika Komisi Pemilihan Umun (KPU) setempat tetap bertahan dengan keputusannya menetapkan pasangan John Ricard Banua dan Marthin Yogobi sebagai calon tunggal.
Penegasan ini disampaikan Ketua Foberja, Yeke Melkias Gombo, kepada sejumlah awak pers di Jayapura, Kamis (26/4).
Menurut dia, pasangan Cabup dan Cawabup tersebut seharusnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS), namun KPU dan panwaslu Kabupaten Jayawijaya, memaksakan untuk meloloskan keduanya sebagai calon tunggal peserta Pilkada
Melkias Gombo yang didampingi anggota Foberja lainnya, Bhartolomeus Paragaye (Wakil Ketua), Hantor Matuan, dan Azis Lani menyebutkan ada 16 poin yang menjadi alasan mengapa paslon tersebut dinyatakan TMS pecalonan diantaranya, Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang terlambat dimasukkan ke KPK
"Mereka masukkan pada tanggal 23 Januari 2018 sedangkan batas akhirnya yang ditentukan oleh KPK yakni 21 Januari 2018,"ujar Gombo
Lalu terkait Ijazah SMA paket C dan S-1 Yapan Surabaya, cabup Jhon Ricard Banua dan Ijazah SMA cawabup Marthin Yokobi yang tidak dilegalisir, serta Ijazah SD dan SMP milik pasangan calon ini juga tidak disertakan dalam berkas pencalonan.
Tim Sukses?
Wakil Ketua Foberja, Bartholomeus menambahkan, poin lainnya bahwa KPU dan Panwas terindikasi sebagai tim sukses paslon Jhon Banua - Marthin Yogobi.
"Jelas jelas mereka TMS kenapa mesti dipaksakan lolos, ini berarti mereka (KPU dan Bawaslu-red) membuat masalah, yang tentunya akan membuat gejolak di Kabupaten Jayawijaya,” herannya
Pengurus Foberja yang mewakili rakyat di Wamena, ingin pasangan tersebut dinyatakan TMS oleh KPU berdasarkan bukti yang dimiliki oleh Foberja.
“Kalau mereka tetap dinyatakan maju sebagai, calon tunggal kami ingin dua pasangan lainnya yang dinyatakan TMS oleh KPU dan Bawaslu Kabupaten Jayawijaya harus ikut dalam Pilkada,” tegasnya
Anggota Foberja lainnya, Hantor Matuan, menuding calon Bupati, Jhon Banua bukanlah penduduk asli Jayawijaya. “Mereka inikan pengusaha, yang mencari proyek di Jayawijaya, setelah dapat uang banyak lalu mereka ingin menjadi pejabat publik dengan cara-cara yang tidak sesuai aturan,” kesalnya.
Menurut Hantor Matuan, Kabupaten Jayawijaya merupakan jantung Papua dan barometer di wilayah Pegunungan Tengah, pihaknya melihat bahwa saat ini masalah politik dibeberapa daerah pegunungan selalu ada masalah atau konflik yang terjadi, seperti di Pegunungan Bintang dan Mamberamo Tengah.
"Kami masyarakat Jayawijaya sudah sekolah, Jayawijaya ini Induk atau mama yang melahirkan delapan kabupaten di pegunungan tengah, kami tidak ingin konflik-konflik seperti itu terjadi di Jayawijaya, dan mengorbankan rakyat,” katanya
Politik Untuk Rakyat
Lanjut dia, bicara demokrasi berarti demokrasi untuk rakyat, bicara politik juga berarti politik untuk rakyat semua. Namun yang terjadi saat ini di Jayawijaya proses politik dan demokrasi hanya untuk satu orang, yaitu pasangan John Ricard Banua dan Marthin Yogobi.
"Lalu kami masyarakat Jayawijaya ini sebagai apa dalam proses politik dan demokrasi ini, oleh karena itu segala upaya telah kami lakukan hingga ke Jakarta, diantaranya KPU dan Bawaslu Pusat dan semua pihak yang ada kaitannya dengan proses Pilkada ini kami sudah masuk bahkan sampai ke presiden dan hasilnya kami disuruh kembali ke Papua untuk berkoordinasi dengan pihak terkait di Papua,” bebernya
Ditambahkan, Foberja telah melakukan koordinasi dengan KPU dan Provinsi Papua, dan dalam waktu dekat akan juga berkoordinasi dengan Gubernur Papua, Kapolda dan Pangdam.
"Jika tidak ada titik terang tentang aspirasi kami ini, dan tetap dipaksakan, maka kami pulang dan melakukan boikot, berarti nanti Jayawijaya tidak akan ada Pilkada dan kami tegas dan juga ini solusi terakhir, karena semua bukti kami sudah punya. Jangan kami yang tunduk pada, John Richard Banua justru dia yang harus tunduk kepada kami masyarakat Jayawijaya karena hanya dengan kepentingan satu orang, baru tempat kami ini dimana, ini tanah leluhur kami,” ancamnya.
Anggota Foberja lainnya, Azis Lani mengklaim, pihaknya sebelumnya telah melakukan pengecekan website KPU terkait dokumen pencalonan paslon tersebut, namun hingga 30 April kemarin masih dicantumkan tidak memenuhi syarat.
"Alasan KPU itu karena ada gangguan internet sehingga belum ter-update. Padahal kami tanya ke pengelola jaringan bahwa sejak pendaftaran 12 Februari lalu sampai saat ini tidak ada gangguan internet," tukasnya.*