LBH Papua Ingin HGU Sawit Sebagai Dokumen Publik
JAYAPURA,- Maraknya sengketa lahan antara masyarakat dan pemerintah atau pihak lain terkait batasan Hak Guna Usaha (HGU) yang kerap menimbulkan konflik horizontal. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendong adanya keterbukaan informasi publik atas HGU milik Perusahaan Sawit di Papua.
Kepala Devisi non litigasi LBH Papua, Mulfizar Syarif, menyebut sesuai dengan putusan komisi Informasi Pusat bernomor 057/XII/KIP-PS-MA tahun 2015 menyatakan bahwa dokumen HGU adalah dokumen publik yang sudah sepantasnya menjadi terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat luas. Inipun diperkuat dengan putusan PTUN dan kasasi di Mahkamah Agung.
"Atas dasar itu, LBH Papua meminta pihak Badan Pertanahan Nasional Papua untuk membuka dokumen HGU di Papua. Dan saat ini masih terkait HGU perusahaan Kelapa Sawit," katanya, Kamis (26/4).
Menurutnya, akibat tidak terbukanya dokumen HGU atas ukuran lahan perkebunan Sawit di Papua, sering terjadi kasus yang timbul dimasyarakat adat yang dituduh mencaplok lahan perusahaan, atau sebaliknya.
"Kasus seperti di Nabire dan Keerom. Konflik terjadi saat masyarakat adat mengklaim lahannya menjadi lahan konsesi perkebunan sawit. Sementara mereka tidak tahu batasan itu adalah milik perusahaan. Ini akibat tidak adanya keterbukaan informasi publik atas HGU yang dikuasai perusahaan,"ucapnya.
Oleh karena itu, pihaknya membawa persoalan ini ke Komisi Informasi Provinsi Papua.
"Permasalahan ini telah disidangkan oleh pihak Komisi Informasi Provisi Papua pada Selasa (24/4) kemarin, yang juga menghadirkan pihak BPN Papua dengan agenda pembuktian awal," kata Mulfizar.
Sebelum kasus ini disidangkan, diakuinya, LBH telah menyurat ke pihak BPN Papua terkait HGU Perkebunan Sawit di Papua termasuk jumlah perusahaan yang bergerak dibidang ini.
"Surat yang kita kirimkan kepada pihak BPN urung ada balasan, sehingga kami mengajukan permohonan sengketa Informasi di pihak Komisi Informasi Papua," ungkapnya.
Dikatakan, sidang terbaru pada selasa (24/4) kemarin dengan agenda pemeriksaan legal standing kasus ini. Dan hasilnya LBH adalah salah satu lembaga yang memiliki kapasitas untuk membedah kasus ini.
Dikatakannya lagi, pada sidang sengketa tersebut, pihak BPN bersikukuh bahwa HGU tidak termasuk dokumen yang bisa diakses bebas oleh masyarakat, atau informasi yang sifatnya dikecualikan. BPN mengacu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 40 Tahun 1996 yang menyebut dokumen HGU bukan dokumen publik.
"Kasus yang kita angkat ini sama dengan kasus yang di Kalimantan Timur terkait HGU perkebunan kelapa sawit disana. Dan malah di Kaltim telah dikeluarkan Surat Edaran dari Komisi Informasi setempat bahwa HGU menjadi informasi publik yang sifatnya terbuka dan bisa diakses oleh publik," ucapnya.
Nantinya kata dia, jika kasus ini bisa diselesaikan seperti kasus di Kalimantan Timur, maka publik Papua tidak akan kesusahan melihat data HGU milik suatu perusahaan Sawit di Papua.
"Muaranya agar tidak terjadi konflik lagi. Kalau masyarakat sudah bisa tahu HGU perusahaan diwilayahnya, maka tidak ada miss yang berujung konflik. Masyarakat akan paham batasan-batasan wilayah kelola perusahaan,"katanya. Sidang dengan agenda serupa akan kembali digelar pada Kamis 3 Mei 2018 mendatang. *