Percaya Dirinya Jakarta Memahami Persoalan-Persoalan Papua
HUBUNGAN Papua dan Jakarta selalu menjadi persoalan tersendiri. Setidaknya ada 3 kejadian besar di Papua dalam waktu dekat ini, dan sekaligus bisa menjadi indikator penyelesaian masalah Papua terkini, dengan menitikberatkan pendekatan institusional, hukum dan politik, saya mencoba membaca kondisi Papua hari ini.
Pertama, munculnya Inpres No.9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, serta Keppres No. 20 tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Kedua produk ini, saya mencoba menganalisanya menjadi satu, karena secara substansi, sebenarnya Inpres merupakan kumpulan dari ide yang berisi tentang kesejahteraan, sedangkan Keppres adalah rumusan siapa yang akan menjalankan ide-ide itu. Pertanyaan mendasar menyikapi Inpres dan Keppres tersebut, adalah bagaimana produk “Istana” ini dapat di implementasikan untuk maksud dan tujuannya.
Harus dapat diukur efektitas konsep percepatan kesejahteraan yang dimaksudkan dalam Inpres no. 9 tahun 2020 dan Keppres No.20 tahun 2020 sebagai institusi negara yang mengemban tugas-tugas tersebut. Saya melihat konsep ini, mencoba apa yang sudah pernah dilakukan masa pemerintahan SBY lewat Keppres 64 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan untuk Papua dan Papua Barat, tetapi mohon maaf, dengan membaca dan mencermati kedua dokumen tersebut, nampak sekali kurang matangnya perencanaan dan pemahaman untuk melaksanakan ide-ide kesejahteraan yang dimaksudkan.
Tidak matangnya perencanaan tercermin pada pendekatan institusional dimana tidak jelas kewenangan yang diberikan kepada tim, posisi kapasitas tanggung jawab dan bagaimana tim akan bekerja dilapangan nanti, ( saya akan membahas tersendiri tentang kelemahan Keppres No.20 tahun 2020 dalam ulusan berikutnya).
Kedua, untuk kasus Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menemukan adanya dugaan keterlibatan oknum anggota TNI atas kasus kematian seorang tokoh agama Pdt. Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada 19 September 2020 lalu. Pemerintah melalui Menkopolhukam telah mengirim Tim untuk melakukan investigasi, dan tim tersebut telah menyampaikan hasilnya 21 Oktober lalu kepada Menkopolhukam.
Dalam kerangka kerja hubungan kepercayaan, penugasan tersebut untuk mengungkapkan fakta dan memberikan suatu kepastian atas pertanyaan dan asumsi-asumsi yang beredar bukan saja pada masyarakat Papua, tapi juga LSM, masyakarat sipil bahkan dunia Internasional tentang persoalan Hak Asasi Manusia di Papua. Tindakan pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini menjadi cermin keseriusan Jakarta yang ditunggu Papua dan dunia Internasional.
Ketiga, Keppres no.159/TPA tentang Pengangkatan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua, telah menetapkan Dance Yulian Flassy sebagai Sekretaris Daerah Prov.Papua.
Kita tahu bersama, bagaimana proses seleksi ini berlangsung cukup lama dengan tahapan yang jelas, hingga tahap akhir penetapan diputuskan pangsung melalui TPA oleh Presiden Jokowi. Namun hingga saat ini pelantikan Sekda tak jua kunjung dilaksanakan.
Sementara, gerakan penolakan dari kelompok kecil masyarakat terjadi. Padahal posisi Sekda sebagai pejabat struktural yang berfungsi melaksanakan tugas dukungan bagi kerja pembangunan sangat penting dan luar biasa, sehingga tidak main-main posisi tersebut harus diputuskan langsung oleh Presiden Republik Indonesia.
Sementara belum ada tanda-tanda dari Gubernur Papua untuk segera melaksanakan keppres tersebut, mungkinka seorang Gubernur menganulir Keputusan Presiden atau setidaknya tindakan pengabaian yang dilakukan oleh gubernur yang merupakan perwakilan Pemerintah Pusat di daerah.
Tulisan singkat ini, untuk melihat pentingnya keseriusan sekaligus posisi “percaya diri” Jakarta tentang bagaimana memahami persoalan-persoalan Papua, sekaligus ketiga persoalan ini berujung pada menejerial Presiden Jokowi menyelesaikan pergulatan persoalan terkini di Papua. Kita semua menunggu, untuk jalan terbaik bagi Papua.
*Rahmat Siregar (Staf pada Kementerian Sekretariat Negara, ex UP4B), Jakarta 24 Oktober 2020.