KPU RI Bertanggungjawab Jika Terjadi Kerusuhan Pilkada Boven Digoel
JAKARTA,wartaplus.com - Peneliti pada Forum Masyarakat Peduli Parlemen (FORMAPPI), Lucius Karus mengingatkan kepada seluruh komponen Bangsa dan Negara Republik Indonesia, khususnya Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) agar bertanggungjawab apabila terjadi konflik berujung kerusuhan massal di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua akibat belum tercetak Surat Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak untuk wilayah itu.
“KPU RI selaku lembaga penyelenggara Pemilu harus bertanggungjawab penuh apabila terjadi konflik terbuka dan kerusuhan di Boven Digoel akibat kelalaian dan berlarut-larutnya KPU RI menyelesaikan persoalan internal lembaga itu. Jangan sampai persoalan internal membawa petaka bagi rakyat kecil di wilayah Selatan dari Provinsi Papua itu. Persoalan sekarang ada pada KPU sendiri, sedangkan Bawaslu sudah siap melaksanakan tugas di Boven Digoel,” kata Lucius Karus dalam siaran Plpers dikirim dari Jakarta, Sabtu (28/11).
Patut diketahui, masyarakat di tingkat nasional maupun internasional sedang mengarahkan perhatian penuh ke Kabupaten Boven Digoel yang selama puluhan tahun Papua berada dalam pangkuan Republik Indonesia, diketahui sebagai wilayah yang paling aman dan damai, namun pada hari-hari ini api konflik di tengah rakyat Boven Digoel mulai membara di dalam sekam.
Apabila KPU RI tidak segera mencetak surat suara Pilkada untuk Boven Digoel maka rakyat akan mengalami kekecewaan politik yang berdampak buruk bagi keamanan regional dan nasional, goyahnya sendi-sendi persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Indonesia di Tanah Papua. Rakyat Papua sudah menderita akibat konflik kronis di wilayah itu, maka jangan lagi kita membuat mereka bertambah menderita.
Lucius berpendapat, perdebatan kusir di internal KPU sendiri tentang layak atau tidaknya seorang mantan narapidana (Napi) menjadi calon kepala daerah, mestinya sudah tidak relevan lagi setelah KPUD Boven Digoel melakukan verifikasi persyaratan calon jelang penetapan calon kepala daerah, malahan sudah sangat tidak layak lagi diperdebatkan pada hari-hari menjelang berlangsungnya Pilkada 9 Desember 2020 mendatang.
Apalagi, penetapan calon kepala daerah oleh KPU sudah merupakan salah satu dari tahapan Pilkada itu sendiri sehingga jika ingin dibatalkan maka harus memiliki alasan hukum yang benar dan kuat.
“Jika KPUD hingga H-10 pelaksanaan Pilkada serentak ini masih juga berkutat dengan permasalahan layak tidaknya seseorang mantan Napi setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon kepala daerah, mkaka itu berarti KPUnya yang sakit. KPU yang sedang sakit itu harus segera diperiksa dan bila perlu segera diistirahatkan,” kata Lucius.
Jangan sampai, kesakitan KPU ditanggung oleh peserta Pemilu karena bagaimanapun juga ketika KPUD sudah memverifikasi berkas pencalonan maka persoalan pantas atau tidak pantas itu sudah berakhir, apalagi, proses tahapan Pilkada ini sudah berjalan sangat jauh, dan tinggal beberapa hari lagi rakyat sudah berbondong-bondong ke TPS untuk memberikan hak politiknya. Hak politik rakyat jangan sampai dicederai oleh kepentingan politik yang tersembunyi.
“Tidak boleh ada keraguan lagi dan tidak ada alasan lagi bagi penyelenggara Pemilu KPU Pusat dan KPU daerah untuk melanjutkan tahapan Pilkada dengan peserta yang sudah ditetapkan KPU dan sudah pula berkampanye di tengah massa pendukungnya,” kata lucius.
Massa pendukung akan mengamuk apabila calon kepala daerah yang akan dipilihnya tidak ikut dalam pesta demokrasi 9 Desember nanti. Jangan sampai KPU sebagai penyelenggara menjadi biang kerok munculnya gangguan Kamtibmas di Boven Digoel lantaran ketidakmampuan KPU menyelenggarakan Pilkada di Boven Digoel.
Sikap KPU yang menguluir-ulur waktu dalam mengambil keputusan terkait pencetakan surat suara memunculkan dugaan sangat kuat, adanya permainan politik tingakt tinggi para elit politik yang berkepntingan dengan pemilihan umum legislatif (Pileg) dan Pemilihan Umum Gubernur (Pilgub) Papua tahun 2024 di Boven Digoel.
Masih ada kesempatan ke depan apabila ada yang mau menggugat calon yang dianggap cacat hukum mengikuti Pilkada, namun bagaimanapun juga keamanan dan keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi pada hari-hari menjelang Pilkada ini.
“Mulai tercium aroma tidak sedap adanya dugaan pertarungan kepentingan politik Pilgub Papua dan Pemilihan Legislatif 2024. Ada juga kepentingan orang dari luar Boven Digoel yang berambisi menguasai Boven Digoel sehingga mereka terus berupaya menghalang-halangi calon kepala daerah yang berpotensi menang namun yang bersangkutan tidak diusung oleh partai tertentu. Ini sebuah dugaan sangat kuat yang patut dicermati demi menghindarkan rakyat dari konflik dan pertikaian massal rakyat Boven Digoel,” kata Lucius Karus. *