Presiden Jokowi dan Kebijakan Menyetop Kekerasan di Papua
Oleh: Ambassador Freddy Numberi Founder Numberi Center
KEKERASAN yang terus berlangsung silih berganti di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) seakan tidak ada hentinya. Kasus-kasus kekerasan yang ada di Nduga, Intan Jaya dll, seolah mata rantai yang tidak terputus di daerah pedalaman Papua dan Papua Barat.
Seolah tidak mudah memutus mata rantai kekerasan yang sudah berlangsung sejak Mei 1963. Indonesia setelah reformasi tahun 1998 ternyata tidak mengubah kebijakannya dalam rangka penegakan hukum dan keadilan maupun keterbukaan (demokrasi) di
Nusantara tercinta. Belum lagi berbagai tindakan yang diduga dilakukan aparat terhadap warga sipil yang notabene rakyatnya sendiri, rakyat Indonesia yang harus dilindungi oleh Negara Republik Indonesia.
Sayangnya banyak temuan Komnas HAM dan Kontras yang dipeti eskan sama seperti kolonial Belanda dahulu menggunakan kebijakan “ijskast politiek” (politik peti es). Apakah ini budaya kekerasan hasil warisan kolonial dahulu atau karena arogansi kekuasaan yang diadopsi dari Orde Baru? Namun kekerasan yang ada, pasti menimbulkan korban warga sipil yang tidak berdosa.
Contoh yang gamblang adalah kasus kekerasan yang mengakibatkan Pendeta Yeremia Zanambani meninggal pada 19 September 2020.
Hal ini membuat masyarakat setempat marah, karena tokoh agama yang mereka junjung meninggal karena luka tembakan.Pada bulan April tahun 2021, Amerika Serikat merilis berita setebal 38(tiga puluh delapan)
halaman tentang Pelanggaran HAM yang dilakukan institusi pemerintah Indonesia lebih khusus di Papua selama tahun 2020.
Gedung Putih (AS) menyoroti masalah Pembunuhan Diluar Hukum; Penyiksaan dan Perlakuan Hukum yang Kejam; Penangkapan Sewenang-wenang; Ancaman Terhadap Kebebasan Berekspresi dan lain-lain.
AS mengakui bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi yang menghormati prinsip kebebasan berekspresi, namun Gedung Putih masih melihat sejumlah praktik yang manyalahi prinsip keadilan tersebut di era Presiden Jokowi.
Dengan menganalis kasus-kasus kekerasan dan sorotan masyarakat internasional terhadap Indonesia disarankan kepada Presiden Jokowi untuk membuat kebijakan yang komprehensip dalam rangka memutus mata rantai kekerasan di Indonesia, khususnya
di Tanah Papua dalam rangka penegakan hukum yang adil serta menghormati HAM, agar orang Papua lebih mencintai Indonesia.*