MENU TUTUP

Kejati Papua Hentikan Penuntutan 8 Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif

Rabu, 03 Agustus 2022 | 20:16 WIB / Andi Riri
Kejati Papua Hentikan Penuntutan 8 Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nicolaus Kondomo/Andi Riri

JAYAPURA, wartaplus.com - Kejaksaan Tinggi Papua mengklaim, telah menghentikan penuntutan 8 perkara berdasarkan keadilan restoratif, sejak Juni 2021 hingga Juni 2022.

Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nicolaus Kondomo dalam keterangan persnya di Jayapura, Rabu (03/08) menuturkan, kebijakan penggunaan keadilan restoratif diberikan dalam kasus pidana umum yang ancaman hukumannya dibawah lima tahun, dan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

"Delapan kasus yang kita hentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu kasus penganiayaan, pengrusakan, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga,red) dan Percobaan Pencurian," sebut Nicolaus seraya menambahkan bahwa surat persetujuan penghentian penuntutan ini langsung ditandatangani oleh Jaksa Agung.

Adapun 8 perkara tersebut ditangani oleh:

1. Kejaksaan Negeri Biak Numfor sebanyak dua kasus yaitu kasus tindak pidana penganiayaan pasal 351 KUHP ayat 1 dengan tersangka Grace Ruth Ronsumbre, dan kasus pengrusakan pasal 406 ayat 1 KUHP dengan tersangka Joni Randongkir.
2. Kejaksaan Negeri Mimika 1 kasus penganiayaan dengan tersangka Alexander Metemko
3. Kejaksaan Negeri Merauke 1 kasus KDRT dengan tersangka Nitanel Manggoa
4. Kejaksaan Negeri Nabire ada 4 kasus kasus penganiayaan dengan tersangka Derianus Madai, Alex Dominggus Marani, Amos Tebai dan Yanuarius Yogi.

"Pelaksanaan restorasi keadilan ini berbeda dengan yang dinamakan dengan penghentian penyidikan (SP3) atau penghentian penuntutan. ini pemulihan nama baik jadi seakan akan orang tersebut tidak punya masalah, atau tidak pernah mengalami perkara. Beda dengan SP3, itu bisa kasusnya dibuka kembali. Kalau ini (keadilan restoratif) tidak bisa dibuka lagi kasusnya," jelas Nicolaus.

Untuk diketahui, pemberlakuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan dengan selektif, dengan beberapa syarat antara lain: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000.

Selain itu, dalam penghentian penuntutan ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu kepentingan korban, penghindaran stigma negatif bagi pelaku, respons masyarakat dan kepatutan, serta ketertiban umum.**


BACA JUGA

Tokoh Adat Jayawijaya Minta Jabatan Nicolaus Kondomo sebagai Pj Gubernur Papua Pegunungan Diperpanjang

Minggu, 12 November 2023 | 19:13 WIB

Anak Pj Gubernur Papua Pegunungan yang Meninggal Dunia di Semarang, Diketahui Taat Beragama

Senin, 22 Mei 2023 | 21:01 WIB

Kejati Papua Bidik Dugaan Korupsi Pembangunan Jaringan Listrik Kabel Bawah Tanah di Pegunungan Bintang

Kamis, 23 Juni 2022 | 20:55 WIB

Jawab Keresahan Masyarakat, Kejati Papua Bentuk Satgas Anti Mafia Tanah

Jumat, 21 Januari 2022 | 20:19 WIB
TERKINI

Mari-Yo Dampingi Kaesang Hadiri Kampanye Paslon Jhonda dan JBR -Harus di Jayapura

13 Menit yang lalu

Direskrimum Polda Papua: HN Melakukan Kejahatan Luar Biasa, Ketua Pemuda Papua Parubahan Minta Diproses Hukum Siapapun Dia

1 Jam yang lalu

KPw BI Papua dan Pemprov Gelar HLM, Dorong Percepatan Digitalisasi di Bumi Cenderawasih

1 Jam yang lalu

Usai Tembak Mati Dua Tukang Ojek, KKB Puncak Bakar Sekolah di Sinak

1 Jam yang lalu

Masyarakat Tapal Batas Nyatakan Sikap Dukung Polda Papua Jaga Kamtibmas Saat Pilkada 

6 Jam yang lalu
Kontak Informasi wartaplus.com
Redaksi: wartaplus.media[at]gmail.com