Bertemu Wapres Bahas Isu HAM di Papua, Pdt.Herman Saud Sampaikan Soal Hilangnya Kepercayaan
JAYAPURA, wartaplus.com - Wakil Presiden RI, KH. Ma'ruf Amin bertemu para Tokoh Agama dan Pegiat HAM Papua untuk membahas isu isu yang berkaitan dengan masalah Hak Asasi Manusia (HAM) di bumi cenderawasih.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Gubernur Papua itu, Wapres didampingi Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Wakil Menteri Dalam Negeri, Jhon Wempi Wetipo dan Pj Gubernur Papua, Ridwan Rumasukun.
Felix Wanggai selaku Deputi 3 Setwapres Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan di awal pertemuan, memperkenalkan para tokoh yang hadir antara lain; perwakilan dari Komnas HAM Papua, Elsham Papua, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), NU, MUI, Muhammadiyah dan Akademisi Uncen.
"Para tokoh yang hadir ini, yang selama ini melakukan advokasi isu isu strategis dalam aspek kemanusiaan, aspek sosial, keagamaan dan dalam konteks Hak Asasi Manusia. Sehingga sangat diharapkan dapat mendukung terciptanya perdamaian di tanah Papua," kata Felix.
Pertemuan berlangsung tertutup selama kurang lebih 45 menit.
Pdt. Herman Saud
Saling Curiga
Anggota FKUB, Pdt.Herman Saud saat ditemui wartawan usai pertemuan mengatakan, jika berbicara soal masalah konflik sosial di Papua, permasalahannya karena tidak ada rasa kepercayaan antara masyarakat Papua dengan pemerintah.
"Selama ini saya ikuti perkembangan, saya lihat itu tidak ada saling kepercayaan antara orang Papua dengan orang di Jakarta (Pemerintah Pusat). Selalu ada saling mencurigai, sehingga menimbulkan banyak masalah, padahal kita ini Indonesia, mau apalagi?" tuturnya.
Mantan Ketua Sinode GKI di Tanah Papua ini mencontohkan, seperti aksi aksi pemberontakan, aksi kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh anak anak muda di wilayah pegunungan Papua saat ini (aksi Kelompok Kriminal Bersenjata).
Menurut Herman Saud, ini karena tidak ada kepercayaan dari mereka lagi terhadap pemerintah, yang dianggap musuh karena tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat terutama Orang Asli Papua. Begitupun sebaliknya pemerintah selalu menilai orang Papua tidak mampu dalam segala hal.
"Nah, ini yang menurut hemat saya menjadi persoalan yang kemudian timbul persoalan lainnya. Misalnya soal seperti sekarang di pedalaman ini. Anak-anak muda yang lahir pada tahun 80-an, 90-an, mereka yang berontak, Bukan orang tua macam kita ini, Ini persoalan yang ada. Hidupnya di mana? Ini soal kepercayaan saja. Sehingga kalau ada masalah, lebih baik mari duduk bicara," ujarnya.
Menurut pendeta Herman, ada salah komunikasi antara masyarakat terutama dengan pemerintah daerah di Papua.
"Pemerintah di Papua ini tidak jujur, tidak melakukan tugas tugas yang diamanatkan oleh pemerintah pusat, untuk membangun masyarakat. Ada miskomunikasi, betul. Jadi saya pikir terutama masalahnya itu ada di pemerintah kita di Papua ini sendiri. Selalu ada diskriminasi tapi itu dari pemerintah kita sendiri," ujarnya menyayangkan.
"Termasuk soal anggaran dari pusat yang banyak dikucurkan untuk membangun Papua, Kita adalah wilayah keempat yang paling banyak dapat uang, namun tidak diketahui uangnya lari kemana?" herannya.
"Kalau ada persoalan hukum. Siapapun itu harus tetap dibawa ke pengadilan , jangan sembunyi dibelakang politik. Sebenarnya itu yang menjadi persoalan kita," imbuhnya.
Pengadilan HAM di Papua
Salah satu usulan Tokoh Agama adalah perlunya Pengadilan HAM di Papua.
Menurut Herman, salah satu ketakutan dari pemerintah pusat adalah masalah keamanan di Papua.
"Sering kali ada ketakutan-ketakutan yang tidak benar juga. Kalau bilang di Papua sini keamanan tidak dijamin, lalu polisi dan tentara yang banyak di sini kerja untuk apa?" herannya lagi.
Pelaksanaan Otonomi Khusus no. 2 tahun 2021, diharapkan pengawasan yang lebih ketat, agar pemerintah daerah dapat melakukan tugasnya dengan baik.
"Pendekatannya, hak-hak dari rakyat itu diberi. Ini yang menurut hemat saya," ucapnya.
Sedangkan untuk penyelesaian konflik sosial di Papua, Herman Saud berpendapat harus melibatkan Tokoh Adat dan Tokoh Agama yang berada di garda terdepan.
"Karena kalau penyelesaian konflik sosial, yang masuk langsung TNI Polri malah mengkhawatirkan. Jadi tahapan ini tokoh adat dan agama yang menyelesaikan, nanti kalau tidak bisa baru polisi masuk. Ini kan sedikit masalah, ada konflik, langsung TNI Polri banyak banyak diturunkan, bahkan dari luar Papua, padahal mereka tidak tahu persoalan. Sehingga sebaiknya diserahkan ke pihak adat," usulnya.
Tanggapan Wapres
Sementara itu, Wakil Presiden dalam konferensi pers usai pertemuan menyatakan, terkait upaya pemerintah dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat Papua, telah dan sedang dilakukan.
"Upaya yang kita lakukan melalui dialog dengan berbagai tokoh.Banyak hal diluar rapat formal yang sudah dilakukan dan beberapa hal sudah diselesaikan," ujar Wapres.
Diharapkan hal yang menjadi salah pengertian ini bisa diluruskan. Kita bicara apa yang menjadi keinginan masyarakat Papua.
Disinggung soal apakah dari BP3OKP juga akan melakukan komunikasi dengan kelompok kelompok yang berseberangan dengan NKRI (Pro Papua Merdeka), yang selama ini terus meneror masyarakat di Papua dengan aksi aksi kekerasan? Secara tegas Wapres Amin menyatakan komunikasi itu tidak akan pernah dilakukan.
"Kalau bicara merdeka itu, tidak ada merdeka. Karena NKRI itu harga mati, jadi bertemu dengan mereka itu bukan solusi. Tetapi jika dalam hal lain, tentunya kita akan bicarakan secara terbuka," tegasnya.**