Arak arakan Peti Jenazah Lukas Enembe di Sentani Jayapura Berujung Ricuh, Pj Gubernur Terluka
SENTANI, wartaplus - Arak arakan jenazah mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe di Sentani, Kabupaten Jayapura, Kamis (28/12) berujung ricuh.
Ribuan massa yang berjalan kaki mengarak peti jenazah mendiang Lukas Enembe dari Bandara Sentani menuju lapangan STAKIN GIDI bertindak anarkhis. Mereka melakukan pengrusakan sejumlah kendaraan dan melempari bangunan di sepanjang jalan yang dilalui.
Kapolres Jayapura, AKBP Fredrickus Maclarimboen kepada wartawan, Kamis sore, mengatakan, dari data sementara ada dua kantor bank yang terkena lemparan batu dan pengrusakan mesin ATM yaitu bank BRI dan bank Papua. Serta pengrusakan sejumlah kendaraan baik mobil maupun sepeda motor.
"Salah satunya mobil milik Karo Ops Polda Papua yang dibakar," sebut Kapolres menyayangkan.
Selain melakukan pengrusakan, massa yang anarkhis juga melempar batu secara membabi buta dan melakukan pengeroyokan terhadap seorang anggota Polri.
"Dari data sementara ada empat korban luka yaitu Penjabat Gubernur Papua, bapak Ridwan Rumasukun terkena lemparan batu, langsung dibawa ke rumah sakit Dian Harapan, lalu sopir Karo Ops (dikeroyok massa), satu anggota TNI, dan satu warga, ketiganya dirawat di klinik 751," sebut Kapolres.
Kapolda Papua Irjen Mathius Fachiri turun langsung berkomunikasi dengan massa
Ulah Provokator
Ia menyayangkan aksi anarkis yang dilakukan oleh para provokator yang menyelundup masuk di tengah tengah kumpulan massa.
"Tentunya ini sangat kami sayangkan, karena tidak sesuai dengan apa yang telah dirapatkan. Artinya, kesepakatan dengan pihak gereja dan keluarga bahwa kita sama sama berkomitmen mengawal, mengantar almarhum bapak Lukas Enembe ke tempat peristirahatan terakhirnya dengan aman dan damai. Namun fakta di lapangan tidak sesuai kesepakatan," sesalnya.
Menurut Kapolres, arak arakan peti jenazah ini telah ditunggangi oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab dan sengaja untuk membuat kerusuhan.
"Sebenarnya kami berharap pihak yang terlibat dalam proses pengantaran jenazah hingga ke tempat persemayaman di lapangan Stakin bisa memberikan pemahaman kepada massa, sehingga semua prosesnya bisa berjalan dengan baik dan aman," harapnya.
"Karena ini kita dalam kondisi duka, seharusnya tidak membuat atau memancing terjadinya kerusuhan," sesalnya lagi.
Kapolres juga mengaku bahwa aparat keamanan sudah melakukan tindakan persuasif selama prosesi arak arakan berjalan.
"Aparat keamanan sudah kawal baik, kita tadi hanya bersikap pasif, mengamati. Tapi kemudian justru diserang oleh massa.
Ditanya apakah ada peningkatan status keamanan, pasca kerusuhan yang terjadi? Kapolres secara tegas menyatakan untuk sementara tidak ada.
"Kita hanya berharap bisa dimakamkan hari ini. Namun jika tidak, kita juga akan tetap monitor sampai selesainya," tukasnya.
Lalu berkaitan dengan penegakan hukum dalam kasus kerusuhan ini? Kapolres menyatakan akan tetap dilakukan.
"Tadi dari tim identifikasi sudah kami perintahkan untuk mendata kerusakan-kerusakan yang terjadi sepanjang arak-arakan tadi," ucapnya seraya menambahkan hingga petang ini situasi di wilayah Kota Sentani masih terpantau aman kondusif.
Pj Gubernur Papua terluka akibat lemparan batu
Hingga berita ini diturunkan, jenazah mendiang Lukas Enembe masih dalam perjalanan menuju Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura.
Sebelumnya jenazah disemayamkan di lapangan STAKIN Sentani. Disana dilakukan ibadah serta penyerahan jenazah dari pihak Pemerintah Provinsi Papua kepada keluarga.
Lukas Enembe yang dijuluki sebagai Bapak Pembangunan Papua menghembuskan nafas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, pada Selasa (26/12/2023) sekira pukul 11 siang, di usia 56 tahun. Lukas Enembe wafat setelah menjalani perawatan akibat penyakit gagal ginjal dan komplikasi penyakit lainnya.
Hingga tutup usia, Lukas Enembe diketahui berstatus sebagai terdakwa kasus suap dan gratifikasi sejumlah proyek pembangunan selama menjabat Gubernur Papua 2 periode sejak 2013 lalu.
Almarhum telah diputus bersalah pada putusan sidang tingkat pertama dengan hukuman 8 tahun penjara. Lalu kemudian pada putusan banding hukumannya diperberat menjadi 10 tahun.**