TPNPB-OPM Serukan Ibadah Syukur Perayaan 1 Juli
JAYAPURA,-Perayaan 1 Juli yang diklaim oleh kalangan TPNPB-OPM sebagai Hari Ulang Tahun Bangsa Papua Barat dirayakan dengan doa bersama dan ibadah syukur. Ini dikatakan Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)- Organisasi Papua Merdeka Sebby Sambom kepada wartaplus.com, Mingggu (1/7) pagi.“Kepada seluruh komando daerah pertahanan untuk memperingatinya,“ujarnya
Sementara itu Panglima Komando Daerah Militer Devisi I Mamta-Papua Barat Augustine Kres menegaskan bahwa jajarannya akan melaksanakan upacara 1 Juli di Markas Besar OPM Victoria, Papua Barat pada Minggu (1/7). 1 Juli diklaim oleh kalangan TPN/OPM sebagai Hari Ulang Tahun Bangsa Papua Barat.
Sebab itu, Kres menghimbau kepada seluruh pertahanan militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) ke-8 Kodap di tanah air Papua Barat, khususnya di wilayah perbatasan RI-PNG dan seluruh lapisan masyarakat untuk menggelar doa dengan penuh damai berdasarkan UUD 1971.
“Jadi kami akan merayakan 1 Juli dalam bentuk upacara dan doa damai di Markas Victoria,” ujar Kres di Kampung Yeti, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua, Selasa (26/6/2018).
Dalam wawancara ini Kres juga menghimbau agar momen 1 Juli 2018 nanti, seluruh jajaran OPM-Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) menghormati dan menghargai pelaksanaan sidang Asia Pasific Economic Corporation (APEC) yang akan berlangsung di Port Moresby, PNG pada November 2018 mendatang, dengan tidak melakukan aksi kekerasan apapun, khususnya kontak senjata yang dapat merugikan masyarakat.
Kres mengaku kecewa dengan pemerintah pusat dan daerah, yang belum juga mengakomodir aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui dirinya sejak tiga tahun silam. Padahal, Kres berharap pemerintah membuat kebijakan untuk membangun wilayah perbatasan yakni di kawasan Arso Timur.
“Tiga tahun berlalu tapi belum ada janji pemerintah yang direalisasikan. Saya merasa menyesal dan kecewa, padahal saya sudah pernah bertemu pemerintah pusat melalui Kementerian Pertahanan (Menhan) pada tahun 2016 lalu, kemudian tahun 2017 juga saya sudah pernah bertemu dengan pihak BAIS di Jakarta, namun hasil dari keinginan rakyat kami yang saya sampaikan tidak diwujudkan sampai saat ini,”ungkapnya.
Kendati pernah bertemu dengan pemerintah pusat di Jakarta, namun Kres menegaskan bahwa ia belum menyerahkan dirinya untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi sebagai rakyat Indonesia lainnya.
“Saya tidak pernah menyerahkan diri kepada NKRI, saya masih bertahan dan berjuang untuk pembebasan bangsa Papua Barat,”akunya.
Lanjut Kres, ketika masyarakatnya masih terus hidup dibawah garis ketidaksejahteraan, ketimpangan sosial dan ketertinggalan, maka kerinduannya untuk kembali kembali ke pelukan NKRI akan hilang karena terkubur oleh kekecewaan terhadap sikap pemerintah yang terkesan apatis.
“Padahal saya rindu, saya membawa aspirasi masyarakat ke pemerintah pusat untuk membangun daerah ini agar maju dan masyarakatnya sejahtera. Tetapi lagi-lagi tahun berganti tahun, saya melihat, merefleksi ternyata tidak ada (aspirasi) yang diwujudkan”.
“Saya pun bertanya kepada hati saya, kalau seperti ini kenapa saya harus mempertahankan damai seperti janji saya kepada Kementerian Pertahanan RI untuk selalu mengawal kedamaian di wilayah saya. Toh, pemerintah saja tidak punya itikad baik untuk membangun daerah ini,” timpalnya.
Kres kembali menegaskan, sementara ini ia dan pasukannya akan menahan diri untuk tidak membuat aksi dalam bentuk apapun selama Pilkada Gubernur Papua hingga pelaksanaan Sidang APEC di Port Moresby. Namun pasca dua perhelatan itu, ia akan membuat perhitungan dengan pemerintah pusat dan daerah yakni mengambil langkah militer di wilayah Kodam Devisi I Mamta-Tami.
“Bagi saya ini (cara militer) merupakan langkah yang tepat, karena ini sebagai bentuk kekecewaan kami,” katanya.
Membongkar Patok MM 23
Kres menyadari betul bahwa tindakan yang akan ia lakukan nanti adalah tindakan yang tidak diinginkan pemerintah. Tindakan tersebut salah satunya akan membongkar patok MM 23 yang berdiri di atas tanah antara Indonesia-PNG yang merupakan simbol ekonomi bagi dunia internasional.
Tugu yang berada di antara dua negara RI-PNG di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom ini, merupakan simbol perjanjian antara tiga negara, Jerman, Inggris dan Belanda.
Seharusnya Pemerintah Indonesia dan PNG duduk bersama dan membahas soal keberadaan tugu tersebut. Pasalnya, tugu itu didirikan hanya untuk kepentingan ekonomi negara asing dalam hal pembagian sumber daya alam (SDA).
“Sekali lagi tugu itu bukan simbol kebangsaan, hanya untuk kepentingan ekonomi, jadi kalau saya bongkar akan menjadi persoalan dunia internasional karena siapa yang akan mengambil Papua Barat dan siapa yang ambil PNG,”terangnya.
Mengingat tugu atau patok tersebut bukanlah patok batas dua negara, melainkan hanya sebuah simbol ekonomi internasional bagi negara-negara asing khususnya Jerman, Belanda dan Inggris.
“Jadi keberadaan patok ini bukan untuk PNG dan Papua Barat. Makanya kami akan robohkan saja karena menurut kami daerah ini tidak usah ada tugu perbatasan, dan saya berhak karena saya juga anak dari kepala suku di sini,”ancamnya. *