Free Papua 'Manyala' di Sidang Bangsa Pribumi, Octovianus Motte Nyalakan Semangat Pembebasan

JAYAPURA,wartaplus.com - Ketua Dewan adat Papua, Dominikus Sorabut mewakili 7 wilayah adat dan masyarakat adat menyampaikan, terimakasih dan apresiasi kepada Octovianus Mote, yang juga Wakil Presiden Eksekutif ULMWP selaku speaker Papua Customary Council di UNPFII yang telah menyampaikan penderitaan dan harapan Bangsa Papua dalam forum PBB di New York USA pada 25 April 2025.
Ia mengajak masyarakat adat Papua untuk bangkit membela, melindungi dan mempertahan harkat dan marbatnya dari ancaman yang terjadi pada mereka.
"Teruslah membela dan mempertahankan kekayaan alam Papua. Marilah kita setia dan konsisten dalam tugas dan perannya masing-masing bergerak bersama selamatkan alam dan manusia Papua dari ancaman kolonialisme, kapitalisme dan militerisme. Semoga Tuhan Sang Pemilik dan pencipta manusia memberikan kekuatan kepada orang Papua semua,"ujarnya, Sabtu (26/4/2025).
Sementara dalam sidang tersebut Octovianus Mote menyampaikan bahwa rakyat West Papua dalam ancaman genosida, ekosida dan etnosida.
Dan ini penyampaian Octovianus Mote yang ia bacakan dalam Sidang Masyarakat Pribumi PBB di New York USA pada 25 April 2025.
"Di Pasifik sedang memasuki tahun kritis dalam perjuangan kolektif kita melawan kekuatan kolonial yang terus merajalela di tanah kita. Papua Barat, di bawah logika kolonial yang sama, rakyat kita kini menghadapi genosida, etnosida, dan ekosida. bukan hanya kata-kata kami—mereka didukung oleh penelitian akademis, organisasi hak asasi manusia, (piagam hak asasi manusia dan badan perjanjian PBB serta diakui oleh berbagai Pelapor Khusus PBB."
Akar kolonialisme di Papua Barat adalah rasisme. Sebuah laporan yang diterbitkan tahun ini oleh Hak Asasi Manusia mengungkap secara rinci bagaimana negara Indonesia telah melakukan rasisme sistemik terhadap orang Papua. 1 Mei 1963 hari Indonesia pertama kali menginjakkan kaki di tanah kami. Rasisme telah merasuki setiap aspek kehidupan, melucuti martabat, hak, dan keberadaan kami.
Dikatakan, lima tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah menyerahkan sumber daya alam kami kepada perusahaan-perusahaan nasional internasional melalui apa yang disebut mekanisme Ombudsman, mengorbankan hak dan kehidupan orang Papua. Eksploitasi ini ditambah dengan pembagian paksa Papua menjadi enam provinsi, meskipun ada protes besar-besaran dari rakyat kami.
Di samping itu, Indonesia telah mengerahkan tiga batalyon di setiap distrik-daerah yang dihuni kurang dari 50.000 orang. Sejak 2018, operasi militer ini telah menggusur lebih dari 80.000 penduduk asli Papua dari tanah air mereka sendiri.
Berdasarkan hal ini, dan berdasarkan prinsip tanggung jawab untuk melindungi (R2P), kami mendesak Dewan Keamanan PBB untuk memastikan penerapan hukum humaniter internasional untuk melindungi warga sipil yang tidak bersalah di Papua Barat.
Kedua, sejalan dengan agenda Dekolonisasi PBB untuk 2021-2030, kami menyerukan kepada Forum Tetap PBB untuk isu-isu Masyarakat Adat untuk menindaklanjuti studi tahun 2013 tentang kolonialisme di Pasifik. Lima tahun ke depan sangat penting.
"Seperti tahun sebelumnya, saya ingin menggemakan seruan forum yang kembali disampaikan kepada Pemerintah Indonesia untuk menanggapi kekhawatirannya mengenai situasi di Papua Barat, khususnya konflik yang berdampak pada masyarakat adat. Forum mendesak Indonesia untuk menunjukkan transparansi dan akuntabilitas dengan memberikan undangan resmi kepada Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak-hak Masyarakat Adat, serta pemegang mandat prosedur khusus lainnya yang relevan, untuk melakukan kunjungan resmi ke negara tersebut dan menilai secara independen situasi hak asasi manusia di lapangan,"ujarnya.
Kunjungi Papua Barat
Kata dia, seruan ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran internasional yang dipimpin oleh negara-negara Kepulauan Pasifik dan didukung oleh anggota Kelompok Afrika, Karibia, dan Pasifik (ACP) serta Organisasi Negara-negara Afrika, Karibia, dan Pasifik (OACPS) dengan lebih dari 80 negara anggota PBB mendesak Indonesia untuk mengizinkan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mengunjungi Papua Barat.
Memberikan akses tersebut tidak hanya akan memperkuat kredibilitas Indonesia di masyarakat internasional, tetapi juga menandai langkah penting menuju pembangunan kepercayaan, memastikan akuntabilitas, dan memajukan perdamaian di kawasan tersebut.
"Akhirnya, melalui forum ini, saat kami masyarakat adat Papua Barat menghadapi ancaman yang sangat serius, saya menyampaikan permohonan yang tulus kepada masyarakat internasional berdirilah bersama kami di hadapan masyarakat Papua. Karena Kedaulatan tidak diberikan kepada bangsa Papua,"tegasnya.*