Juventus May: Putusan MK Melarang Pengurus Parpol Maju DPD Sangat Terlambat
MANOKWARI,-Salah satu bakal calon DPD RI asal Provinsi Papua Barat Vicktor J May mengakui bahwa sebagai warga negara wajib mematuhi adanya putusan Mahkama Konstitusi (MK) atas gugatan pengurus parpol aktif dilarang maju sebagai dewan perwakilan daerah (DPD) RI, namun putusan itu sangat terlambat.
Meskipun putusan atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK) sudah final.
Menurut pendapat Juventus, putusan MK keluar setelah KPU sudah menetapkan bakal calon DPD. Padahal sebagai pengurus parpol tentu akan patuhi putusan MK, namun kalau putusan itu keluar sebelum penetapan KPU.
"Sebagai warga negara taat hukum dan aturan di negara ini, namun sesungguhnya sebagai warga negara memiliki hak politik dan tentu KPU harus pertimbangkan putusan MK itu secara arif dan bijaksana" kata Juventus melalui sambungan telepon, Selasa (31/7).
Kata dia, sebelumnya kalau sudah ada putusan MK mendahulu KPU, maka arah politik bisa dipilih oleh mereka. Namun saat ini nama mereka sudah ditetapkan oleh KPU, maka sebagai calon DPD tentu menilai putusan itu tergesa gesa dan terkesan mendesak.
Lanjutnya, didalam peraturan KPU belum dikeluarkan atas putusan MK, termasuk belum merevisi UU KPU, maka hal ini bisa menjadi persoalan bagi bakal calon DPD yang sudah ditetapkan KPU.
Ia menambahkan saat ini terdapat 14 pengurus partai Golkar aktif seluruh Indonesia termasuk Papua Barat yang memilih maju mencalonkan diri melalui DPD atau non partai.
"Saat ini ada upaya hukum lain yang dilakukan, sebab putusan MK tentang pengurus parpol dilarang maju DPD RI tentu sudah terlambat, lalu apakah KPU bisa pertanggung jawabkan hak politik kami sebagai warga negara?"tanya Victor May.
Untuk diketahui bersama bahwa pada putusan MK berdasarkan situs resmi MK terdapat lima poin penting, satu di antaranya adalah dalam permohonannya, Hafidz yang peserta Pemilu 2014 untuk DPD dari calon perseorangan dan hendak kembali maju pada Pemilu 2019, melampirkan data mengenai profil anggota DPD. Data itu diperolehnya dari Indonesian Parliamentary Center (IPC).
Dari data tersebut, hingga akhir 2017, ada 78 dari 132 anggota DPD yang merupakan pengurus parpol. Berdasarkan data itu, yang terbanyak adalah berasal dari Partai Hanura (28 orang), Partai Golkar (14 orang), Partai Persatuan Pembangunan atau PPP (8 orang), Partai Keadilan Sejahtera atau PKS (6 orang), dan Partai Amanat Nasional (PAN).*