Orasi Mahasiwa Unipa Nilai Rakyat Papua Diintimidasi Saat Pepera 1969
MANOKWARI,- Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di lingkungan Unipa Manokwari menggelar demo damai tentang kegagalan Pepera 1969 di negara Indonesia.
Mahasiswa menilai bahwa pada Pepera tahun 1969 di mana 8 Kabupaten di Tanah Papua yang mengambil bagian pada pertemuan Pepera, ada intimidasi oleh beberapa pihak terkait kepada rakyat Papua sehingga Papua tidak bisa menentukan nasibnya sendiri.
Orator lapangan, Rusmanudin Kelkusa mengharapkan PBB melakukan evaluasi tentang Pepera tahun 1969 silam di Tanah Papua, sebab hanya 1 persen Orang Asli Papua yang masuk pada agenda Pepera yang akan menentukan nasib sendiri itu, akan tetapi justru gagal karena adanya intimidasi.
Kata dia, keikutsertaan rakyat Papua pada momen itu dibatasi, sehingga Pepera itu dinilai gagal, sebab tidak sesuai dengan mekanisme. Oleh sebab itu, PBB diminta melihat kembali agenda Pepera itu, termasuk mengumpulkan data dan fakta tentang Pepera tersebut.
"Aksi ini kami lakukan agar PBB segera melihat kembali sejarah Pepera, sebab sangat ilegal dan adanya intimidasi kepada rakyat Papua, maka kami menolak Pepera tersebut" tegas Rusmanudin, Kamis (2/8) di halaman kampus Unipa Manokwari.
Kata mahasiswa, Papua hanyalah titipan. Namun sejak Pepera itu, Papua masih berada di NKRI. Disitulah rakyat Papua terus diintimidasi dengan berbagai hal.
"Salah satunya isi alam di Tanah Papua dirampas dari rakyat Papua, maka rakyat Papua terus dilanda kemiskinan di atas tanah sendiri," katanya.
Demo ini sesuai fakta Pepera, namun kalau PBB tidak ambil tindakan, maka masih ada cara lainnya, misalnya ULWP dan politisi Papua yang sedang membangun lobi politik tentang nasib Papua di negara ini.
Ia menambahkan delegasi Papua terus memperjuangkan nasib Papua, namun saat ini Indonesia negara demokratis, tetapi terus diintimidasi karena ada ketakutan kepada rakyat Papua untuk menyuarakan kebenaran dengan sejarah Papua.
Padahal negara demokrasi namun semua rakyat, khususnya rakyat Papua dari berbagai organisasi seperti KNPB dan lainnya tidak diberikan kesempatan berdemokrasi tapi dihadang hingga diintimidasi oleh oknum penegak hukum di negara ini.
Pilatus, Presiden Mahasiswa Unipa mengatakan, bahwa Kamis (2/8) merupakan sejarah Pepera, dimana aksi ini dilakukan menentang Pepera, sebab secara hukum tidak jelas dan bertentangan dengan rakyat Papua.
Kata Presma Unipa, saat ini rakyat Papua terus ditindas sana sini oleh oknum penegak hukum selama hampir 25 tahun sejak Pepera itu ditetapkan, maka aksi demo ini bukan saja dari BEM tetapi tergabung beberapa forum mahasiswa lainnya.
“Oleh sebab itu, mahasiswa menolak Pepera, sebab secara langsung tidak sesuai dengan prosedur hukum di PBB. "Kami menolak Pepera" ucap Presma.
Juru bicara (Jubir) Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Domberay Papua Barat, Timotius D. Yelimolo mengatakan bahwa, apa yang dilakukan mahasiswa dan rakyat Papua serentak didukung DAP.
Sebab, kata Daud, fakta Pepera sangat jelas bagi rakyat Papua. Oleh karena itu, DAP secara struktur akan mendukung apapun yang dilakukan rakyat Papua.
Pasalnya dari persoalan Papua ini mengakibatkan pelanggaran HAM terus terjadi, maka kesepakatan Pepera 2 Agustus 1969 silam tentu tidak jelas arahnya karena Papua ditarik dari PBB, sehingga nasib Papua dari Sorong sampai Smarai terus menjadi pertanyaan sejarahnya masuk ke NKRI. Dia menambahkan harkat martabat masyarakat adat asli Papua harus dipertahankan. *