RSUD Jayapura Nunggak Utang Ratusan Juta di RSCM Jakarta
JAKARTA, - Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) menyambangi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rabu (24/10) melakukan monitoring evaluasi terhadap pelayanan pasien Asli Papua rujukan dari RSUD Jayapura yang menggunakan jaminan Kartu Papua Sehat (KPS). Sudah empat tahun, Pemerintah Provinsi Papua menandatangani Perjanjian Kerjasama (memorandum of understanding) dengan RSCM untuk pelayanan rujukan ini.
Dalam pertemuan dengan Managemen RSCM, salah satu keluhan yang disampaikan pihak rumah sakit pemerintah terbesar di Indonesia itu adalah menyangkut utang yang belum terbayarkan selama setahun terakhir ini.
Nur Widyastuti, staf bagian Perbendaharaan RSCM mengatakan hingga Oktober 2018, total utang yang dimiliki oleh RSUD Jayapura selaku pihak yang merujuk pasien adalah sebesar Rp 221 juta rupiah.
“Rinciannya, tahun 2015 Rp 11.591.000, tahun 2016 Rp 14.283.900, tahun 2017 Rp46.992.100 dan tahun 2018 Rp 160.132.100,” kata Nur.
Menurut Nur, berdasarkan Perjanjian Kerjasama, klaim tagihan dikirim ke RSUD Jayapura tiap bulan dengan batas pembayaran dua minggu. Hanya saja, Nur mengaku akhir-akhir ini, komunikasi pihak RSCM dengan pengelola KPS di RSUD tidak berjalan efektif.
“Saya WA juga dibaca saja. Makanya belum dibayar. Ini mau akhir tahun, pembayaran ini juga jadi pegangan bagi kami untuk pelayanan bagi pasien Papua. Tolonglah UP2KP bantu kami fasilitasi pembayaran biar cepat,” kata Nur, seperti dikutip dari rilis UP2KP
Di hadapan UP2KP, Kepala Bagian Pemasaran RSCM dr. Ananato Prasetya Hadi meminta Nur membuat surat resmi terkait utang pembiayaan yang menunggak. Surat ditujukan kepada Direktur Eksekutif UP2KP dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Papua dan RSUD.
Salah satu yang menyebabkan membengkaknya biaya karena pasien dan keluarganya enggan menginap di rumah singgah yang telah disediakan pihak rumah sakit
Ketua Tim UP2KP, Alexander Krisifu menyoroti hampir 99 persen pasien Papua yang dirujuk dari RSUD Jayapura yang tidak mau menginap di Rumah Singgah yang disediakan RSCM dan malah memilih tinggal di hotel.
“Sepanjang 2018, dari 220 pasien yang datang berobat di RSCM, hanya 8 yang menginap di Rumah Singgah. Ini yang buat biaya membengkak. Seharusnya biaya akomodasi yang diterima sejak dirujuk itu dipakai sehemat mungkin oleh keluarga yang mendampingi,” kata Alex yang didampingi Tim UP2KP, Jordan Mangar, Marcus Simaela, Hidayat Wairoy, Derik Pinibo dan Gusty Masan Raya.
UP2KP Siap Kawal
Dari monev ini, kata Alex, pihaknya mendengarkan dan menginput semua keluhan dan masukan terkait pelayanan pasien rujukan dari Papua. Soal tagihan, ia mengaku pihak UP2KP akan bertemu langsung Direktur RSUD Jayapura untuk mengawal dan mendorong agar utang harus segera dilunasi.
Alex menilai, RSCM merupakan salah satu rumah sakit Type A Plus yang cukup baik melayani pasien Papua selama ini. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Papua, dalam hal ini RSUD Jayapura harus juga memikirkan perpanjangan kelanjutan kerjasama dengan melunasi kewajibannya. Sebab pagu anggaran setiap tahun bagi pelayanan rujukan ke luar Papua sangat besar.
“Kemudian, tentang keluhan soal banyak pasien yang datang tanpa identitas lengkap dan Surat Jaminan, kami minta RSCM dan RSUD Jayapura memperbaiki komunikasi agar setiap pasien yang dirujuk. Satu dua hari sebelum berangkat, harus ada komunikasi, termasuk mengecek administrasinya. Kasihan, nanti menyusahkan pasien dan keluarga yang sudah jauh-jauh datang berobat di Jakarta,” jelasnya.
Rombongan UP2KP di kesempatan itu juga mengunjungi beberapa pasien asal Papua yang dirujuk menggunakan KPS diantaranya Yusup Dumweng Opki (11 th) yang menderita tumor di pergelangan kaki dan mama Yelina Logo yang menderita tumor saluran kencing dan tengah menunggu waktu operasi.