Laduani: Belum Ada Komitmen Kuat Terkait Pengembangan Sagu dan Kopi di Papua
JAYAPURA, - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pemerintah Provinsi Papua, Omah Laduani Ladamay mengatakan selama ini belum ada satu komitmen yang kuat baik di Provinsi maupun Kabupaten Kota untuk bagaimana mengembangkan komoditas sagu dan kopi di wilayah bumi cenderawasih.
"Kita terus berusaha mendorong untuk pengembangan dua komoditas ini. Bahkan sudah kita masukkan dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) provinsi Papua untuk lima tahun ke depan," kata Laduani pada acara Seminar Hasil Hasil Penelitian Balitbangda Papua 2018, di Jayapura, Rabu (14/11).
Dia menguraikan, sebelumnya dari hasil penelitian di lima wilayah adat sudah diinventarisir sedikitnya 10 komoditas unggulan. Namun kemudian setelah dikaji lebih dalam lagi akhirnya dikurangi menjadi dua komoditas yakni sagu dan kopi.
"Sagu ini sangat berguna untuk ketahanan pangan, ketahanan pendapatan untuk masyarakat di daerah pesisir. Lalu kopi ini pasarnya oke dan masyarakat juga sudah mengerti dan mengenal kopi sejak lama,"urainya.
Inovasi Teknologi
Menyoal sagu, Laduani menjelaskan, tanaman ini telah ada sejak dahulu kala di Papua. Yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana pengembangan produksinya. Sehingga pihaknya mendorong melalui inovasi teknologi.
"Kalau masih secara tradisional memangkur sagu itu, satu pohon sagu butuh waktu 1 minggu sampai 10 hari untuk produksinya. Namun jika menggunakan teknologi baru, maka satu pohon bisa dikerjakan hanya tiga jam. Inikan mempercepat produktivitas masyarakat. Sehingga kemarin kita hitung dari litbang satu hari produksi bisa menghasilkan empat sampai lima pohon sagu," jelasnya.
Dari segi pemasaran, kata Laduani, untuk sagu kebutuhan pasar lokal masih sangat terbuka. Sebab selama ini hotel hotel di Papua belum mampu menyiapkan sagu seperti di Provinsi Riau.
"Ini yang kita dorong," tukasnya.
Lalu pasar regional juga terbuka apalagi pasaran nasional dan dunia "Jadi kita tidak ragu untuk mengembangkan sagu,"ujarnya seraya menambahkan produktivitas sagu cukup tinggi dari komoditas lainnya .
"Kalau padi maksimal 8 ton paling tinggiu 10 ton sekali panen. Bisa dibayangkan kalau sagu yang didorong satu juta hektar secara maksimal. Sagu bisa 12 tahun sekali panen tapi setiap tahun bisa tumbuh anakannya (tunas) sehingga siklus panennya tetap," bebernya
"Jadi ini proses yang paling mudah dan memang sagu dikasih Tuhan ke Papua ini sangat luarbiasa. Kita lihat nilai manfaatnya baik pangan, pakan untuk kesehatan semuanya oke. Kadar gulanya rendah sehingga orang tidak mudah terserang diabates maupun sakit jantung," sambungnya.
Begitu pula dari sisi lingkungan sangat memungkinkan. Akarnya cukup kuat menahan air, membuat air sejuk. Di lingkungan juga paling banyak mengeluarkan oksigen, mampu menyaring karbondioksida dan karbonmoksida.
Nilai Jual Tinggi
Sementara kopi mempunyai nilai jual tinggi. "Kopi arabica tinggi. Dulu tidak ada standar di pedalaman sebelum kita tangani secara baik. Kopi dulu 20 ribu sekarang rata rata 80 ribu perbungkus. Bahkan di kabupaten Dogiyai sekarang sekira 150 ribu rupiah. Nah ini pendapatan yang bukan kecil. Jadi satu hektar di komoditas lain cuma dapat puluhan juta, kalau kopi sudah ratusan juta. Kalau gunung kita dorong kopi di pesisir itu sagu," ungkapnya.
Jika kedua komoditas ini bisa memberi ekonomi luarbiasa bagi masyarakat Papua apalagi jika dikuasai oleh masyarakat lokal, maka menurut Laduani, apa yang diharapkan dalam visi misi Gubernur yakni Papua Bangkit Mandiri Sejahtera dan Berkeadilan dapat terwujud.