Komisi IV DPR RI Kunker di Jayapura, Ini Penjelasan Michael Wattimena
MANOKWARI- Komisi IV DPR Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja di PT Mansinam Global Mandiri, di Jayapura Provinsi Papua, Jumat (15/2). Disana Komisi yang membidangi Pertanian, Kehutanan, Perikanan, dan Perum Bulog itu meninjau langsung usaha budidaya ikan dan tanaman sagu.
Tidak hanya itu, rombongan Komisi IV itu juga melakukan tatap muka dengan pihak swasta, pemerintah daerah dan lintas Kementerian serta masyarakat adat setempat.
Kunjungan kerja tersebut dipimpin langsung Wakil Pimpinan Komisi IV DPR RI Dr. Micahel Wattimena dan didampingi 11 anggota lainnya.
Wattimena mengatakan, mereka tidak hanya sendiri, namun bersama Kepala Badan Litbang Pertanian, Dr. Ir. Fadjry Djufry, M,Si, Direktur Polbangtan Manokwari drh.Purwanta,M.Kes, Direktur Irigasi, Ir.Rahmanto,M.Si, Kepala Balai Besar Pengujian Mutu Benih, Ir.Warjito, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Perkebunan, Ir.Dedi Djunaedi,M.Sc serta Kepala BPTP Balitbangtan Papua, Dr.Ir.Muhammad Thamrin,M.Si.
Menurut Wattimena bahwa kunjunga itu merupakan agenda Komisi IV DPR RI pada masa reses persidangan III Tahun 2018-2019 tentang progres pembangunan sesuai dengan bidang Komisi IV DPR RI.
Salah satunya termasuk diselaraskan dengan capaian kerja pembangunan pertanian Kementan dalam kurun waktu empat tahun ini. Dalam komunikasi melalui sambungan telepon, Jumat malam, Wattimena menjelaskan bahwa terdapat enam poin permintaan masyarakat adat setempat.
"Jadi, terdapat enam poin permintaan masyarakat adat saat kita jumpa mereka di areal PT Mansinam Global Mandiri di Kelurahan Abe Pantai, Kota Jayapura, Papua. Dimana perusahan itu mengelola kayu," jawab Wattimena.
Enam poin tersebut, kata Watimena, kementerian diminta berikan akses legal bagi masyarakat adat kelolah hutan, berikan regulasi mitra usaha antara masyarakat dan pelaku usaha lokal non HPH, tetapkan NSPK untuk Papua dan evaluasi HPH di Papua.
Lanjut dia, warga juga minta segera bebaskan kayu masyarakat adat yang dikatakan ilegal oleh oknum KLHK-RI dan hitung berapa kerugian negara untuk selanjutnya dibayar oleh pengirim Kayu.
“Mereka punya kayu-kayu selama ini ditahan oleh satuan satgas penyelamatan KLHK. Dimana Satgas itu bagian dari penegakan hukum dan itu cukup banyak yang disita. Jadi mereka mau bahwa kayu itu tidak boleh dianggap illegal karena diambil dari hutan adat mereka dan kenapa dianggap illegal," katanya.
Lainnya, kata dia, menurut masyarakat kayu itu belum dibayar karena mereka kasih ke perusahan itu dan perusahan jual lalu hasilnya yang dikasih ke masyarakat.
Dengan demikian jelas Wattimena, warga merasa dirugikan dengan tindakan oknum satgas penegakan hukum KLHK tersebut, sehingga aspirasi dari warga itu akan disampaikan kepada Menteri Kehutanan.
“Kami akan sampaikan apa yang jadi keinginan masyarakat adat selama ini. Jadi aspirasi warga Indonesia Timur kami sampaikan ke Kementerian terkait, mulai dari Sulawesi, Maluku, Papua Barat dan juga Papua,” tambah Watimena. *