Kisah Stenly Monim Makan Malam Bersama Terakhir, Sebelum Banjir Merenggut Dua Anaknya
JAYAPURA-Diam terpekur. Itulah yang tampak di raut wajah dan tatapan pasrah pasangan suami istri, Stenly Monim dan Clara Merli ketika menerima surat kematian buah hatinya yang berusia satu tahun, setelah teridentifikasi oleh tim DVI Polda Papua di Rumah Sakit Bhayangkara, pascaditemukan tak bernyawa ketika banjir bandang menerjang Sentani, Kabupaten Jayapura.
Masih kuat terlintas dalam memori pasangan suami istri ini, bagaimana malam terakhir kebersamaan di meja makan bersama tiga buah hatinya, Sabtu (16/2) lalu.
Perlahan, dengan suara yang berat dan ekspresi penuh kepedihan, Stenly pun menceritakan malapetaka malam itu, di mana ia harus kehilangan dua dari tiga anaknya karena direnggut banjir bandang.
Jam menunjukkan pukul 19.30 waktu Papua, ketika itu Stenly dan tiga orang anaknya, Yosepina Riselita Monim (10 tahun), Marthina Marice Monim (8 tahun) dan si bungus Alberto Fredirk Monim (1 tahun) duduk bersama menikmati makam malam tanpa ditemani sang istri yang sedang berkunjung ke rumah kerabatnya yang terbilang cukup jauh dari kediamannya.
Canda serta tawa, seketika berubah menjadi ketakutan luar biasa yang dirasakan oleh Stenly dan tiga orang anaknya. Bagaimana tidak, rumah miliknya yang berada di pinggiran Sungai Kemiri tiba-tiba diterjang banjir bandang yang seketika terlihat seperti air bah yang datang meluluhlantakkan apapun yang berada di hadapannya.
Stenly yang panik dengan terjangan air yang tidak terbendung, itu memberikan isyarat kepada tiga orang anaknya untuk berada di dalam rumah sembari mencari pertolongan.
“Ketika itu anak-anak saya sudah menangis katakutan karena melihat air sungai sudah mulai naik. Saya suruh tetap berada di rumah, sembari saya mencari pertolongan di luar rumah. Saya sempat berteriak meminta tolong namun masyarakat tidak mendengar teriakan saya, mengingat saat itu gemuruh air cukup kuat,” ungkap Stenly.
Berusaha mencari pertolongan, itulah yang ada dibenak Stenly untuk menyelamatkan tiga orang anaknya dan warga lainnya yang terjebak di tengah derasnya banjir bandang.
“Saya berusaha menghubungi keluarga untuk mencari pertolongan, namun air ketika itu cukup deras dan menghanyutkan saya beserta tiga orang anak saya dan beberapa warga lainnya,” ingat Stenly.
Di hadapan awak Media, Stenly menceritakan detail ketika dirinya dan tiga orang buah hatinya terseret banjir bandang yang diikuti dengan bebatuan serta batang pohon besar.
“Memang ini rencana Tuhan bagi umatnya. Saya saat itu berusaha menyelamatkan diri dan anak-anak saya, namun saya tidak berdaya ketika saya terbawa kuatnya banjir. Saya hanya pasrah kepada Tuhan malam itu, jikalau malam ini adalah malam terakhir bersama tiga orang anak saya."
Kuasa Tuhan luar biasa. Ketika selamat dari ganasnya banjir bandang yang melanda Sentani Kabupaten Jayapura malam itu, Stenly yang ketika itu selamat berhasil menemukan anak pertamanya Yosepina Riselita Monim dalam kondisi selamat. Namun Sently tak kuasa melihat anak keduanya terbujur kaku di bawah reruntuhan bangunan dan pohon, tidak jauh dari lokasinya berada.
“Saya berusaha tenang dan tegar melihat anak saya sudah tidak bernyawa. Anak pertama saya menangis melihat adik sekaligus temannya sudah tidak ada, namun saya kuatkan untuk mengajak mencari Albert adiknya yang bungsu. Disitulah kami tinggalkan Marthina dan terus mencari pertolongan,” ucapnya.
Di tengah derasnya hujan dan banjir serta kesedihan mendalam yang menyelimuti Stenly dan Yosepina, anak pertama Stenly, berjalan menyusuri gelapnya malam dengan sebuah senter Handphone mencari keberadaan Albert, ternyata Yosepina terseret derasnya banjir ketika hendak menyebrang mengandalkan sebilah pohon pinang yang dijadikan penyangga.
Kendati berat, kehilangan buah hati, Stenly masih tetap bersyukur dan mengatakan Tuhan Maha Penolong. “Saya berusaha mengejar anak saya Yosepina yang terseret arus, sekitar 100 meter saya dapat dia berdiri di pinggir banjir dengan penuh lumpur. Saya tanya kenapa bisa selamat dia menjawab Tuhan Yesus yang tolong saya dari dalam banjir,” tuturnya sembari mengikuti kata-kata anaknya yang selamat ketika terseret banjir bandang.
Pria berusia 32 tahun ini pun tidak kuasa menahan kesedihan ketika tidak menemukan anak bungsunya yang masih berusia 1 tahun. Ia menduga bahwa anaknya telah meninggkal. Lebih tidak kuasa lagi dirinya tidak dapat menyampaikan ke istrinya ketika mengetahui dua orang anaknya Marthina Marice Monim (8 tahun) dan si bungus Alberto Fredirk Monim (1 tahun) telah tiada.
“Saat bertemu dengan istri, saya hanya diam seribu bahasa. Entah apa yang akan saya sampaikan, namun dari kejadian itu istri saya sudah paham. Kami hanya berharap agar kedua jenazah anak kami dapat ditemukan. Kami saat itu hanya pasrah kepada Tuhan saja,” kata Stenly.
Anak pertama yang Tuhan masih pelihara dan menjadi tanggungjawab keduanya, Stenly dan istri mengucap syukur. Musibah ini, menurut Stenly merupakan ujian dari Tuhan kepada keluarga dan warga lainnya. *