Puluhan Masyarakat Adat Papua dan Papua Barat Temui Ketua Pansus Papua DPD RI
MANOKWARI- Puluhan keterwakilan masyarakat adat Papua dari Provinsi Papua dan Papua Barat temui Pansus Papua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia. Kedatangan mereka diterima oleh Ketua Pansus Papua DPD RI Dr. Filep Wamafma, SH., M.Hum, di Gedung DPD RI Senayan, Jakarta, Selasa (6/11).
Tujuan kedatangan masyarakat adat Papua ini, selain diskusi mereka juga membacakan pernyataan sikap dalam bentuk aspirasi tentang sejumlah persoalan di atas tanah Papua dimasa lalu dan saat ini. Filep Wamafma mengatakan bahwa tokoh keterwakilan masyarakat adat Papua dan Papua Barat itu terbagi dalam beberapa suku di tanah Papua.
Antara lain perwakilan suku Marind dari Kampung Muting, Kampung Tagaepe, suku Wambon Tekamerop dari Kampung Selil, di Kabupaten Merauke, Papua. Perwakilan Suku Wambon Tekamerop dari Kampung Subur dan Dusun Kali Kao, Kabupaten Boven Digoel, Suku Awyu dari Kampung Metro, Kampung Anggai, Kampung Yare, Kabupaten Boven Digoel, Papua.
Kemudian Suku Moi dari kampung Siwis Klaso, Suku Awee dari Benawa, suku Maybrat dari kampung Ikana, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat. Suku Mpur dari Kampung Anjai, Kabuapaten Tambrauw dan Suku Wondamen dari Kampung Rasiyei, kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.
Lebhi lanjut, ia menjelaskan bahwa bukan saja keterwakilan masyarakat adat Papua, namun ada juga pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dan Lingkungan. “Kami menyampaikan surat pernyataan ini terkait kebijakan program dan perijinan pengelolaan, pemanfaatan tanah dan kekayaan alam yang berlangsung di wilayah adat Papua,” kata perwakilan tokoh adat Papua dalam diskusi sekaligus membaca dan menyerahkan pernyataan sikap kepada Pansus Papua.
Kata masyarakat adat Papua bahwa penguasa dan pemilik tanah adat yang berdiam dan hidup sangat tergantung dari hasil tanah, hutan rawa, dan kekayaan alam lainnya. Hanya saja saat ini sedang mengalami tekanan dan permasalahan dikarenakan aktivitas pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah adat di tanah Papua.
Lebih lanjut, jelas Wamafma bahwa ada bentuk pernyataan sikap tertulis mereka tentang kondisi saat ini di tanah Papua, misalnya pemanfaatan hutan adat Papua, meliputi invetasi usaha perkebunan, usaha pembekalan kayu (HPH dan HTI), usaha pertambangan, program kawasan ekonomi khusus (KEK) yang berlangsung skala luas. Dimana semua investasi tersebut telah melibatkan pemilik modal besar.
Aspirasi lainnya adalah program pembangunan infrastuktur pembangunan bendungan besar dan konektifitas ekonomi lainnya serta tora (Tanah Objek Refrormasi Agraria).
Masyarakat adat Papua ini menegaskan bahwa kebijakan program dilakukan dengan cara tidak adil dan mengabaikan serta melanggar hak asasi manusia. Tidak sampai disitu saja, masyarakat adat ini menilai bahwa ada ancaman keberlanjutan didalam daya dukung lingkungan, sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan permasalahan tersebut dan keinginan mendapatkan keadilan, maka mereka pun menyatakan dan menutut pemerintan Pusat dan daerah memperhatikan apa yang menjadi aspirasi mereka saat ini. Adapun aspirasi mereka antara lain.
1. Segera mengakui, menghormti dan melindungi hak-hak dasar orang asli Papua, hak untuk bebas berekspresi hak atas tanah adat dan hutan adat, hak atas pangan, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Segera menghentikan pemberian izin, dan eskpansi usaha perkebunan, usaha pembelakan kayu, usaha pertambangan, program transmigrasi dan program TORA, yang merampas dan mengancam hilangnya hak-hak kami atas tanah adat.
3. Segera menyelesaikan konflik dan keluhan masyarakat Papua terkait perampasan tanah adat, kekerasan dan pelanggaran HAM.
4. Segera melakukan upaya tegakan hukum dan pemberian sangsi atas permasalahan berdasarkan hilangnya hutan, hilangnya mata pencarian, dan sumber pangan serta melakukan pemulihan dan reabilitasi kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat adat setempat.
5. Segera dan proaktif melaksanakan mengakui dan menetapkan, keberadaan hak-hak masyarakat adat Papua atas tanah dan hutan adat.
Dalam kesempatan itu, senator asal Papua Barat ini mengutarakan bahwa aspirasi yang telah diserahkan kepada Pansus Papua DPD RI akan ditindaklanjuti. " tujuan pembentukan pansus ini bukan saja melihat pelanggaran HAM, namun masalah lainnya diatas tanah Papua" jelas Wamafma, Rabu (7/11).
Untuk itu, ia mengajak seluruh elemen di tanah Papua untuk salin mendukung sehingga pansus bekerja sesuai harapan dan keinginan rakyat Papua. Untuk diketahui bahwa keterwakilan masyarakat ada yang datang temui Pansus Papua sebanyak 44 orang dari Papua dan Papua Barat.*