MENU TUTUP

Pendekatan Budaya untuk Selamatkan Tanah Papua

Rabu, 13 November 2019 | 18:15 WIB / Djarwo
Pendekatan Budaya untuk Selamatkan Tanah Papua Para Peserta Talk Show Ekologi Papua dan Krisis Iklim / Istimewa

JAYAPURA - Kerusakan lingkungan hidup tak berhenti pada hilangnya keragaman hayati, tapi juga meyentuh berbagai aspek lingkungan lainnya termasuk ancaman perubahan iklim. Kerusakan hutan yang mendatangkan banjir bandang merusak ekosistem dan penghidupan masyarakat lokal dapat saja terjadi bila pengelolaan hutan tidak dilakukan secara optimal.

Untuk mengatasi itu, pendekatan budaya menjadi salah satu jawaban yang dapat diterapkan dan diterima masyarakat di Tanah Papua. Hal ini menjadi pembahasan dalam talk show bertajuk “Ekologi Papua dan Krisis Iklim” dalam rangkaian acara School of Eco Diplomacy (SED) tingkat dasar yang digelar di Grand Abe Hotel, Rabu (13/11).

SED terselenggara atas kerja sama Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Kehutanan, Universitas Cendrawasih, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Forum Komunitas Papua-Rumah Bakau Jayapura, serta Yayasan EcoNusa.

Hadir dalam acara tersebut Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Kota Jayapura Yohanes Sugeng Huik, Kasubag Evaluasi Pelaporan Data dan Hubungan Masyarakat, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Paulus Baibaba, Pembantu Rektor III Universitas Cendrawasih Jonathan Wororomi, Dosen Prodi Pendidikan Geografi Universitas Cendrawasih Yehuda Hamokwarong, dan warga Kampung Sereh, Sentani, Yesaya Eluay.

“Saat hutan rusak bukan hanya pohon yang hilang atau banjir, tapi juga proses interaksi lingkungan dan aspek sosial, budaya. Ini cukup complicated,” kata Pembantu Rektor III Universitas Cendrawasih,Jonathan Waromi

Sedangkan Warga Kampung Sereh Sentani, Yesaya menuturkan, Pegunungan Cycloops rusak akibat aktivitas perkebunan. Masyarakat berkebun pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Menurut Yesaya, banyak pohon besar telah tumbang, berganti menjadi perkebunan masyarakat. Hal itu juga berdampak pada sumber mata air. Dari 124 mata air kini hanya tersisa 5 mata air yang masih mengalir.

“Cycloops dulu dingin sekali. Embunnya tebal dan baju basah. Masuk ke dalam pakai senter kalau pagi hari (pukul 4) tapi sekarang sudah terang. Pohon besar dan kami takut-takut. Sekarang sudah tidak ada. Cycloops juga sudah longsor seperti itu. Banjir kemarin rumah saya kena dan dua anak tewas. Saya kalau bicara cagar alam saja sedih,” ucap Yesaya.

Dosen Prodi Pendidikan Geografi Universitas Cendrawasih, Yehuda Hamokwarong menjelaskan, pendekatan budaya dapat menjadi salah satu jalan untuk mengatasi persoalan lingkungan yang terjadi di Papua.

Banjir bandang yang terjadi di Sentani pada Maret 2019 lalu, menurut Yehuda, terjadi antara benturan budaya Suku Tabi dan Lapago. Suku Tabi memandang daerah Pegunungan Cycloops sebagai tempat untuk bersyukur dan berdoa. Sementara itu, Suku Lapago menempatkan kawasan cagar alam itu sebagai tempat mencari penghidupan.

“Ini bisa diatasi dengan melakukan pendekatan budaya. Misalnya masyarakat yang berkebun di atas (Pegunungan Cycloops) dapat diarahkan berkebun di daerah penyangga,” kata Yehuda.

Perwakilan BBKSDA, Paulus Baibaba mengatakan, cagar alam Pegunungan Cycloops didiami oleh lima suku berbeda. Perbedaan adat dan etika pada pemegang hak ulayat perlu dipahami oleh pemerintah daerah untuk memudahkan pengelolaan cagar alam.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Kota Jayapura, Yohanes Sugeng Huik memandang generasi muda memiliki peran besar dalam upaya melestarikan sumber daya alam dan melindungi masyarakat. Dia berharap program SED dapat membawa perubahan kepada setiap peserta dan lingkungan sekitar. “Ketika kita mencintai alam, maka alam akan lebih mencintai kita,” katanya.**


BACA JUGA

Dishut Papua Barat akan Lakukan Penataan Pohon Sepanjang Jalan Utama Manokwari

Selasa, 17 Maret 2020 | 17:30 WIB

Enam Poin Sikap BEM Uncen Terkait Peringatan Hari HAM Sedunia

Selasa, 10 Desember 2019 | 12:07 WIB

Peringati Hari Aids Sedunia, Ini yang Dilakukan TNI dan Pemkab Keerom

Minggu, 01 Desember 2019 | 16:29 WIB

Peringati Hari Anak Sedunia, Ini yang Dilakukan Satgas Pamtas MR 411

Rabu, 20 November 2019 | 15:37 WIB
TERKINI

Freeport Indonesia Dukung Turnamen Sepak Bola Piala Soeratin U-15 di Mimika Sport Complex

3 Jam yang lalu

Saat Debat Terakhir, Ini Ide dan Gagasan Brilian MARIYO Mewujudkan Papua CerdasĀ 

6 Jam yang lalu

Diduga Lakukan Pelecehan, Ketua DPD PDIP Papua Ditangkap dan Dibawa ke Jayapura

6 Jam yang lalu

Dua Tukang Ojek yang Ditembak KKB di Puncak, Berasal dari Gowa Sulsel

7 Jam yang lalu

Kampanye Akbar Mari-Yo, Bakal Hadirkan Pelayanan Kesehatan Gratis dengan 5 Dokter Spesialis

7 Jam yang lalu
Kontak Informasi wartaplus.com
Redaksi: wartaplus.media[at]gmail.com