MENU TUTUP

Unjuk Rasa UU Cipta Kerja, Ketertiban Sosial Harus Menjadi Prioritas Bersama

Selasa, 13 Oktober 2020 | 13:56 WIB / Roberth
Unjuk Rasa UU Cipta Kerja, Ketertiban Sosial Harus Menjadi Prioritas Bersama Ketua SETARA Institute Hendardi/Istimewa

JAKARTA,wartaplus.com - Unjuk rasa adalah artikulasi kebebasan berpendapat yang dijamin UUD Negara RI 1945  dan juga instrumen hak asasi manusia. Oleh karena itu secara prinsip aksi-aksi unjuk rasa yang menolak UU Cipa Kerja adalah sah dan harus dihormati.

“Akan tetapi, kebebasan itu harus dijalankan dengan tidak melanggar pembatasan-pembatasan yang sudah ditetapkan, seperti larangan melakukan pengrusakan, tidak menimbulkan anarki sosial, tidak mengganggu ketertiban umum dan lain sebagainya. Jika aksi unjuk rasa berpotensi menimbulkan anarki sosial, penegak hukum dan aparat keamanan memiliki kewajiban untuk memastikan pencegahan serta penindakan. Tindakan-tindakan tersebut mesti dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan, “ujar Hendardi, Ketua SETARA Institute dalam rilisnya yang diterima wartaplus.com, Selasa (13/10)

Dikatakan, aksi dengan kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada 5-7 Oktober 2020 semestinya memberikan pembelajaran bagi semua pihak untuk menahan diri dalam menyampaikan aspirasinya. Peristiwa awal Oktober tersebut juga menggambarkan bahwa aksi dalam jumlah massa yang besar hampir pasti mengundang conflict enterpreneur untuk memanfaatkan situasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

Penyebaran informasi terkait rencana aksi lanjutan dengan agenda-agenda yang melampaui dari isu UU Cipta Kerja, di tengah masyarakat telah menimbulkan keresahan dan ketakutan. Aksi unjuk rasa dengan agenda-agenda ekstra konstitusional harus dicegah dengan tindakan hukum yang akuntabel. Percampuran kepentingan dan agenda aksi oleh berbagai komponen masyarakat telah menggambarkan bahwa aksi unjuk rasa yang digelar hari ini memiliki kerentanan lebih luas mengganggu ketertiban sosial.

“Untuk kembali memusatkan energi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, elemen masyarakat dapat menggunakan mekanisme yang tersedia dalam sistem ketatanegaraan kita, yakni menguji pasal-pasal yang kontroversial itu ke meja Mahkamah Konstitusi. Termasuk sejumlah catatan formil yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur pembentukan UU juga bisa diujikan ke Mahkamah Konstius,”tandasnya.*


BACA JUGA

Ekspedisi Rupiah Berdaulat 2025, BI Papua Bawa Uang Tunai Rp14,8 Miliar

Jumat, 16 Mei 2025 | 15:33 WIB

Freeport Indonesia Serahkan Bantuan 6.000 Dosis Vaksin DBD kepada Pemkab Mimika

Jumat, 16 Mei 2025 | 14:32 WIB
Bapenda Bakal Kaji Tarif Galian C di Kabupaten Jayapura

Bapenda Siap Eksekusi Rekomendasi Pansus PAD Kabupaten Jayapura

Jumat, 16 Mei 2025 | 14:21 WIB

Penembakan di Puncak Jaya, Dua Personel Satgas Ops Damai Cartenz-2025 Gugur

Jumat, 16 Mei 2025 | 03:43 WIB

Kedapatan Bawa Ganja 7,5 Kg dan 4 Butir Peluru Shotgun, Tiga Orang Diamankan di Jayapura

Kamis, 15 Mei 2025 | 20:35 WIB
TERKINI

Ekspedisi Rupiah Berdaulat 2025, BI Papua Bawa Uang Tunai Rp14,8 Miliar

2 Jam yang lalu

Freeport Indonesia Serahkan Bantuan 6.000 Dosis Vaksin DBD kepada Pemkab Mimika

3 Jam yang lalu
Bapenda Bakal Kaji Tarif Galian C di Kabupaten Jayapura

Bapenda Siap Eksekusi Rekomendasi Pansus PAD Kabupaten Jayapura

3 Jam yang lalu

Penembakan di Puncak Jaya, Dua Personel Satgas Ops Damai Cartenz-2025 Gugur

14 Jam yang lalu

Kedapatan Bawa Ganja 7,5 Kg dan 4 Butir Peluru Shotgun, Tiga Orang Diamankan di Jayapura

21 Jam yang lalu
Kontak Informasi wartaplus.com
Redaksi: wartaplus.media[at]gmail.com