MENU TUTUP

Senjata “Proyek” Dibalik Pandemi Covid-19

Selasa, 13 April 2021 | 11:15 WIB / Admin
Senjata “Proyek” Dibalik Pandemi Covid-19 Ambassador Freddy Numberi Laksamana Madya TNI (purn)/Istimewa

Oleh: Ambassador Freddy Numberi (Founder Numberi Center)

“Pandemi COVID-19 mengejutkan dunia karena Colatteral Damage yang ditimbulkan terhadap umat manusia”.

  1. Latar Belakang

Pasca Perang Dingin (1949-1991) dan akibat pengaruh globalisasi memunculkan paradigma baru tentang konsep keamanan manusia. Acuan keamanan yang lebih tepat adalah individu (individual security) dan menjadi elemen krusial dan sangat penting dalam proses hubungan internasional.

Para Globalis maupun kaum oportunis melihat peluang bahwa apabila suatu negara dilanda krisis keamanan individu (individual security) berupa penyakit, tentunya akan menjadi “proyek” bagi mereka dalam rangka menjual obat-obatan dan alat-alat kesehatan. Hal ini dapat dilihat pada “Scenarios for the Future of Technology and International Development” yang diterbitkan “Rockefeller Foundation” pada bulan Mei 2010. Fakta dewasa ini bahwa para pemilik farmasi-farmasi besar diseluruh dunia menjadi kaya raya akibat pandemi COVID-19 ini.

Isu-isu keamanan mulai beralih pada ancaman non tradisional (non-traditional threats) seperti transnational security disease yang mencakup global warming (pemanasan global), penipisan lapisan ozon, berkurangnya biodiversitas, kontaminasi radioaktif serta permasalahan lingkungan.

Pasca Perang Dingin pola hubungan internasional berubah menjadi multipolar dan negara-negara memiliki kapabilitas yang beragam dalam semua dimensinya. Selain itu ketergantungan antar aktor yang berperan juga semakin meningkat, sehingga pemeliharaan keamanan, baik secara regional maupun global dilakukan berdasarkan agregat kapabilitas atau kemampuan suatu negara secara individu.

Globalisasi tidak cukup hanya melalui strategi peperangan, tetapi juga strategi berpikir, dan rekayasa teknologi, sehingga perang dalam era globalisasi tidak hanya terjadi dalam ranah fisik (militer), tetapi juga dalam gagasan dan ide-ide.

Muncul gagasan–gagasan bahwa perang dengan senjata rahasia biologi (Biological Warfare) pasti akan lebih murah dalam investasinya dan dampaknya pasti lebih dahsyat serta mematikan.

Disamping itu sangat menguntungkan bagi aktor-aktor di luar negara dan akan memperkaya para oknum “predator-predator pemegang kekuasaan” secara individu maupun kelompok dalam suatu negara termasuk Para Globalis maupun kaum oportunis.

Hal inilah yang berkembang terutama di AS sejak adanya virus HIV-AIDS pada tahun 1960. AS melihatnya sebagai senjata yang bisa dikembangkan diluar kemampuan militernya.

Fenomena global kontemporer diwarnai ancaman keamanan, stabilitas nasional dan internasional yang diakibatkan oleh proses-proses interaksi seperti konflik SARA, degradasi lingkungan, ketidak amanan ekonomi, dan penggunaan senjata pemusnah massal (Mass Weapon of Destruction/ MWD), seperti nuklir, biologi, kimia, yang dilakukan oleh aktor-aktor negara maupun non negara.

  1. Rahasia kelam Covid-19

Pandemi COVID-19 telah membunuh lebih dari 2.904.338 orang dan menginfeksi 133.843.560 lebih manusia dan sembuh 107.919.747 di seluruh dunia. (Worldometers.info/coronavirus, 8 April 2021). Dr. Judy Mikovits menyatakan bahwa virus COVID-19 ini berawal dari Fort Detrick, Maryland/AS, dimana dia dan Dr. Frank Ruscetti disewa untuk membantu di lab ini dalam memerangi HIV-AIDS.

(Dr. Judy Mikovits dkk, Plague of Corruption,2020;hal 61). Fort Detrick dimulai pengembangannya sebagai U.S. Army Biological Warfare Laboratories (USBWL) untuk pencegahan bahaya kontaminasi terhadap senjata biologi, gas dan sebagainya serta cara pencegahannya melalui decontaminasi maupun sterilisasi terhadap mereka yang terserang virus tersebut. Setelah perang dingin usai laboratorium ini masih digunakan untuk penelitian kepentingan militer termasuk penelitian pencegahan HIV-AIDS.

Dr. Mikovits juga menyatakan bahwa Dr. Anthony Fauci Kepala National Institute of Health (NIH) AS dan Dr. Robert Redfield bekerja sama dengan para kaum globalis baik di AS maupun di China untuk investasi di Wuhan/China sebesar USD 3,7 juta, kemudian “bocor” dan virus ini menyebar keseluruh dunia.

Yang menjadi pertanyaan adalah: “Apakah memang Wuhan/China menjadi pusat epidemi (epicenter of the epidemic) dimana para ilmuwan dari institute virologi ini melakukan penelitian yang cukup lama terhadap virus corona ini atau pihak Amerika Serikat mengingat pernyataan Presiden Nixon 29 November 1969.

Profesor. Dr. Atta-ur-Rahman PhD, Sc.D, ilmuwan Pakistan mengatakan bahwa kemunculan Virus Corona COVID-19 yang mewabah di dunia, tidak datang secara alami melalui mutasi, melainkan diproduksi di laboratorium AS sebagai senjata biologi. (detikhealth.com, Rabu 01 April 2020). Selanjutnya 60% lebih warga Rusia menilai Virus Corona diciptakan sebagai senjata biologis. (kontan.co.id, 01 Maret 2021)

  1. Penutup

Protokol Jenewa yang ditandatangani pada 17 Juni 1925 dan mulai berlaku pada 8 Februari 1928, adalah perjanjian yang melarang penggunaan senjata kimia maupun biologi dalam konflik bersenjata internasional.

Pada tanggal 10 April 1972, 109 (seratus sembilan) negara menyepakati Konvensi Senjata Biologi yang disebut The Biological Convention (BWC), atau Biological and Toxin Weapons Convention (BTWC), merupakan perjanjian pelucutan senjata yang secara efektif melarang senjata biologi dan racun dalam pengembangan, produksi, akuisisi, transfer penimbunan dan penggunaannya. Sebutan lengkap perjanjian tersebut adalah Konvensi tentang Larangan Pengembangan, Produksi dan Penimbunan Senjata Bakteriologis (Biologis) dan Racun serta Penghancurannya.

(sumber: https://en.m.wikipedia.org/wiki/Biological_Weapons_Convention)

Pengalaman empiris masa lalu, menunjukkan banyak negara yang melanggar protokol larangan pengunaan senjata Bakteriologis maupun Toxin ini termasuk AS. Dapat kita lihat pada beberapa peperangan, seperti:

  1. Perang Dunia-II (1941-1945), dimana AS mengakhiri perang tersebut dengan menjatuhkan bom atom uranium di Hiroshima dan Nagasaki;
  2. Perang Korea (1950-1953), pasukan AS menggunakan senjata kimia terhadap Korea Utara;
  3. Perang Vietnam (1955-1975), AS juga menggunakan senjata kimia terhadap pasukan Vietnam Utara.

Setelah Presiden Richard Nixon (1969-1974) menggantikan Lyndon Johnson, membuat pernyataan tertulis pada tanggal 25 November 1969, antara lain menyatakan, bahwa: “Senjata biologis memiliki konsekuensi besar, tak terduga, dan berpotensi tak terkendali. Ini dapat menghasilkan epidemi global dan mengganggu kesehatan generasi masa depan. Karena itu saya telah memutuskan:

1. Amerika Serikat harus meninggalkan penggunaan senjata biologis dan senjata mematikan lainnya serta semua metode perang biologis;

2. Amerika Serikat akan melanjutkan penelitian biologisnya untuk tindakan pengamanan seperti tindakan imunisasi dan keselamatan;

3. Departemen Pertahanan diminta untuk membuat rekomendasi tentang tumpukan senjata bakteriologis yang ada;

Kalau dilihat pada butir 2 pernyataan tersebut, masih ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh “oknum pejabat pemegang keputusan yang tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan pribadi maupun kelompoknya.”

Hal ini terbukti bahwa dengan investasi USD 3,7 juta, Dr. Anthony Fauci, Kepala NIH maupun sebagai pimpinan Institute of Allergy and Infections Disease (NIAID) bersama Dr. Robert Redfield bekerjasama dengan lab Wuhan/China. Kenyataan saat ini setelah lab di Wuhan/China “bocor”, virus Corona ini menyebar keseluruh dunia dan mengancam keselamatan dan keamanan manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat bangsa didunia. Berawal dari Fort Detrick, Mary land/AS dan berakhir di Wuhan/China dimana pandemi COVID-19 terus mengancam kehidupan umat manusia.

Merujuk Lionel Refson dalam bukunya The Covid Conspiracies edisi tahun 2020 disimpulkan bahwa COVID-19 ini adalah hasil konspirasi Para Globalis dan kaum oportunis.  Kenyataannya banyak orang yang meninggal di seluruh dunia sebagai Dampak Ikutan (Colatteral Damage) dari COVID-19 tersebut.

Suatu kenyataan yang pasti adalah, para ”predator-predator” yang menjual obat-obatan dan alat kesehatan ke seluruh dunia menjadi kaya raya dimana COVID-19 adalah senjata proyek bagi Para Globalis maupun kaum oportunis .*

 

 


BACA JUGA

Kepala BNPB: Presiden Perintahkan "Lockdown" Daerah Terinfeksi PMK

Jumat, 24 Juni 2022 | 15:54 WIB

Hotel Suni Garden Lake Sentani Gelar Vaksinasi Tahap Dua Khusus Karyawan

Kamis, 17 Februari 2022 | 19:27 WIB

Waspada, Kasus Omicron di Kota Jayapura Meningkat

Rabu, 16 Februari 2022 | 11:08 WIB

Dialog Interaktif Dengan Tema Sukseskan Pon XX, TNI-Polri dan Pemerintah Daerah Serta Relawan Gencar Melakukan Vaksin

Senin, 20 September 2021 | 19:30 WIB

Tangkap Pencuri Dana Covid-19 di Mamberamo Raya dan Seluruh Tanah Papua

Rabu, 01 September 2021 | 15:34 WIB
TERKINI

Sabtu Halal Bihalal Jurnalis se Jayapura, Vanwi Subiyat: Jadi Ajang Temu Paling Romantis

13 Jam yang lalu

Freeport Indonesia Bina Pengusaha Muda Papua melalui Papuan Bridge Program

13 Jam yang lalu

Kembalikan Uang Pemudik Rp100 Juta, Aiptu Supriyanto Dihadiahi Sekolah Perwira dari Kapolda Lampung

15 Jam yang lalu

Tempat Produksi Miras CT di Wamena Jayawijaya Digerebek Polisi

15 Jam yang lalu

Jaga Sitkamtibmas dari Aksi KKB, Personel Damai Cartenz Rutin Gelar Patroli di Wilayah Kiwirok

16 Jam yang lalu
Kontak Informasi wartaplus.com
Redaksi: wartaplus.media[at]gmail.com