MENU TUTUP

Aktivis Kemanusiaan Sebut, Masifnya Korupsi di Papua Karena KPK Terlambat Merespon

Rabu, 14 Desember 2022 | 13:48 WIB / Cholid
Aktivis Kemanusiaan Sebut, Masifnya Korupsi di Papua Karena KPK Terlambat Merespon Sekretaris Forum Peduli Kemanusiaan Kabupaten Jayapura, Jhon Mauridz Suebu, SH/Istimewa

JAYAPURA,wartaplus.com - Sekretaris Forum Peduli Kemanusiaan Kabupaten Jayapura, Jhon Mauridz Suebu, SH mengatakan, salah satu sebab lambannya pembangunan di wilayah Papua adalah perilaku koruptif oknum-oknum pengelola anggaran pembangunan itu sendiri. Kondisi ini bertambah parah dengan lambannya sikap aparat penegak hukum dalam merespon keluhan masyarakat.

Alumni Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menyebutkan, sebagai aktivis kemanusiaan pihaknya sering melakukan aksi-aksi unjuk rasa ke kantor Gubernur Papua maupun kantor Bupati untuk menyuarakan keluhan masyarakat. Rata-rata keluhan masyarakat yang mereka suarakan berkaitan dengan pengelolaan anggaran pembangunan yang tidak transparan. 

“Dalam berbagai aksi, kami selalu berangkat dari data. Data yang kami dapat menyebutkan 100 misalnya, tetapi hasil investigasi kami di lapangan, kenyataannya tidak sampai 50. Yang kami suarakan adalah hak rakyat. Harusnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merespon cepat, tetapi tidak. Padahal KPK kan bisa bikin link (jaringan) sampai ke kampung-kampung. Bisa bersinergi dengan Polri, Kejaksaan, bila perlu TNI,” ungkap Jhon yang juga Ketua Aliansi Sentani Bersatu Sejahtera ini. 

Untuk mencegah perilaku koruptif terus berulang di tanah Papua, Jhon menawarkan sebuah program ke KPK, yakni pembentukan ‘Kampung Antikorupsi’ di sejumlah distrik di wilayah Provinsi Papua. Di kampung-kampung antikorupsi itu para pengelola dana kampung (dana desa) dididik dan dilatih tentang pengelolaan dana kampung secara benar. 

“Ambil beberapa pengurus kampung, termasuk dari Bamuskam (Badan Musyarawah Kampung) selaku pengawas, mereka dilatih dan dididik di tingkat kabupaten di bawah bimbingan KPK. Setelah itu mereka disebar kembali ke kampung masing-masing untuk mengelola dana pembangunan di kampungnya sesuai hasil pelatihan,” saran Jhon.

Jhon juga meminta agar KPK, jika ingin lebih serius memberantas korupsi di Papua agar tidak melibatkan orang-orang yang berafiliasi ke partai politik.

“Partai politik yang mempermainkan segala sesuatu, sehingga pejabat-pejabat daerah di Papua tidak bisa berfungsi, tidak bisa bergerak, dikendalikan oleh partai poltik. Itu fakta di Papua. Awalnya saat kampanye itu masyarakat yang membesarkan (pejabat daerah), tapi begitu sudah duduk, dia tahu yang besarkan dia itu partai politik. Masyarakat ditinggalkan, partai politik dilayani. Itu fakta,” ungkap Jhon.

Menurut Jhon, Otonomi Khusus (Otsus) jilid satu yang banyak dinilai gagal karena para pejabat daerah Papua gagal menterjemahkannya. Sehingga, lanjut Jhon, Otsus kehilangan roh-nya. Masyarakat hanya melihat Otsus sebagai uang, bukan sebagai sebuah instrumen untuk menggapai peningkatan kesejahteraan.

“Pejabat orang asli Papua sendiri yang gagal untuk menterjemahkan, menyalurkan otonomi khusus dengan benar. Bukan uangnya yang gagal, roh dari otonomi khusus itu yang gagal,” tegas  Sekretaris Forum Pemuda Tabi Bersatu ini.

Jhon menilai, Gubernur Papua Lukas Enembe dalam perjalanan karir politiknya mulai dari menjadi bupati dua periode, setelah itu menjadi Gubernur Papua dua periode, seakan tumbuh besar bersama dengan kebijakan Otsus itu sendiri. Mestinya, Lukas Enembe bisa mengevaluasi sendiri kesalahan-kesalahan apa yang sudah dibuatnya, sehingga hasil Otsus tidak seperti yang diharapkan.

“Pak Lukas itu seorang figur yang hebat. Sudah dua periode jadi Bupati Puncak Jaya, sekarang jadi gubernur juga dua periode. Jadi bapak sudah tahu bahwa negara ini punya aturan-aturan, punya rel-rel, itu bapak sebenarnya sudah di luar otaknya itu, bapak harus menjadi panutan untuk menerapkan itu. Bapak harus berikan contoh itu. Sekarang kalau bapak mau hadapi persoalan ini (kasus korupsi), bapak harus gentleman. Kalau ada kesalahan tinggal mengaku salah, tidak ada bilang tidak ada, tapi harus dibuktikan karena ini negara hukum,”kata Jhon.


BACA JUGA

Terlibat Tawuran, 41 Pelajar di Sentani Dihukum Hormat Bendera Selama 30 Menit 

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 10:46 WIB

Personel Satgas Operasi Damai Cartenz Laksanakan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Tahap II di Kejaksaan Negeri Jayapura

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 04:42 WIB

Tokoh Masyarakat Papua Apresiasi Satgas Operasi Damai Cartenz Jaga Keamanan di Tanah Papua

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 04:40 WIB

Satgas Damai Cartenz Buru Pelaku Penikaman Diduga Simpatisan KKB

Kamis, 23 Oktober 2025 | 19:14 WIB

Satgas Ops Damai Cartenz dan Polres Yahukimo Tangani Cepat Kasus Penganiayaan Berat di Dekai, Pelaku Diduga Simpatisan KKB

Kamis, 23 Oktober 2025 | 19:12 WIB
TERKINI

Terlibat Tawuran, 41 Pelajar di Sentani Dihukum Hormat Bendera Selama 30 Menit 

41 Menit yang lalu

Pangdam XVII/Cenderawasih Tinjau Program RTLH dan Manunggal Air di Distrik Sinak Puncak

5 Jam yang lalu

Hari Ini Telkomsel dan Pemkab Keerom Gelar Semarak Sumpah Pemuda 2025

5 Jam yang lalu

Personel Satgas Operasi Damai Cartenz Laksanakan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Tahap II di Kejaksaan Negeri Jayapura

6 Jam yang lalu

Tokoh Masyarakat Papua Apresiasi Satgas Operasi Damai Cartenz Jaga Keamanan di Tanah Papua

6 Jam yang lalu
Kontak Informasi wartaplus.com
Redaksi: wartaplus.media[at]gmail.com