Perda Penanganan Konflik Sosial di Puncak Jaya Mau Diadopsi Kabupaten Tetangga
MULIA, wartaplus.com - Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Puncak Jaya no.5 tahun 2022 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Peraturan Bupati Puncak Jaya no.23 tahun 2022 tentang Recana Aksi Terpadu Penanganan Konflik Sosial, mendapat apresiasi oleh Kabupaten lainnya di wilayah pegunungan Papua, yang selama ini juga mengalami persoalan sama terkait konflik sosial yang berujung pada pembayaran ganti rugi dengan nilai yang cukup besar.
Bahkan dua Kabupaten tetangga yakni Kabupaten Lanny Jaya dan Tolikara ingin mengadopsi perda yang dibuat di masa kepemimpinan Bupati Puncak Jaya, Yuni Wonda bersama DPRD tersebut.
"Perda yang kita buat bersama DPRD ini ternyata telah menjadi perhatian dari Kabupaten tetangga. Mereka bahkan secara terang terangan ingin mengadopsi perda yang kita punya," ungkap Pj Bupati Puncak Jaya, H.Tumiran S.Sos. MAP saat memberikan sambutan dalam acara Sosialisasi Pokok dan Fungsi Kepala Kampung yang digelar Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (PMK) di Gor PBSI Puruleme Kota Baru, Distrik Mulia, Puncak Jaya, Selasa (12/12) siang.
Hadir dalam acara Sosialisasi Pj Sekda Puncak Jaya, Yubelina Enumbi SE.MM, Kepada Dinas PMK Irwan Tabuni S.Stp, M.Sos dan sebanyak 302 Kepala Kampung se-Puncak Jaya.
Menurut Tumiran dengan adanya Perda serta Perbup tersebut, menjadi salah satu komitmen dan bukti keseriusan pemerintah daerah untuk bagaimana membina masyarakat terutama yang ada di tingkat Kampung.
"Perda tentang penanganan konflik sosial ini artinya tentang bagaimana teknik penyelesaiannya," terangnya.
Tumiran menjelaskan, selama ini masyarakat di kampung-kampung, jika ada terjadi konflik atau ada persoalan, maka harus mengumpulkan uang bertahun bertahun untuk bisa membayar denda dan seterusnya.
"Sampai kadang masyarakat yang harus membayar denda itu lupa jika mereka juga punya kebutuhan lain seperti menyekolahkan anak anak mereka, dan memenuhi kebutuhan hidup sehari hari mereka. Sehingga lupa karena fokus untuk mencari uang bayar denda," ungkap Tumiran.
Melihat kondisi inilah yang menggerakkan hati pemerintah daerah Kabupaten Puncak Jaya untuk membuat Perda yang akan menjadi panduan yang harus diikuti oleh seluruh masyarakat Puncak Jaya.
"Pemerintah melalui kepemimpinan yang lalu (Bupati Yuni Wonda,red) telah menerbitkan Perda yang sudah disepakati bersama dengan DPRD dan yang sudah diundangkan melalui Perda," ungkapnya lagi.
Jadikan Panduan
Berkaitan dengan diterbitkannya Perda dan Perbup tersebut, Pj Tumiran menekankan kepada para kepala kampung untuk bisa menjadikan panduan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada di masyarakat.
"Saya minta kepada para kepala kampung, apapun persoalan yang ada di kampung, yang ada di masyarakat, sekarang kita sudah ada panduannya. Semuanya suka tidak suka harus patuh terhadap Perda tersebut," tegas pintanya.
"Karena Perda ini bukan semata-mata dibuat oleh Bupati tapi disepakati bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD. Perda ini juga telah dikaji secara mendalam melalui akademisi dari Universitas Cenderawasih," tegasnya lagi.
Tumiran juga memperingatkan agar tidak ada masyarakat yang main hakim sendiri, "jangan ketika ada persoalan di kampung semisal pembunuhan, kemudian semau-maunya menentukan besara denda dan seterusnya. Sekali lagi, kita sudah punya peraturan daerah yang harus kita jadikan acuan untuk menyelesaikan segala persoalan yang ada di masyarakat," tekannya.
Di kesempatan itu, Pj Tumiran juga memberikan apresiasi terhadap kegiatan sosialisasi ini.
Menurutnya, kegiatan seperti ini jarang terjadi, kegiatan tatap muka antara kepala kampung, kepala distrik, dan pimpinan di daerah.
"Kegiatan ini harus kita laksanakan minimal setiap tahun satu kali. Tujuannya supaya kita bisa mengedukasi, memberikan pembelajaran, terlebih khusus kepada kepala kampung tentang banyak hal mulai dari Dana Kampung, program di kampung dan seterusnya, banyak yang harus kita pelajari bersama," pungkasnya.
Untuk diketahui konflik sosial di wilayah pegunungan Papua yang terjadi biasanya berawal dari kasus pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, pencurian ternak, pengrusakan barang, yang berujung pada terjadinya perang antar kelompok atau suku. Bagi korban akan meminta denda dengan harga yang bisa mencapai miliaran rupiah. Bahkan tidak jarang, pemerintah daerah harus turun tangan, untuk menyelesaikan pembayaran denda tersebut, demi menghentikan terjadinya konflik sosial yang semakin berlarut.
Sesuai dengan pasal 36 perda no.5 tahun 2022 disebutkan kualifikasi besaran denda terdiri atas: kualifikasi kerugian serius terendah Rp250 juta dan tertinggi Rp350 juta.
Lalu kerugian berat, terendah Rp150 juta dan tertinggi Rp250 juta. Kerugian biasa, terendah Rp75 juta, tertinggi Rp150 juta. Sedangkan kerugian ringan terendah Rp25 juta dan tertinggi Rp75 juta.**