1. Pendahuluan
Sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Pasal 18B
perubahan ke-II tanggal 18 Agustus 2000, mengamanatkan bahwa:
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 32 ayat(1) dan(2) perubahan ke-IV tanggal 10 Agustus 2002, dinyatakan:
1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional.
Sebagai turunan dari UUD 1945 tersebut telah lahirlah Undang-Undang Otonomi Khusus
Tahun 2001 dan perubahan ke-2 tahun 2008.
Undang-Undang OTSUS telah mengakomodir Majelis Rakyat Papua Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2004 Tentang Majelis Rakyat Papua Pasal 1 ayat(6): Majelis Rakyat Papua yang selanjutnya disingkat MRP adalah representasi kultural Orang Asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak Orang Asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan hidup neragama.
2. Rangkuman Khusus
Sejalan dengan penjelasan diatas, Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB)telah mengamanatkan dengan jelas Hak-Hak Masyarakat Adat melalui Resolusi Majelis Umum PBB nomor 61/295 tahun 2007, tanggal 13 September 2007 antara lain, menyatakan pada Pasal 34
“Masyarakat adat berhak untuk memajukan, mengembangkan dan memelihara struktur kelembagaan dan adat, kerohanian, tradisi, prosedur, praktek merekayang berbeda, dan, dalam kasus jika ada, sistem peradilan mereka atau adat, sesuai dengan standar-standar hak asasi manusia internasional”.
Dengan demikian masyarakat hukum adat dengan adanya MRP, lebih kuat lagi dalam
berpartisipasi dan membantu Pemerintah Daerah di seluruh Wilayah Tanah Papua(WTP)
sesuai dengan wilayah budaya masing-masing(ada 7 wilayah budaya). Hal ini sejalan dengan UUD 1945 Pasal 18B, ayat (1) dan (2) perubahan ke-II tanggal 18 Agustus 2000.
Laurence Sullivan dalam tulisannya Challenge to Special autonomy in the Province of Papua Republic of Indonesia (2003:3-7), mengatakan bahwa UU OTSUS memuat empat prinsip utama sebagai berikut:
(1) kewenangan yang lebih besar dan luas bagi pemerintah local(local government);
(2) rekoknisi dan penghormatan terhadap hak-hak dasar orang Papua;
(3) mengakomodasi partisipasi masyarakat adat dalam hal pemerintahan baik dan
bersih(good and clean government);
(4) proteksi dan penegakan HAM, tanpa ada diskriminasi berdasarkan kesetaraan.
3. Penutup
Sejalan dengan seluruh penjelasan diatas, maka komitmen Pemerintah Pusat melalui
Perundangan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua(baca:provinsi-provinsi yang ada di
seluruh tanah Papua), untuk:
(1) Menghormati hak-hak asasi manusia, nilai-nilai keagamaan, demokrasi, nilai-nilai
hukum dan budaya yang ada didalam masyarakat adat;
(2) Menghormati keanekaragaman kehidupan sosial budaya masyarakat asli Papua;
(3) Melindungi dan menghormati etika-etika dan moral-moral;
(4) Melindungi hak-hak fundamental dari penduduk asli dan hak-hak asasi manusia;
(5) Memastikan tegaknya hukum;
(6) Menjaga demokrasi;
(7) Menghormati pluralisme; dan
(8) Memecahkan masalah-masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia(HAM) terhadap penduduk asli Papua.
Perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat asli Papua seperti digambarkan dalam
komitmen diatas mencakup arti mengakomodir kebudayaan dan nilai-nilai lokal didalam kebijakan pembangunan di seluruh Wilayah Tanah Papua(WTP).
“Demokrasi mengharuskan adanya sikap saling percya(mutual trust) dan saling
menghargai (mutual respect) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
diseluruh Wilayah Tanah Papua” (Dimodifikasi dari Nucholis Madjid, Indonesia Kita,2004:hal98).
**Ambassador Freddy Numberi