17 September, MK Putuskan Sidang Sengketa Pilkada Paniai
JAYAPURA,- Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan perkara sengketa Pilkada Paniai, yang diajukan oleh pemohon pasangan Hengky Kayame melawan KPU Paniai, Senin (17/9) pekan depan, pukul 13.30 WIB, bertempat di Ruang Sidang lantai 2.
Hal ini dibenarkan Kuasa Hukum KPU Paniai, Rahman Ramli, dari Kantor Pengacara Pieter Ell & Assosiates, Senin (10/9) saat dikonfirmasi wartaplus.com. Rahman menjelaskan, Perkara nomor 71/PHP.BUP-XVI/2018 Kabupaten Paniai, telah melalui proses persidangan panjang di MK.
Intinya, terang Rahman, pasangan Hengky Kayame memperoleh 29.761 suara, pada Pilkada Paniai, sementara perolehan suara pasangan Meky Nawipa adalah 71.072 suara. Jadi ada selisih 41.311 suara. “Prosentasenya sangat jauh dari yang dibolehkan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu ambang batas 2 persen dari jumlah keseluruhan 100.833 suara. Mestinya selisih 2.016 suara, untuk bisa mengajukan perkara ke MK,” jelasnya.
Tetapi yang Pemohon Hengky Kayame dalilkan di permohonan adalah adanya rekomendasi Panwas yang tidak dijalankan sehingga mereka meminta untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 11 distrik yaitu Distrik Kego, Kiagai, Topiae, Awaeda, Bogobaida, Ekadide, Aradide, Paniai Timur, Paniai Barat, Bayaderu dan Nakama.
Dalil pemohon, jelas Rahman, termohon yakni KPU Paniai memindahkan lokasi pemungutan suara di beberapa tempat tanpa alasan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian termohon dengan dengan sengaja mencoblos surat suara. Alasan lain, termohon dengan sengaja mengabaikan rekomendasi Panwas Kabupaten Paniai.
Kemudian, termohon KPU Paniai tidak melakukan pemungutan suara di Distrik Paniai Timur dan distrik lainnya, yakni pada 11 distrik yang dipersoalkan. Termohon beserta jajarannya juga tidak menyiapkan tempat pemungutan suara dan surat suara bagi pemilih. Termohon juga menurut pemohon, mengubah C1 KWK berhologram.
“Terhadap permohonan Pemohon ini, kami dari pihak Termohon sudah membantah dalam jawaban di persidangan bahwa itu tidak benar. Sebagai wujud pembuktian, demikian juga pihak pemohon dengan pembuktiannya, kami ajukan bukti surat dan bukti saksi,” kata Rahman.
Pemohon mengajukan 5 orang saksi, Termohon juga mengajukan 5 orang saksi dan 1 saksi ahli yakni Benny Sweny mantan Ketua KPU Papua. Kemudian termohon juga hadirkan ketua PPD Paniai Timur, ketua PPD Aradide, Ekadide, Bogobaida, dan dari semua keterangan saksi dengan jelas membantah dalil permohonan pemohon, seperti memindahkan tempat pemungutan suara, kemudian PPD mencoblos surat suara dan lainnya.
Lanjut Rahman, dari pihak terkait juga mengajukan saksi, termasuk tokoh-tokoh adat, kemudian tokoh-tokoh masyarakat dan saksi ahli yang menjelaskan proses yang dilakukan oleh KPU adalah sudah benar. “Menurut Prof. Marzuki, sebenarnya perkara ini tidak harus diperiksa sampai ke pokok permohonan karena ambang batas jelas tidak sesuai pasal 158 UU Pemilu,” ujarnya.
Selain itu, keterangan Panwas dan Bawaslu, yakni Ronald Manoa bahwa proses yang dilakukan KPU Paniai sudah sesuai, bahkan Bawaslu sendiri turun memantau proses dari pendistribusian, pemungutan suara, penghitungan hingga pleno penetapan suara.
“Jadi ketika pleno di distrik, sama sekali tidak ada keberatan dari Panwas Distrik, saksi pasangan calon, masyarakat. Semua berjalan baik, aman dan damai. Proses rekapitulasi pun, ketika dibawa ke tingkat kabupaten juga dilakukan dengan sangat baik. Ketika membacakan keputusan dari satu distrik, KPU selalu bertanya apakah ada keberatan, saksi, panwas, Bawaslu, tidak ada keberatan sehingga dipleno,” ungkap Rahman.
Saat pleno pun, demikian Rahman, termohon tahu bahwa ada rekomendasi dari Panwas. Rekomendasi itu baru diketahui ketika perkara ini sudah didaftar di MK. “Pendaftaran dilakukan tanggal 1 Agustus, kemudian KPU tahu ada rekomendasi ketika ada perbaikan permohonan dari pihak pemohon tanggal 6 Agustus,” tambahnya.
Termohon juga membuktikan bahwa dari awal semua proses berjalan baik tanpa ada keberatan dan keributan, bahkan didukung dengan bukti-bukti yang telah diajukan di persidangan.
“Kita berharap hakim konstitusi bisa melihat persoalan dengan jelas, transparan, tidak ada tendensi kepentingan, karena dari awal juga kita sudah sampaikan bahwa proses pemilu di Paniai dilakukan dengan system noken karena Paniai masuk wilayah adat yang menggunakan system noken. Dulu, ketika Hengky Kayame terpilih juga menggunakan system noken,” jelas Rahman kemudian.
Keterangan tentang noken pun, dijelaskan dengan baik oleh saksi ahli Benny Sweny yang saat ini duduk sebagai anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), terkait daerah-daerah hukum adat Lapago, Mepago, Animha, mengenai tata cara pemilihan dengan system noken tersebut. “Kita berharap tidak ada PSU, hakim memutuskan sesuai apa yang terbukti dalam fakta persidangan,” tandasnya. *