Tidak Tunjukkan Itikad Baik, Notaris Terkenal Kota Jayapura Digugat Rp 5,3 M
JAYAPURA,- Notaris/PPAT terkenal di Kota Jayapura, Puspo Adi Cahyono dan karyawannya, Ikhsan, digugat oleh Marthinus Samuel yang merasa sangat dirugikan secara materil dan imateril akibat tindakan keduanya yang tidak menunjukkan itikad baik. Marthinus menggugat kedua Tergugat senilai Rp 5,3 miliar.
Melalui Kuasa Hukumnya Kantor Advokad Dr. Pieter Ell & Associates, Marthinus Samuel menggugat Puspo Adi Cahyono sebagai Tergugat I dan Ikhsan sebagai Tergugat II di PN Jayapura. Salah satu anggota tim Kuasa Hukum, Rahman Ramli, Kamis (8/11) sore, kepada wartaplus.com, mengatakan, sidang perkara perdata tersebut, telah digelar di PN Jayapura, Kamis siang tadi, namun kedua Tergugat tidak menghadiri sidang.
Tindakan kedua Tergugat yang tidak mengajukan permohonan peralihan hak atau balik nama sertifikat tanah, katanya, mengakibatkan Sertifikat Hak Milik Nomor 00434 seluas 652 M2, belum diproses atas nama kliennya sebagai Penggugat, Marthinus Samuel.
Ramli kemudian menjelaskan kronologi upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh penggugat melalui Kuasa Hukum, hanya untuk mendapatkan haknya sebagai ahli waris yang sah atas tanah seluas 652 M2 itu. Pada tanggal 9 September 2015, terang Rahman, Penggugat telah menandatangani Akta Hibah di hadapan Tergugat sebagai Notaris/PPAT atas Sertifikat Hak Milik Nomor 00434, atas sebidang tanah seluas 652 M2 yang terdaftar atas nama Analis Demotekay, yang mana sertifikat tersebut sementara proses pengembalian batas di Kantor Pertanahan Kota Jayapura, dan akan dilakukan proses pengecekan sertifikat. Setelah selesai sertifikat tersebut akan dibalik nama Hibah ke atas nama Penggugat Marthinus Semuel, melalui Kantor Tergugat I selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
“Penggugat sangat percaya kepada Tergugat I sebagai seorang Notaris yang sudah punya nama besar dan terkenal di Kota Jayapura, sehingga untuk proses Baliknama Hibah sertifikat Hak Milik Nomor 00434 Penggugat serahkan sepenuhnya kepada Tergugat I,” jelas Rahman sebagaimana tercantum di dalam materi gugatan.
Semula, lanjutnya, proses Permasalahan Sertifikat antara Penggugat dan Ibu Analis Demotekay telah diselesaikan, dengan adanya Surat Pernyataan Bersedia Mengembalikan Sertifikat Kepada Ahli Waris yang Sah yaitu Penggugat tertanggal 11 Mei 2014 bertempat di Polsek Abepura.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan itu, dibuatlah Surat Akta Hibah atas obyek sertifikat sebagaimana termuat dalam Surat Keterangan Nomor: 16/PAC/XI/2017, yang di keluarkan oleh Tergugat. Namun setelah adanya Surat Pernyataan tertanggal 11 Mei 2014 tersebut proses Balik Nama sertifikat tidak berjalan sebagaimana isi kesepakatan tersebut.
“Penggugat kemudian berpikir akibat lambatnya BPN Kota Jayapura dalam memperoses Balik Nama penerbitan sertifikat tersebut maka penggugat mengadukan permasalahan ini kepada Ombusman RI Perwakilan Papua yang melalui suratnya tertanggal 18 Agustus 2015 perihal permintaan Klarifikasi terkait penerbitan sertifikat Nomor : 00434 An. Analis Demotekay,” ujar Rahman.
Berdasarkan Surat Obusmen RI tersebut, kemudian ditanggapi oleh BPN Kota Jayapura dengan Surat Tertanggal 09 September 2015, yang intinya bahwa berdasarkan Surat Pernyataan di Polsek Abepura Tertanggal 11 Mei 2014, maka BPN Kota Jayapura menyerahkan Sertifikat kepada Penggugat dan di sarankan untuk dapat balik nama, dari nama Ibu. Analis Demotekay ke nama Penggugat.
Melalui kuasa hukum, Penggugat menyurati BPN Kota Jayapura, tertanggal 8 Maret 2018 guna meminta penjelasan tentang penerbitan sertifikat, namun tidak ada jawaban dari BPN Kota Jayapura. Pada tanggal 3 Mei 2018, Kuasa Hukum dari Penggugat kembali menyurati BPN Kota Jayapura dan meminta penjelasan perkembangan dari Proses Pernerbitan Sertifikat, namun Tim Kuasa Hukum tidak mendapat jawaban dari surat tersebut.
“Saat kami kuasa hukum Penggugat ke Kantor Tergugat I dan Tergugat II untuk menanyakan proses Balik nama sertifikat, kuasa hukum Penggugat bertemu dengan Tergugat II dan dijawab bahwa berkas sudah diserahkan ke BPN Kota Jayapura,” lanjut Rahman menjelaskan.
Karena tidak ada informasi dari perkembangan proses Balik Nama sertifikat Penggugat dari Kantor BPN Kota Jayapura, maka pada tanggal 17 September 2018, Penggugat kemudian mengajukan Gugatan Fiktif Positif ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura. Pada tanggal 18 September 2018, Kuasa Hukum menyurati Tergugat I agar bersedia menjadi saksi.
Setelah berkoordinasi dengan Tergugat II, ternyata Tergugat II menyatakan keberatan dengan alasan Notaris tidak dapat menjadi saksi di pengadilan. Kemudian pada tanggal 22 September 2018 Kuasa Hukum Penggugat kembali ke kantor Tergugat I dan Tergugat II untuk koordinasi bukti surat tetapi yang bersangkutan tidak ada di tempat.
Kedua Tergugat, jelas Rahman, tidak ada itikad baik untuk menghadiri sidang gugatan Fiktif Positif, hingga putusan sidang. “Tidak adanya itikad baik ini telah membuktikan bahwa Tergugat I ataupun Tergugat II tidak pernah memberikan informasi dan data yang benar kepada Penggugat mengenai Proses Balik Nama Sertifikat Penggugat,” kata Rahman kesal. Karena itulah, Penggugat melalui tim Kuasa Hukum menggugat kedua Tergugat dengan nilai Rp 5,3 miliar. “Dalam persidangan tadi, Tergugat tidak hadir sehingga sidang ditunda Kamis 14 November pekan untuk memanggil kembali para Tergugat,” tambah Rahman. *