Akan Usulkan Raperdasus ke Eksekutif dan Legislatif, Ketua MRP PB Minta Bupati/Wali Kota Harus OAP
MANOKWARI - Melalui rapat pleno Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP PB) telah menghasilkan sejumlah program kerja tahun 2019 sesuai DPA APBD Provinsi Papua Barat.
Agenda kerja tahun berjalan itu antara lain akan menyusun lebih dari 1 Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus), selanjutnya berkomunikasi dengan DPR Papua Barat yang didalamnya ada anggota DPR PB jalur otsus.
Ketua MRP PB Maxsi Nelson Ahoren usai rapat pleno, Selasa (15/1/2019), menjelaskan bahwa kewenangan MRP PB terbatas, namun sesungguhnya usulan Raperdasus itu akan dikomunikasikan dengan DPR PB, pemerintah daerah, dan pemerintah Pusat.
"Rencana ada sekitar 5-7 Raperdasus menjadi inisiatif MRP PB yang akan di rancang dan dikomunikasikan bersama eksekutif dan legislatif. Padahal secara kelembagaan kami tidak berwenang membentuk satu produk hukum, namun kami sebatas usulan, sebab usulan itu sudah terkafer dalam DPA MRP PB," katanya.
Kembali diakui Ahoren kalau lembaga kultur yang dipimpinya tidak memiliki hak legislasi. Akan tetapi mereka sebatas merancang dan nantinya dikooridasikan untuk lebih diperkuat oleh DPR Fraksi Otsus.
Usulan Raperdasus itu, sebut Ahoren antara lain, tata cara memberikan pertimbangan dan persetujuan, pembentukan partai lokal, dan pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten, kota di Papua Barat harus orang asli Papua (OAP).
Menurutnya, usulan Raperdasus itu akan menjadi fokus kerja dan masing-masing Pokja (Agama, Perempuan dan Adat) akan membagi tugas atas usulan Raperdasus tersebut.
Bahkan dari usulan Raperdasus tersebut, tentu saja akan melibatkan semua pihak seperti tokoh masyarakat, akademisi, tokoh agama dan tokoh adat sesuai wilayah kerja MRP PB. Termasuk akan mendapat refrensi lain dalam pengusualan Raperdasus tersebut.
Menanggapi usulan Raperdasus MRP PB, Panglima Parjal Papua Barat Ronald Mambieuw berpendapat bahwa tidak nasionalis untuk bupati, wabup, walikota dan wawalikota harus OAP.
Sementara secara positif bagi OAP sangat baik, bahkan akan mendapat tanggapan keras lewat lembaga legislatif atas usulan dimaksut. Tak hanya itu, pro dan kontra akan terjadi baik di lembaga DPR dan publik.
"Di DPR akan terjadi perdebatan dari sejumlah pihak, baik dari partai politik dan anggota DPR PB fraksi otsus. Bahkan secara tidak langsung fraksi otsus akan pertahankan apa yang menjadi uslan MRP PB, sebab akan mempertahankan dasar bagi OAP di daerah Papua Barat" tambah Mambieuw secara terpisah.
Kata dia, kalaupun usulan kepala daerah tingkat kabupaten, kota harus OAP sesuai rel amanat UU Otsus, maka tidak salah atas usulan mereka (MRP). Bahkan kalau demi mempertahankan hak dasar OAP, maka tentu saja didukung. *