Persoalkan PAW Anggota DPR Otsus Melalui MRP, Thebu: Sesuai UU Otsus
MANOKWARI- Pascapengesahan 7 Raperdasus oleh DPR Papua Barat, justru tidak diterima oleh Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat, bahkan ketua MRP Papua Barat sempat katakan satu dari raperdasus ilegal.
Salah satunya Raperdasus tentang perekrutan dan pengangkatan anggota DPR Papua Barat jalur otsus, padahal raperdasus itu bersama 6 raperdasus lainnya sudah sah menjadi Perdasus.
Akan tetapi justru MRP menolak adanya Raperdasus tersebut. Alasan penolakan itu disampaikan anggota pansus verifikasi Raperdasus MRP PB, Yuliasnus Thebu, Jumat (29/3/2019).
Menurut Thebu, MRP PB tidak mempersoalkan 6 raperdasus lainnya yang sudah sah menjadi Perdasus, meskipun ada catatan yang harus diperbaiki.
Alasan tidak disetujui 1 raperdasus oleh MRP, karena tidak mendapat persetujuan secara lembaga. Penolakan itu disampaikan Thebu sesuai kewenangan, hak dan kewajiban yang diatur dalam Perdasus Nomor 6 tahun 2012.
Kata Thebu, dalam Pasal 12 ayat berbunyi Raperdasus tidak boleh disahkan menjadi perdasus tanpa persetujuan MRP. Sebab berdasarkan hasil konsultasi bersama Kemendagri, munculah surat Nomor 188.34/932/Otda tanggal 8 Februari 2019 kepada Gubernur Papua Barat. Di dalamnya terdapat beberapa pertimbangan untuk penyempurnaan, salah satunya mekanisme PAW.
“Mekanisme PAW anggota DPR PB jalur Otsus tidak bisa disamakan dengan anggota DPR jalur politik. Kalau PAW Parpol merujuk UU Nomor 23 Tahun 2014,” kata dia.
Menurutnya, DPR PB jalur otsus mewakili masyarakat adat dan MRP sebagai lembaga kultur adat. Oleh karena itu perlu diatur yang melakukan PAW (pergantian antar waktu) terhadap anggota fraksi otsus adalah lembaga presentase kultur OAP sesuai amanat UU Otsus.
Thebu pun khawatirkan perdasus yang telah disahkan tidak bisa diregistrasi di Kemendagri karena melalui mekanisme yang salah.
Diklaim Thebu bahwa ini tidak berjakan seperti yang diketahui, sebab sudah disahkan DPR menjadi Perdasus tapi belum registrasi di Kemendagri. Artinya kalau tidak seperti itu, maka rakyat yang rugi.
"Kita punya kerinduan yang sama untuk mematenkan hak dan pemberdayaan OAP. Tak ada kepentingan lain,” ungkap Thebu.
Tujuh Raperdasus yang dimaksud adalah;
1) Raperdasus tentang Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak dan Gas (Migas) di Papua Barat.
2) Raperdasus Pengangkatan anggota DPR Papua Barat dalan kerangka Otsus.
3) Raperdasus Pembagian dan pengelolaan dana Otsus Provinsi Papua Barat.
4) Raperdasus Pedoman penyelenggaraan pengusaha asli Papua di Papua Barat.
5) Raperdasus Masyarakat adat di wilayah Papua Barat.
6) Raperdasus Pembangunan berkelanjutan (konservasi) di Provinsi Papua Barat.
7) Raperdasus Penyediaan rumah bagi orang asli Papua di Provinsi Papua Barat.
Satu dari Raperdasus Pengangkatan anggota DPR Papua Barat dalan kerangka Otsus yang kini menjadi polemik di antara DPR dan MRP.
Sebelumnya, Ketua Komisi A DPR Papua Barat Yan Anthon Yoteni mengemukakan kepada wartawan bahwa MRP memiliki tugas memberikan pertimbangan dan persetujuan, sedangkan DPR adalah pembentuk produk hukum daerah.
Mengingat produk hukum yang dihasilkan DPR dan Gubernur berkaitan dengan OAP, maka DPR serahkan kepada MRP mendapat pertimbangan dan persetujuan.
Padahal MRP sudah menyerahkan kembali 7 Raperdasus tanpa adanya rekomendasi penolakan, namun belakangan MRP lakukan pleno untuk penolakan satu raperdasus. *