WRI Gelar Diskusi Tentang Isu Lahan dan Lingkungan Kebijakan Satu Peta di Manokwari
MANOKWARI- World Resources Institute (WRI) Indonesia menggelar diskusi dengan topik solusi atas isu-isu lahan dan lingkungan melalui Kebijakan Satu Peta yang diangkat dalam acara #IniTanahKita: Memotret Isu Lahan di Papua Barat pada hari Minggu, 11 Agustus 2019, di Manokwari, Papua Barat.
Sebagai pembuka diskusi ditampilkan potret hutan Wosi sebagai salah satu kawasan hutan lindung yang berada di Distrik Manokwari Barat.
“Hutan ini telah direkonstruksi sebanyak tiga kali untuk mengakomodasi kebutuhan lahan pemukiman, kebun masyarakat, serta fasilitas publik seperti jalan dan sekolah,” jelas fotografer, Meisye Evelyne Alfian
Diskusi yang diselenggarakan oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia, kolektif pelatih fotografi Arkademy, VICE Indonesia, dan Jurusan Biologi - Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Papua ini mempersembahkan esai-esai foto hasil lokakarya oleh empat fotografer yang menyorot dampak pengelolaan hutan dan lahan dalam kehidupan sehari-hari di Manokwari dan sekitarnya.
Presentasi dilanjutkan dengan sesi diskusi tentang solusi atas isu-isu lahan dan lingkungan melalui Kebijakan Satu Peta, bersama Wika Rumbiak, West Papua Landscape Manager WWF Indonesia, Martha Triasih Karafir, Research Analyst Papua WRI Indonesia, serta para mentor fotografi Arkademy.
Tata kelola hutan dan lahan sangat penting bagi Tanah Papua. Akibat laju deforestasi di Indonesia yang sangat tinggi, Tanah Papua kini menjadi harapan terakhir bagi hutan Indonesia dan harus dilindungi.
Tutupan hutan primer di Tanah Papua saat ini seluas 34 juta hektar, dan mengandung cadangan karbon sekitar 16 gigaton CO2 atau setara dengan emisi yang dikeluarkan oleh lebih dari 4.600 pembangkit listrik tenaga batu bara selama satu tahun. Jika pohon terus ditebang, karbon yang lepas ke atmosfer dapat memperburukkrisis iklim. Namun, deforestasi di Tanah Papua terus meningkat
“Papua Barat dapat menjadi contoh pengelolaan hutan dan lahan yang baik dan berkelanjutan, mengingat provinsi ini telah berkomitmen menuju pembangunan yang direncanakan dengan prinsip konservasi. Komitmen ini tertuang di dalam Deklarasi Manokwari 2018 yang ditandatangani oleh berbagai pihak termasuk Pemerintah Provinsi Papua Barat pada Oktober 2018,” jelas Martha Triasih Karafir, WRI Indonesia.
Dikatakan, saat ini, tidak ada satu acuan peta sebagai landasan kebijakan menyebabkan beragam konflik lahan, tumpang tindih kepemilikan lahan, korupsi di sektor lahan, pelanggaran hak-hak adat, dan kerusakan lingkungan yang memperparah krisis iklim.
Kebijakan Satu Peta
Kebijakan Satu Peta adalah salah satu program pemerintah untuk mengatasi konflik pemanfaatan dan kepemilikan lahan di Indonesia, dan mendukung konservasi lingkungan. Diskusi foto ini mengangkat beragam isu lahan dan lingkungan yang menekankan pentingnya Kebijakan Satu Peta.
Yustinus Yumthe mempersembahkan esai foto tentang pengerukan pasir pantai oleh masyarakat adat di Kampung Pami dan Kampung Mandopi di Distrik Manokwari Utara, Kabupaten Manokwari.
Menurut dia pemanfaatan pasir pantai ini membantu masyarakat pemilik hak ulayat dan para pekerja untuk menunjang kehidupan mereka sehari-hari. Namun, di sisi lain tata kelola ekosistem pemerintah dipertanyakan, sebab pengerukan pasir pantai di Manokwari beroperasi bukan sebagai industri yang ilegal, namun diperbolehkan beroperasi karena tidak adanya peraturan pengelolaan sumber daya ini.Kebijakan yang mengedepankan konservasi juga penting bagi hutan.
Selain Meisye Evelyne Alfianyang memotret kawasan Hutan Wosi, Mario Nicolas Munthe, 25, mengangkat cerita salah satu pengusaha kayu di Kampung Sibuni, DistrikManokwari Utara, Kabupaten Manokwari.
“Kisah ini menggambarkan bagaimana eksploitasi sumber daya alam, dalam hal ini hasil hutan berupa kayu,dapat menopang perekonomian keluarga beliau,dan juga secara tak langsung, masyarakat adat yang hidup di dalamnya. Namun di balik kisah hebatnya hutan dalam memberikan masyarakat sekitar penghidupan, tidak diiringi dengan langkah-langkah penanaman kembali hutan tersebut. Kira-kira apa yang akan masyarakat lakukan ketika tidak ada lagi kayu untuk dimanfaatkan?” ungkap Mario.
Narasi foto oleh Safwan Ashari Raharusun, juga mengangkat isu hutan, khususnya di paru-paru Manokwari yaitu Taman Wisata Alam Gunung Meja. “Dengan luasan 402,16 hektar, Gunung Meja hanya dijaga oleh satu orang petugas yang diambil dari masyarakat adat dan dibantu dengan enam orang Polisi Hutan yang hampir sebagian besar bertugas di kantor,” ujar Safwan.
Komitmen Pemerintah
Pemerintah Papua Barat telah berusaha mewujudkan komitmen menuju pembangunan yang mengedepankan konservasi lingkungan. Di mana sejak 2015, Papua Barat mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Konservasi, yang diperkuat melalui Peraturan Daerah Khusus Provinsi Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2019.
Papua Barat menargetkan 70% wilayah daratan provinsi sebagai kawasan konservasi dan lindung, sertamenandatangani Nota Kesepahaman mengenai Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dengan Bappenas pada Juni 2019.Langkah-langkah pemerintah daerah ini selaras dengan Kebijakan Satu Peta.**