Sudah 56 Tahun Wilayah Papua Berintegrasi, Apakah Manusianya Sudah Terintegrasi?
JAYAPURA-Seperti yang telah kita ketahui bersama, isu SARA, Rasisme menjadi pemicu sehingga beberapa hari ini, kita semua menyaksikan dan merasakan dampak ikutan dari tindakan kekerasan verbal berupa kata-kata “monyet” dan “usir Papua".
”Siapapun dia orang Papua, baik orang asli, peranakan, yang lahir dan besar di Papua atau bahkan yang pernah hidup di Papua pasti akan marah dan tidak terima dengan kata-kata rasis seperti itu. Dan implikasi dari itu, semua orang Papua bersatu dan menyatakan aksi protes sejak hari Senin (19/8) di Kota Jayapura, Papua, Manokwari dan Kota Sorong, Papua Barat yang sempat anarkis dan mengakibatkan kantor DPR Papua Barat ikut terbakar. Berlanjut ke hari Selasa, aksi protes terjadi di Kota Merauke, Kabupaten Biak, Serui, Nabire, Bintuni, dan Sorong Selatan, Papua Barat yang sempat ricuh dan anarkis. Bahkan hingga hari ini, di Fakfak, Papua Barat juga terjadi aksi protes, “ujar Sekretaris Papua Leadership Forum Victor Abraham Abaidata kepada Wartaplus.com, Kamis (22/8) pagi.
Victor Abraham Abaidata /Istimewa
Dikatakan, kemeriahan suasana HUT 74 tahun usia kemerdekaan RI dirusak hanya karena kata-kata “monyet” dan “Usir Papua.” Begitu mudahnya bangunan kebersamaan dirusak hanya dengan kata-kata. Karena itu pepatah, “mulutmu harimaumu” itulah dampak ikutan yang terjadi dan tengah berlangsung hingga hari ini.
“Setiap masalah pasti ada jalan keluar. Asal kita mau dudukan sama-sama persoalan itu dan selesaikan baik-baik. Kita harus lihat apa yang melatar belakangi dan apa sesungguhnya akar persoalan Papua, dan saya pikir pemerintah tahu itu. Jika Pemerintah mau dan mampu menjawab akar persoalan Papua maka itulah solusi permanen untuk Papua dan untuk masa depan kesatuan bangsa Indonesia,”ujarnya.
Disinggung apa ada apakah ada skenario besar di balik insiden awal pekan ini? “Soal skenario, saya pikir dari hasil pendalaman pihak kepolisian akan diketahui secara pasti, apa ini terskenario, oleh kepentingan siapa, dan untuk apa? Dan ada siapa saja pihak-pihak yang terlibat dibalik isu SARA/ Rasisme ini. Itu tugas kepolisian yang akan mengungkapnya secara tuntas dan pasti,”tandasnya.
Solusi permanen untuk Papua ? “Kita harus lihat apa yang melatar belakangi dan apa sesungguhnya akar persoalan Papua. Dan saya pikir pemerintah tahu itu. Jika pemerintah mau dan mampu menjawab akar persoalan Papua maka itulah solusi permanen untuk Papua dan untuk masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia,”ungkapnya.
Dikatakan, persoalan Papua bukan hanya masalah peningkatan derajat ekonomi, juga bukan hanya masalah infrastruktur, semua itu penting. “Tetapi jauh lebih penting bagaimana membangun dan mengintegrasikan manusia Papua menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Ini yang menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah dari waktu ke waktu. Pertanyaannya, sudah 56 tahun wilayah Papua berintegrasi menjadi bagian penting dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi apakah manusianya sudah terintegrasi? Coba lihat, aksi massa dan pergerakan tuntutan Papua Merdeka, itu dilakuakan oleh generasi Papua di era 80an, 90an bahkan 2000an. Mereka-mereka yang tidak lahir pada saat masa peralihan. Ini soal masalah Distrus, seperti yang saya katakan diatas, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Dan saya sebagai anak adat, ketika ada masalah, biasanya kami selesaikan di para-para adat. Mestinya Pemerintah menggunakan pendekatan kearifan lokal Papua untuk menyelesaikan semua soal di Papua, dan itu dimulai dari para-para adat, “ujarnya.
Himbauan kepada pemerintah dan masyarakat terhadap masalah ini ? “Pertama, orang Papua itu bukan hanya rambut keriting dan kulit hitam, tetapi ada juga rambut lurus dan kulit putih. Ada orang asli, ada peranakan seperti saya. Ada juga yang lahir dan besar di Tanah Papua, dan bahkan ada pendatang tetapi hatinya begitu mencintai Papua. Sehingga dia lebih suka disebut sebagai orang Papua. Semua disatukan karena kesatuan emosi sebagai orang Papua yang punya harkat, martabat dan harga diri diatas semua nilai. Saya harap, kitong (kita) semua bisa jaga Papua sama-sama, Papua Tanah Damai, dan jaga keutuhan kebersamaan kita sebagai orang Papua yang Tuhan percayakan ada di dalam rumah yang namanya NKRIm,”ujarnya.
Kedua, kepada Pemerintah, terutama kepada pihak kepolisian, semakin cepat bekerja mengungkap fakta dan menghadirkan serta menindak pelaku penyebab masalah, akan mempercepat penyelesaian masasalah. Disamping itu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dalam hal ini Gubernur Jawa Timur, Walikota Surabaya, serta Walikota dan Wakil Walikota Malang harus datang ke Jayapura dan Manokwari.
“Duduk dan bicara sama-sama dengan Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat di Tanah Papua. Gunakan pendekatan adat untuk selesaikan masalah ini. Libatkan juga tokoh-tokoh di Papua dan Papua Barat, untuk sama-sama duduk bicara. Saya yakin hasil pertemuan di Jayapura dan Manokwari nantinya disamping akan menghasilkan konsepsi penanganan kedepannya, tetapi juga sangat berdampak terhadap situasi kebathinan saudara-saudari mahasiswa mahasiswi yang ada di kota-kota studi terutama yang ada di Tanah Jawa,”tutupnya.*