Pasca Unjuk Rasa Manokwari Lima orang Orator Dipanggil Polisi
MANOKWARI-Pasca-aksi unjuk rasa di dalam Kota Manokwari pada 19 Agustus 2019 lalu, aparat kepolisian Polres Manokwari mengamankan tiga orang terduga dari ribuan massa aksi waktu itu. Ketiga terduga pelaku adalah berinisial MA, DA dan IM.
Untuk MA dan DA diduga menjarah dan membakar mesin ATM BNI pasca-aksi unjuk rasa di eks kantor gubernur Papua Barat pada Senin (19/8) lalu. Untuk terduga pelaku IM adalah pembakar bendera merah putih di lapangan Borasi Manokwari.
Demikian disampaikan Kapolda Papua Barat Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak melalui jumpa pers di Manokwari. Untuk kembangkan informasi seputar kerusuhan waktu itu, penyidik Polres Manokwari melakukan pemanggilan kepada lima orang orator yang terlibat aksi untuk dimintai keterangan polisi.
Mereka yang dipanggil berdasarkan surat dari Polres Manokwari di antaranya adalah, Ronald Mambieuw sebagai penanggung jawab aksi dari Parlemen Jalanan (Parjal) Papua Barat atau koordinator Solidaritas Papua Bergerak (SPB), Devlisen Pahala perwakilan dari GMKI, Chandra Furima, Pilatus Lagowan (Presma Unipa) dan Yoram Magay.
Devlisen Pahala kepada wartawan semalam di sekretariat Parjal mengakui adanya surat pemanggilan dari Polres Manokwari kepada mereka untuk dimintai keterangan Pasca-kerusuhan.
"Jadi kita total ada lima orang hari ini yang akan diminta keterangan oleh penyidik Polres Manokwari sesuai surat pemanggilan" kata Devlisen, Minggu (25/8).
Panglima Parjal Ronald Mambieuw dalam kesempatan itu mengaku bahwa mereka dipanggil untuk dimintai keterangan seputar demo damai yang akhirnya berujung pada kerusuhan.
Bahkan kata dia, apapun pertanyaan dari penyidik polres akan mereka jawab sesuai aksi massa pada 19 Agustus lalu.
Untuk diketahui bahwa aksi massa pada 19 Agustus lalu di Manokwari dilakukan rakyat Papua secara spontan, karena adanya kata rasisme kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur yang menyakiti perasaan hati orang Papua.
Kaitan dengan kata rasisme itu menyebabkan aksi demonstrasi besar-besaran di tanah Papua dan berujung pada kerusuhan di Manokwari, Sorong dan Fakfak Provinsi Papua Barat.*