Akses Internet Lumpuh, Filep Wamafma: 183 Mahasiswa STIH Terancam Tunda Wisuda
MANOKWARI-Pasca-aksi unjuk rasa di kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat sangat berdampak besar dengan kelumpuhan berbagai hal di daerah ini.
Salah satunya adalah aspirasi tentang lumpuhnya akses internet yang berdampak luas kepada masyarakat yang adalah pelaku konsumen yang dilindungi undang-undang seperti yang tertuang dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Menanggapi hal itu, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Manokwari, Filep Wamafma menyampaikan bahwa kelumpuhan akses internet di tengah masyarakat Manokwari menyebabkan aktivitas di kampus STIH Manokwari pun terbatas dan lumpuh total karena terblokirnya akses internet.
Untuk itu ia sarankan kepada pemerintah daerah Papua Barat untuk segera melakukan konfirmasi kepada pemerintah Pusat alasan pemblokiran jaringan internet secara serentak di beberapa daerah di Papua Barat, misalnya saat ini akses Internet di Manokwari yang kini diblokir.
Akibat lumpuhnya akses internet ini menyebabkan 183 mahasiswa/i STIH Manokwari yang adalah calon wisudawan dan wisudawati terancam tunda wisuda pada September 2019. Hal ini bagian dari aspirasi masyarakat dan mahasiswa yang di suarakan ke pemerintah Pusat.
Hal lainya kata Wamafma, termasuk tiga ratusan lebih calon mahasiswa/i baru tahun akademik 2018/2019 yang saat ini sudah mendaftar untuk segera di laporkan ke bagian Kementerian Dikti, juga terancam. Apalagi semua aktivitas kerja-kerja urusan kampus hanya menggunakan aplikasi sistem online (internet).
"Sebenarnya apa yang ditakuti oleh negara kepada Papua dan Papua Barat, sehingga akses internet juga diblokir dan harus korbankan konsumen yang sesungguhnya dilindungi dengan undang-undang konsumen" tanya Wamafma, Senin (26/8)
Menurut dia, kalau kaitan dengan kekuatiran aparat keamanan dengan adanya hoax di medsos yang menganggu kenyamanan negara, pascabentrok di Papua Barat, maka perlu dipertanyakan kerja Ciber crime yang dibanggakan saat ini.
Kata Wamafma, aparat kepolisian semestinya sudah harus waspada setiap perkembangan medsos, terutama memantau setiap oknum yang sengaja menyebar berita hoax di medsos dan media online tidak jelas.
"Misalnya kalau aparat kepolisian ketahui penyebar berita hoax, maka polisi mempunyai hak dan kewenangan untuk melacak dan memproses hukum" saran Wamafma.
Kenapa demikian, agar akses internet tidak korbankan banyak orang yang sudah terbiasa kerja dengan sistem kerja online (internet).
Ia menambahkan bahwa terblokirnya akses internet juga dirasakan oleh wartawan dan media online resmi di Papua pada umumnya.
"Perkembangan informasi resmi hanya melalui wartawan, namun kalau sampai akses internet diblokir, maka sulit buat masyarakat luas mengetahui perkembangan daerah dan sulit mendapat informasi" ungkap Wamafma.*