Terdakwa Kasus Kerusuhan Jayapura Nyatakan Kasasi
JAYAPURA,wartaplus.com - Sebanyak 17 (tujuh belas) terdakwa dengan 11 (sebelas) perkara dalam kasus kerusuhan Jayapura akibat menentang rasisme terhadap Orang Asli Papua (OAP) menyatakan kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pernyataan kasasi ini disebabkan Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jayapura dengan tetap menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.
Tim Advokat untuk Orang Asli Papua (OAP) Sugeng Teguh Santoso, S.H menyatakan keputusan para terdakwa untuk menyatakan kasasi sudah tepat, karena majelis hakim baik tingkat pertama maupun ditingkat banding (judex factie) dinilai telah salah menerapkan hukum.
“Secara yuridis normatif, kami menilai putusan majelis hakim banding tidak merujuk pada Pasal 238 ayat (1) KUHAP, yang mengatur bahwa, pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan negeri yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dan penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, beserta semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu dan putusan pengadilan negeri. Ketentuan ini mengandung makna bahwa majelis hakim banding mengulang kembali pemeriksaan perkara secara keseluruhan dan tidak semata-mata mengacu pada berkas putusan PN, sehingga keadilan substantif bagi pencari keadilan dapat terwujud. Hal ini sebagaimana pula dipertegas dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 104.K/Kr/1977, tanggal 15 Nopember 1978, dan Nomor: 471.K/Kr/1979, tanggal 7 Januari 1982,"ujar Sugeng Teguh Santoso, S.H., selaku Koordinator Tim Advokat untuk OAP dalam rilis yang diterima wartaplus.com, Selasa (19/5) pagi.
Lebih lanjut, Sugeng, yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menyatakan bahwa pembelaan terhadap para terdakwa OAP ini harus dituntaskan hingga akhir karena ada soal-soal prinsip penegakan hukum yang harus diperjuangkan. Apalagi selama proses peradilan, ada kesan bahwa penegak hukum tidak adil sejak dalam pikiran terhadap para terdakwa yang notabene anak-anak Papua.
“Secara teknis, kami melihat ada kekeliruan penerapan hukum, dan kewenangan menguji hal itu adanya di Mahkamah Agung, sehingga upaya memperjuangkan keadilan harus tuntas sampai akhir. Secara ideologis, pernyataan kasasi ini juga menunjukkan bahwa anak-anak Orang Asli Papua menolak kriminalisasi dan perlakuan diskriminatif dalam proses penegakan hukum”, tegasnya.
Sementara itu, Rita Serena Kolibonso, S.H., LL.M., mengungkapkan fakta-fakta hukum yang dimuat dalam putusan terindikasi manipulatif.
“Kami melihat fakta-fakta hukum yang dimuat dalam putusan, tidak sebagaimana yang terungkap di persidangan. Diindikasi manipulatif. Semestinya ini pula yang perlu diperiksa ulang oleh majelis hakim banding, tapi kenyataannya tidak”, kata Rita.
Menurut Rita, putusan pemidanaan berdasarkan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP semestinya memuat pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.
“Jika ternyata yang termuat dalam putusan mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang tidak sesuai persidangan, maka putusan harus dinyatakan batal demi hukum. Kami berharap, majelis hakim kasasi akan mempertimbangkan hal ini”, harap Rita.
Sementara iut Frederika Korain, S.H., MAAPD, menjelaskan bahwa pernyataan kasasi bukan semata-mata memperjuangkan tegaknya hak normatif anak-anak OAP, tetapi sebuah upaya untuk memperjuangkan harkat dan martabat OAP.
“Pernyataan kasasi ini tidak semata-mata soal putusan pemidanaan terhadap anak-anak OAP, tapi juga tentang harga diri masyarakat Papua yang selama ini selalu menjadi korban kriminalisasi dan penegakan hukum diskriminatif. Kami percaya, bahwa majelis hakim ditingkat kasasi akan menjatuhkan putusan secara objektif tanpa dipengaruhi oleh pikiran-pikiran stigmatisasi negatif terhadap anak-anak Papua”, ujar Rika.
Sebelumnya para terdakwa ditangkap dan dihadapkan di muka persidangan karena dituduh melakukan tindak pidana pada akhir Agustus 2019 dalam aksi menentang rasisme terhadap OAP. Meski dalam proses persidangan para terdakwa membantah melakukan perbuatan yang dituduhkan, namun majelis hakim tetap menjatuhkan putusan pemidanaan.*