Pemkab Puncak Jaya Berencana Membuat Perda Tentang Pembayaran Denda Adat
MULIA, wartaplus.com - Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya berencana membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Pembayaran Denda Adat
Bupati Puncak Jaya, Dr. Yuni Wonda, S.Sos, S.IP, MM menuturkan, pembayaran denda adat dan uang duka yang menjadi bagian dari tradisi budaya masyarakat setempat saat terjadi konflik, nilai yang dipatok sangatlah tinggi
"Besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh kelompok pelaku harus ditanggung oleh kelompok lain, menjadi kewajiban yang kadang membutuhkan waktu lama untuk terkumpul sempurna," tuturnya saat memberikan keterangan pers usai acara perdamaian perang suku di Distrik Ilu, Selasa (07/09) lalu.
Menurut ia, jumlah yang sedemikian besar, mau tidak mau harus ikut dialokasikan oleh pemerintah daerah semata-mata agar roda pemerintahan dan pelayanan publik serta situasi keamanan dapat kembali normal.
Kendati adat budaya yang masih menjadi kekuatan sebagai jalan keluar pemecahan masalah yang singkat, serta secara langsung mememutus segala tuntutan Hukum dan persoalan HAM yang muncul di kemudian hari, namun Bupati melihat masih ada tantangan didalamnya yang harus disikapi.
"Kedepan kami bersama Ketua DPRD dan jajaran anggota akan memPerda-kan ketentuan duka sampai bayar adat, sehingga lebih teratur dan realistis," tegasnya.
Bupati mengaku, memang budaya nenek moyang masyarakat Puncak Jaya masih terus dijaga dan gigih dipertahankan, namun tantangannya adalah, tidak sedikit pengorbanan biaya dan waktu bahkan nyawa harus melayang.
"Selain itu aktivitas pelayanan publik dan masyarakat ikut terganggu karenanya," akunya
Seperti diketahui, dalam acara perdamaian perang dua kelompok warga Suku Lani, Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya telah memberikan bantuan bayar kepala (denda adat) yang bersumber dari dana hibah sebesar Rp10 Miliar dengan rincian tiap kubu baik pelaku maupun korban masing masing mendapatkan bantuan Rp5 Miliar
Bantuan juga datang dari DPRD sebesar Rp2 Miliar serta sumbangan dari para tamu yang hadir di acara perdamaian
Konflik yang terjadi sejak 2018 silam, dipicu pergeseran Kepala Kampung oleh Bupati yang kemudian tidak diterima oleh sejumlah pihak. Mereka kemudian melakukan provokasi ke warga sehingga terjadi konflik. Konflik yang pecah pertama kali di Distrik Kalome kemudian menyebar ke 9 Distrik lainnya yakni Distrik Distrik Ilu, Wonwi, Waegi, Yamoneri, Taganombak, Nume, Nioga, Gubume serta Torere. Perang yang terus terjadi selama kurun waktu tiga tahun lebih itu mengakibatkan puluhan nyawa melayang.
Aktivitas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat pun terganggu karenanya. (Adv/ProkopimPJ)