JDP Menyesalkan Peristiwa Anggruk, Investigas HAM Indenden Harus Dilakukan

JAYAPURA,wartaplus.com - Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP) Yan Cristian Warinussy prihatinan atas kejadian dan peristiwa "mengenaskan" yang terjadi di kampung Angguruk, Kabupaten Yalimo, Provinsi Papua Pegunungan, Jum'at (23/3/2025) Minggu lalu.
Ungkapnya, awalnya ada klaim bahwa peristiwa tersebut terjadi berupa "serangan" oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Sehingga mengakibatkan 6 (enam) dari 7 (tujuh) orang tenaga guru kontrak dan tenaga kesehatan (nakes) tewas.
Padahal faktanya, Pengacara kawakan sekaligus Direktur Lembaga Penelitian Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH), seorang guru wanita muda belia bernama Rosalia Rerek Sogen (29) asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), diduga korban tewas karena luka tembakan senjata api.
Sementara keenam rekannya, yaitu Fidelis De Lena (32) dan Cosmas Paga (29) mengalami luka berat. Sedangkan yang mengalami luka ringan sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu Vantiana Kambu ,(32), Diosina Taroli More (27), dan Penus Lepi (33) mengalami luka ringan. Ada juga seorang tenaga kesehatan yang mengalami luka berat bernama Irmawati Nainggolan (26).
"JDP menyesalkan peristiwa Angguruk, Kabupaten Yalimo, Provinsi Papua Pegunungan yang merupakan peristiwa keberulangan dari peristiwa yang sama sebelumnya di wilayah Tanah Papua Pegunungan dari masa ke masa,"ujar Warinussy, Senin (24/3/2025) pagi.
Ditegaskan, pilihan menggunakan pendekatan keamanan dengan pengerahan personil pasukan militer di Tanah Papua sepanjang lebih dari 50 tahun terakhir ini tidak pernah menghindarkan Tanah Papua dan Rakyat Papua yang adalah Orang Papua Asli dari kekerasan secara terus menerus.
Bahkan menimbulkan akibat yang menyakitkan dan memilukan pula bagi para tenaga guru, tenaga kesehatan maupun tenaga operator peralatan telekomunikasi seluler yang hendak bekerja dan menolong kehidupan sosial ekonomi di wilayah Papua Pegunungan hingga Papua Tengah.
"JDP menyerukan agar dilakukan investigasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang independen dan melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI). Usulan JDP didasari alasan yang melekat ada amanat pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Dimana jelas tersirat bahwa peristiwa tragis yang dialami para guru dan nakes di Angguruk, Kabupaten Yalimo, Provinsi Papua Pegunungan tersebut merupakan peristiwa Pelanggaran HAM Berat,"kata Warinussy peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” Tahun 2005 dari Kanada.
"Mereka para korban jelas tidak bersenjata alias sipil murni dan diperhadapkan pada sekelompok orang bersenjata. Investigasi tersebut harus pula mampu mengungkap model luka yang dialami para korban, termasuk korban tewas dan analisa forensik dan uji balistik untuk memastikan jenis peluru dari senjata yang diduga dipergunakan untuk menyerang warga sipil tersebut,"lanjutnya lagi.
Investigasi Komnas HAM juga harus mendalami keberadaan TPNPB serta cakupan wilayah kerja mereka hingga ke dekat Puskesmas Angguruk tersebut.
"Sehingga bisa diperoleh fakta yang benar, apakah serangan tersebut memang benar dilakukan oleh TPNPB? Ataukah merupakan "skenario" dari sebuah rencana kontra spionase semata? JDP berharap semua pihak yang terlibat konflik bersenjata sepanjang waktu di wilayah tersebut (TNI, Polri atau TPNPB) tidak terlibat dan ikut membantu mengamankan proses investigasi HAM yang dipimpin oleh Komnas HAM RI tersebut,"ujarnya.*