DPRP Usulkan Pemprov Pinjam Dana Bank Biayai PSU, Tolak Gunakan Dana Cadangan

JAYAPURA, wartaplus.com - Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) memberikan usulan kepada pihak eksekutif (Pemerintah Provinsi Papua) agar melakukan pinjaman dana di bank untuk membiayai pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Gubernur Papua 6 Agustus 2025 mendatang, daripada menggunakan dana cadangan.
Pernyataan ini, sebagai salah satu solusi menyelesaikan persoalan anggaran PSU yang totalnya mencapai Rp189 miliar.
Sebelumnya, pihak eksekutif mengusulkan untuk dilakukan revisi dalam Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) tentang penjabaran APBD tahun anggaran 2025, yang mana didalamnya Provinsi akan melakukan pergeseran anggaran mendahului perubahan APBD TA.2025, salah satunya penggunaan dana cadangan untuk membiayai PSU.
Padahal, dalam Perdasi jelas tertera bahwa pembentukan dana cadangan itu peruntukannya untuk membiayai program kegiatan peningkatan sumber daya manusia (sdm) khususnya orang asli Papua, dan dititikberatkan pada bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya serta pemberdayaa ekonomi kerakyatan secara berkelanjutan.
Tak heran, jika lima fraksi DPRP dalam pendapat akhir mereka saat Sidang Paripurna menyatakan menolak penggunaan dana cadangan tersebut.
Untuk diketahui, sidang paripurna DPR Papua dengan agenda Penyerahan LKPJ Gubernur Papua tahun 2024, dirangkaikan dengan penetapan program pembentukan peraturan daerah (propemperda) tahun 2025, berlangsung pada Selasa (15/04/2025).
Dalam sidang paripurna tersebut, Propemperda yang ditetapkan dan disetujui yaitu 14 Perdasi dan Perdasus terdiri dari 7 Raperda usulan provinsi dan 7 Raperda dari inisiatif DPR.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua, Adam Arisoy kepada wartawan di Jayapura, Kamis (17/04/2025) mengatakan, 5 fraksi yang menolak yaitu fraksi Golkar, Nasdem, PDIP, fraksi gabungan Keadilan Pembangunan dan fraksi gabungan Gerakan Amanat Persatuan.
"Lima fraksi menolak karena dana cadangan ini harus dipakai khusus untuk membiayai pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan khusus oap. Oleh karena itu, ini sebagai beban moril kami 45 anggota DPR terhadap masyarakat Papua, makanya kita tolak," tegasnya.
"Karena uang (dana cadangan) ini hak rakyat yang harus disalurkan sesuai peruntukannya, untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat Papua khususnya OAP," tegasnya lagi.
Adam berharap, pihak provinsi (eksekutif) bisa duduk bersama DPR (legislatif) untuk bersama sama mencari solusi pembiayaan pelaksanaan PSU.
"Kalau perlu kita bersama sama sampaikan persoalan ini ke pemerintah pusat dan komisi 2 DPR. Kita harus jujur sama, bahwa memang dana kita tidak cukup untuk membiaya PSU," sarannya.
PSU Tidak Bisa Ditunda
Di tempat yang sama, Ketua Komisi I DPR Papua, Tan Wie Long menegaskan, DPRP berkomitmen bahwa PSU harus tetap dilaksanakan sesuai jadwal yakni6 Agustus 2025. Pasalnya, ini merupakan amanat putusan MK. Sehingga tidak boleh ditunda ataupun digagalkan.
"Kami lembaga DPR sangat konsen untuk bagaimana berupaa bersama eksekutif bisa melaksanakan PSU dengan baik benar dan lancar. Tentunya ini harapan DPR dan juga masyarakat papua," ujarnya.
Menyoal anggaran PSU yang sangat besar, sementara saat ini kita diperhadapkan dengan efisiensi anggaran? Menurut Politisi Golkar ini, efisiensi anggaran membuat fiskal provinsi papua sangat lemah, ditambah lagi dengan putusan MK soal PSU, dimana pemda papua harus membiayai sendiri.
"Tentunya kita prihatin, tapi kita bersama eksekutif akan berupaya mencari solusi seperti apa sehingga proses PSU ini bisa berjalan dan dibiayai," tukasnya.
Adapun solusi yang ditawarkan DPR Papua yaitu:
Pertama, DPR dan Provinsi harus menyampaikan persoalan ini ke Komisi 2 DPR RI, agar pemerintah pusat bisa melihat langsung kondisi di Papua seperti terutama soal fiskal yang sangat kecil.
Kedua, "Saya pikir tidak ada salahnya pinjam dana ke bank Papua. Apalagi ini kondisinya sudah sangat mendesak, saya pikir pinjam dana ini, kita DPR akan memberi perhatian. Daripada kita harus mengambil anggaran dari dana cadangan," tutupnya.**