Komnas HAM Papua Protes Model Bisnis Eksklusif Freeport: "Bikin Standar Sendiri, Evaluasi Sendiri, Itu Aneh dan Salah"
Komnas HAM Papua saat pertemuan dengan Manajemen PT Freeport Indonesia/Komnas HAM Papua
JAYAPURA, wartaplus.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua mengkritik tajam model bisnis dan HAM PT Freeport Indonesia (PTFI) yang dinilai eksklusif, di mana perusahaan membuat standar sendiri, melaksanakan sendiri, mengevaluasi sendiri, hingga menilai sendiri. Praktik ini disebut menjadi akar masalah besar, termasuk dalam tragedi mud rush Grasberg Block Cave (GBC) yang menewaskan tujuh pekerja pada 8 September 2025.
"Kami juga melakukan pendalaman terhadap HAM dan bisnis di PT Freeport yang masih cenderung eksklusif. Jadi dia bikin standar sendiri, dia melaksanakan sendiri, dia evaluasi sendiri, dan menilai sendiri. Itu aneh soal standar bisnis dan HAM," tegas Ketua Komnas HAM Papua, Frits Bernard Ramandey, kepada wartaplus.com, Selasa (11/11/2025) pagi.
Menurut Ramandey, model seperti ini justru menimbulkan masalah yang sangat besar. "Itu kami menyatakan salah, dan kami langsung protes soal ini kepada manajemen Freeport," ujarnya saat pertemuan kemarin di Kuala Kencana
Kritik ini muncul di tengah investigasi Komnas HAM Papua atas insiden longsor material basah seberat 800.000 ton di panel ekstraksi 28-30 GBC, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika. Tujuh pekerja tertimbun dan meninggal dunia, dengan evakuasi jenazah terakhir selesai pada 5 Oktober 2025 setelah 27 hari operasi penyelamatan.
Sebelumnya, Ramandey menegaskan tragedi ini bukan sekadar human error, melainkan akibat kurangnya antisipasi terhadap risiko berulang. "Bukan kejadian pertama. Kalau sudah berulang, kenapa tidak diantisipasi dengan alat deteksi bawah tanah dan pemantauan satelit yang dimiliki perusahaan sekelas Freeport?" tanyanya.
Komnas HAM Papua menuntut hierarki pertanggungjawaban yang jelas sesuai prinsip HAM dan bisnis, serta reformasi sistem pengawasan internal yang independen. "Keselamatan pekerja bukan urusan internal semata, tapi hak asasi yang harus diawasi pihak ketiga," pungkas Ramandey.
Investigasi Komnas HAM Papua masih berlangsung untuk memastikan akuntabilitas penuh atas tragedi yang memilukan ini.*


