Pemprov Papua Dukung Aspirasi Masyarakat Pulangkan Jafar Umar Thalib dan Pengikutnya
JAYAPURA - Pemerintah Provinsi Papua mendukung aspirasi ribuan masyarakat Papua yang mendesak agar Mantan Panglima Laskar Jihad dan pendiri Pondok Pesantren Ihya'as Sunnah di kabupaten Keerom, Jafar Umar Thalib dan pengikutnya segera dipulangkan ke daerah asalnya di tanah Jawa. Hal ini menyusul keresahan masyarakat atas keberadaan Jafar umar Thalib beserta pengikutnya di bumi cenderawasih. Keresahan masyarakat Papua bukannya tanpa alasan, mengingat jejak rekam JUT dan laskarnya yang diketahui pernah terlibat dalam konflik SARA (suku,agama,ras dan antar golongan) di Ambon, Maluku, 20 tahun silam. Bahkan, desakan agar JUT diusir dari Papua sudah diserukan sejak beberapa tahun lalu, namun menurut Polisi mereka (JUT) tetap masih dalam pengawasan.
Pernyataan dukungan ini disampaikan Sekertaris Daerah Papua, Hery Dosinaen dihadapan seribuan masyarakat Papua yang tergabung dari Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), Persekutuan Gereja Gereja di Tanah Papua (PGGP), serta sejumlah organisasi mahasiswa dan pemuda yang berunjuk rasa di halaman kantor Gubernur Dok II Jayapura, Senin (4/3 ) siang.
"Pada prinsipnya pemerintah Papua mendukung apa yang disampaikan perwakilan smeua unsur termasuk unsur agama. Artinya kita sudah bulat tolak Jafar Umar Thalib dan pengikutnya. (Mereka) harus tinggalkan Papua," seru Sekda Hery yang disambut riuh tepuk tangan para pengunjuk rasa
"Saya menerima aspirasi yang disampaikan dan kami pemerintah siap mengawal. Semua aspirasi yang disampaikan kami akan laksanakan," serunya lagi.
Tidak Terprovokasi
Mewakili Gubernur, Sekda Hery meminta masyarakat tidak terprovokasi atas kasus pengrusakan rumah milik warga yang diduga dilakukan oleh Jafar Umar Thalib dan enam pengikutnya. Dimana kini mereka telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Papua. Menurut Hery, biarlah kasus ini di selesaikan oleh Kepolisian
"Untuk itu kami menghimbau kepada masyarakat di tanah Papua, jangan terprovokasi dengan masalah ini, biarlah masalah ini ditangani oleh pihak yang berwajib sesuai aturan yang berlaku," imbaunya.
Dikatakan, Papua ini memiliki lima suku selain itu juga di Papua ada berbagai suku dari provinsi lain, yang mana selama ini menjaga toleransi di Papua.
" Yang jelas, Papua ini tanah damai. Kita harus tetap bersatu dan menjaga toleransi, menjaga kebenekaragaman dan keharmonisan, jangan sampai ada pihak lain yang ingin memprovokasi keadaan, ataupun melakukan hal - hal ini menjadi tidak nyaman," katanya mengingatkan.
Ketua FKUB Papua, Pendeta Lipiyus Biniluk menyatakan, inti dari aspirasi deniminasi gereja adalah Ja’far Umar Thalib dan para pengikutnya harus angkat kaki dari tanah Papua.
Sebab menurutnya, agama tidak mengajarkan untuk membunuh, oleh karena itu, karena mereka sudah membawa golok dan parang maka mereka harus dipulangkan ke kampung halamannya.
"Tidak ada agama yang mengajarkan membunuh, Ja’far Umar Thalib dan para pengikutnya harus angkat kaki dari tanah Papua," seru Lipiyus
Tokoh Muslim Papua, Thaha Alhamid mengaku, semua rakyat Papua tak ingin Papua seperti Ambon, Poso dan Sampit, maka itulah kita harus mengawal proses hukum yang sedang berlangsung di Polda Papua.
" Ja’far Umar Thalib dan pengikutnya harus di hukum kita semua harus kawal proses hukum sampai tuntas," katanya.
Copot Bupati Keerom
Sementara itu Ketua KNPI Papua, Alberto Wanimbo menyerukan agar Bupati Keerom, Muhammad Markum diturunkan dari jabatannya karena tidak tegas terhadap Jafar Umar Thalib dan pengikutnya yang terus mengembangkan paham radikalismenya di wilayah Keerom.
"Kami tidak mau ada kekerasan di tanah ini (Papua). Sebab tanah ini tanah Injil yang diberkati Tuhan. Kami minta Presiden, Gubernur, polda Papua harus pulang Jafar Umar Thalib dan pengikutnya. Kami tidak mau kejadian di Iran, Syiria juga terjadi di tanah ini. Kami tidak mau ada konflik horisontal terjadi diantara masyarakat Papua," serunya.
Seperti diberitakan sebelumnya, JUT dan enam pengikutnya dijadikan tersangka atas kasus dugaan pengrusakan rumah warga di kampung Koya Koso, Distrik Muara Tami, kota Jayapura yang terjadi Rabu (27/2) lalu. Insiden ini memicu kemarahan warga setempat yang kemudian melakukan pemalangan jalan. Kepolisian Polda Papua belum memberikan keterangan pasti terkait motif pengrusakan. Namun berdasarkan postingan salah seorang warga di media sosial, diduga pengrusakan rumah berkaitan dengan sesuatu hal yang bernuansa SARA.