Bertemu Pemkot Magelang, DPRD Manokwari Bahas Perda Miras
MAGELANG-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manokwari melakukan studi banding ke Kota Magelang dan pertemuan dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemerintah Kota Magelang membahas tentang peraturan daerah (Perda) minuman keras(Miras).
Dalam pertemuan itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Singgih Indri mewakili Walikota Magelang menerima tim DPRD Manokwari, staf ahli pemda, staf hali DPRD dan staf ahli DPRD Manokwari di ruang pertemuan wali kota Magelang, Senin (8/7) pagi.
Sekretaris rombongan tim studi banding DPRD Manokwari, Romel Tapilatu mengatakan, Kabupaten Manokwari telah memiliki Perda Nomor 5 tahun 2006 tentang pelarangan minuman keras (miras) di kabupaten Manokwari.
Kehadapan pemkot Magelang, Romel kemudian menjelaskan bahwa perda miras di Manokwari sudah ada sejak ditetapkan, namun kemudian dicabut dan dikembalikan oleh Mendagri pada tahun 2016 untuk direvisi, sehingga menjadi kelemahan kepada pihak pemerintah dan pembuat perda dalam menegakan perda dimaksud.
Dengan pertemuan ini anggota dewan ingin mengetahui penegakan perda miras pemkot Magelang yang nantinya akan disingkronkan dan diterapkan sekembalinya ke Pemkab Manokwari.
Kepala SatPol PP Kota Magelang, Singgih Indri mengutarakan bahwa pemkot Magelang memiliki perda Miras Nomor 10 tahun 2016 yang berlaku hingga sekarang. Bahkan konsumsi miras bebas tetapi diatur dengan perda.
Dalam kesempatan itu, Bagian Hukum Setda Kota Magelang juga menjelaskan bahwa tak hanya memiliki perda miras, tetapi ada juga perda ijin gangguan kota, perda izin lingkungan kota, perda gangguan ketertiban umum.
Untuk mengkonsumsi miras beralkhol tidak dilarang, namun kata staf bagian hukum bahwa yang dilarang adalah gangguan ketertiban umum.
"Dalam perda miras juga pemkot Magelang tidak malarang orang konsumsi minuman keras, namun penegakan melalui perda ketertiban umum" katanya.
Aturan perda juga mengharuskan konsumen boleh mengkonsumsi miras ditempat yang memang diatur sesuai perda, misalnya di hotel, diskotik, atau bar. Kemudian kalau konsumsi miras diluar kawasan, maka wajib di kenakan sanksi hukum sesuai penegakan perda, terutama kalau kedapatan membuat masalah.
Izin
Hal lain menurut Kasat Pol PP bahwa toko yang menjual miras pun harus memiliki izin resmi dan tahat kepada perda yang ada, misalnya kalau ada pengusaha yang tidak memiliki izin dan menjual, maka kena perda dan usahanya dicabut.
Tegas Singgih, penegakan perda adalah Satuan Polisi Pamong Praja, namun tidak hanya mereka sendiri tetapi penegakan hukum melalui aparat kepolisian juga dilibatkan.
Lanjutnya, apabila ada orang yang konsumsi miras dan membuat keributan akan ditertibkan oleh Satpol PP sesuai instrumen Perda Nomor 6 tahun 2015 tentang ketertuban umum. Bahkan mereka memberikan peringatan dan pembinaan kalau kedapatan orang yang mabuk dan membuat masalah.
Sebaliknya kalau ditempat umum terdapat ada orang yang sudah terpengaruh minuman keras dan membuat keributan ditempat umum dan melawan dan membuat kriminal, maka diserahkan kepada kepolisian.
"Jadi kami ada instrumen kerja yang jelas sesuai perda, bahkan semua perda milik pemkot Magelang menjadi tanggung jawab Satpol PP" ungkap Singgih.
Romel Tapilatu mengakui bahwa dari pertemuan dan diskusi itu tim DPRD dapat menggali ilmu dari pemkot Magelang, yang kemudian akan diterapkan setelah kembali ke Manokwari.
Dia menjelaskan pula bahwa perda miras Manokwari harus disingkronkan karena secara hukum telah ditolak oleh mendagri dan dikembalikan untuk direvisi. Namun disatu sisi ada penolakan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Katolik), sehingga miras disana tidak ada.
Meskipun diakui bahwa ada orang-orang tertentu yang menjual miras secara ilegal di Manokwari. Salah satu faktor lain tentang penolakan miras karena Manokwari merupakan kota religius yang menjadi catatan sejarah di tanah Papua, maka semua elemen masyarakat menolak secara tegas adanya miras.*