PNPS GMKI Keluarkan Pernyataan Sikap Terkait Kerusuhan di Wamena
JAYAPURA - Pengurus Nasional Perkumpulan Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PNPS GMKI) mengeluarkan pernyataan sikapnya terkait kerusuhan yang sempat melanda Wamena, Kabupaten Jayawijaya, berapa hari lalu.
Ketua Umum PNPS GMKI, Febry Calvin Tetelepta mengatakan, Papua adalah bagian integral dari negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus mendapat perhatian serius oleh seluruh komponen bangsa.
"Secara faktual, kita mengetahui bahwa Tanah Papua sangat kaya dengan sumber daya alam dan sejak berdirinya republik ini, tidak sedikit kekayaan Tanah Papua yang dikelola oleh negara dan hasilnya disumbangkan untuk kemajuan bangsa ini, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, tidak dapat dipungkiri bahwa ternyata kondisi penduduk asli Tanah Papua terpinggirkan dan terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan. Identitas orang asli Papua hampir tergerus di tengah dinamika kehidupan bermasyarakat. Hal ini sering terabaikan di tengah pembangunan nasional saat ini," ujar Calvin dalam rilisnya, Jumat (27/9).
Menurutnya, bahwa fakta-fakta ini menyebabkan penduduk asli Tanah Papua sering dieksploitasi atau dimanfaatkan oleh oknum atau kelompok tertentu yang memiliki agenda politik dan ekonomi serta keinginan untuk menguasai sumber daya alam untuk kelompoknya sendiri.
"Keadaan ini telah berlangsung lama, dan terlihat sengaja dibiarkan tanpa ada upaya konkrit dan konsisten dalam upaya menyelesaikan benturan-benturan tersebut. Pembiaran tersebut, berakibat pada semakin sensitifnya psikologi masyarakat asli Papua yang pada akhirnya mereka hilang kepercayaan atas berbagai upaya positif yang dilakukan baik oleh pemerintah, atau kelompok masyarakat yang memiliki gagasan positif membangun Papua," terangnya.
Kata dia, insiden yang terjadi di Wamena adalah fakta bahwa masyarakat tengah di adu domba dan diprovokasi oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab.
"Kita sadar betul dan memahami bahwa masyarakat Papua adalah orang yang cinta damai, religius, menghargai perbedaan dan mempunyai kultur yang terbuka berdampingan dengan sesama anak bangsa. Oleh sebab itu, peristiwa Wamena merupakan anti tesis dari karakter dan budaya asli masyarakat Papua," ucapnya.
Menyadari hal-hal tersebut, dengan ini pihaknya mengeluarkan lima poin pernyataan sikap yang berisi,
Pertama, Insiden Wamena harus dilihat dan disikapi secara objektif karena insiden tersebut terindikasi dan dilatarbelakangi rekayasa isu SARA dengan memanfaatkan psikologi masyarakat asli Papua sebagaimana dijelaskan di atas.
Kedua,Untuk menyelesaikan insiden tersebut, harus melalui pendekatan kultural/budaya dengan melibatkan, mengikutsertakan seluruh tokoh masyarakat, tokoh adat, dan agama yang ada di daerah tersebut.
Ketiga, Mendorong aparat penegak hukum, untuk menindak oknum-oknum yang diduga kuat menjadi aktor intelektual atas insiden Wamena ini.
Keempat, Mengimbau agar aparat keamanan POLRI dan TNI untuk dapat mengedepankan pendekatan persuasif, dan menghindari jatuhnya korban masyarakat sipil.
Kelima,Mendorong aparat penegak hukum untuk menelusuri indikasi insiden Wamena sebagai bagian dari skenario yang sengaja dimainkan oleh elit-elit tertentu untuk menggagalkan agenda konstitusional pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada tanggal 20 Oktober 2019 yang akan datang.**