MENU TUTUP
Naiknya harga BBM

Naiknya BBM Bisa Bikin Elektabilitas Jokowi Makin Turun

Senin, 26 Februari 2018 | 16:41 WIB / rmol
Naiknya BBM Bisa Bikin Elektabilitas Jokowi Makin Turun net

WARTAPLUS - PT Pertamina menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi seperti Pertamax, Dexlite maupun Pertalite terhitung 24 Februari.

Kenaikan harga sekitar Rp 300 per liter untuk wilayah Jawa dan Bali, sedangkan di wilayah lain kenaikan beragam. Harga Pertamax di Jakarta naik menjadi Rp 8.900, harga Dexlite naik dari Rp 7.500 menjadi Rp 8.100.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharram menilai, langkah penyesuaian harga BBM akan semakin memberatkan ekonomi rakyat.

"Tentu daya beli akan kembali terganggu karena langkah ini menyulut inflasi. Pada Januari lalu, inflasi mencapai 3,25 persen (yoy), di mana inflasi energi mencapai 8,6 persen, inflasi harga diatur pemerintah 5,82 persen. Artinya, gejolak inflasi masih disebabkan oleh intevensi pemerintah di bidang harga, bukan karena peningkatan konsumsi," jelas Ecky di Jakarta, Senin (26/2).

Menurutnya, pengaruh inflasi itu tidak bisa dibatasi pada kelompok tertentu saja. Misalnya pada golongan orang kaya. Sebaliknya, inflasi lebih menekan bagi rakyat kecil, meski kebijakan yang diambil tidak terkait dengan kepentingan mereka.

"Dengan demikian, agak sulit juga memperbaiki ketimpangan, jika harga barang-barang pokok terus diintervensi. Kebijakan ini jelas-jelas tidak pro rakyat," kata Ecky.

Lanjutnya, pertumbuhan ekonomi memiliki tendensi melambat karena perlambatan konsumsi rumah tangga akibat penurunan daya beli.

"Jadi, rakyat akan menahan untuk konsumsi sebagai upaya antisipasi kalau-kalau minyak naik lagi. Jelas akan sulit mencapai target pertumbuhan tinggi jika pemerintah seringkali menaikkan BBM," beber Ecky.

Konsumsi rumah tangga Indonesia sebagian besar golongan menengah ke bawah. Bagi golongan menengah, saat terjadi tekanan harga, maka mereka akan menunda belanja. Namun, bagi golongan bawah, kenaikan harga menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.

"Saya fikir pemerintah sangat paham tentang hal itu," ujar Ecky.

Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga rata-rata di bawah 5 persen atau di bawah pertumbuhan ekonomi. Padahal, peranannya mencapai 55 persen terhadap PDB. Pada 2017, pertumbuhan ekonomi hanya 5,07 persen, di mana konsumsi rumah tangga hanya naik 4,95 persen. Padahal pemerintah ingin ekonomi bisa meroket atau setidaknya memenuhi target APBN-P 2017 sebesar 5,2 persen.

"Jika pertumbuhan ekonomi tetap rendah, bagaimana pemerintah akan mampu menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang lebih cepat," tegas Ecky yang juga anggota Komisi XI DPR RI. [net]


BACA JUGA

Resmikan SPBU Satu Harga di Puncak Jaya, Pj Bupati: Pelayanan Menyeluruh kepada Masyarakat

Sabtu, 11 Mei 2024 | 11:38 WIB

Mencuri BBM, Bapak dan Anak di Merauke Terpaksa Meringkuk Dibalik Jeruji Besi

Selasa, 23 April 2024 | 06:01 WIB

Gubernur BI: LPI 2023, Indonesia Salah Satu Terbaik di Dunia

Kamis, 01 Februari 2024 | 08:39 WIB

Pertumbuhan Ekonomi di Papua 2024 Diperkirakan Capai 5,25 Hingga 6,25 Persen

Rabu, 17 Januari 2024 | 18:53 WIB

Penyalur BBM Satu Harga Capai 461

Jumat, 01 September 2023 | 09:17 WIB
TERKINI

Aksi Penghijauan di Grasberg Awali Rangkaian Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2024 di Kabupaten Mimika

2 Jam yang lalu

Faturachman Resmi Dikukuhkan sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua

4 Jam yang lalu

Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat di Wilayah Tanah Papua

6 Jam yang lalu

KKB Kembali Berulah, Tembak Mati Seorang Warga Sipil di Intan Jaya

11 Jam yang lalu

Demi Mendapatkan Uang, MCA Tega Menjajakan Kekasihnya ke Pria Hidung Belang

13 Jam yang lalu
Kontak Informasi wartaplus.com
Redaksi: wartaplus.media[at]gmail.com