Perda Penanganan Konflik di Puncak Jaya Disahkan, Bupati Tegaskan Soal Denda Adat
MULIA, wartaplus.com - Sejarah baru kembali ditorehkan di Kabupaten Puncak Jaya. Dimana untuk pertama kalinya dibuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Penanganan Konflik terkait Hukum Adat.
Perda ini diantaranya memuat tentang pembayaran denda hukum adat di Puncak Jaya.
Pengesahan Perda ini berlangsung dalam Rapat Sidang Paripurna ke-II & ke-III Penetapan dan Penutupan Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 dan Raperda Non APBD Tentang penanganan Konflik Sosial dan Pembentukan Lembaga Penyiaran Publik Lokal Radio Puncak Jaya FM Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2022.
Hal ini diinisiasi Bupati sebagai langkah strategis untuk mewujudkan Puncak Jaya yang Aman, Mandiri dan Sejahtera ditengah persoalan konflik adat yang kerap muncul di seantero Papua.
Bupati Puncak Jaya, Dr. Yuni Wonda, S.Sos, S.IP, MM dalam keterangan persnya menyatakan, pembayaran denda adat dan uang duka yang menjadi bagian dari tradisi budaya masyarakat saat terjadi konflik, nilai yang dipatok sangatlah tinggi bahkan sampai milyaran.
"Besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh kelompok pelaku harus ditanggung oleh kelompok lain, menjadi kewajiban yang kadang membutuhkan waktu lama untuk terkumpul sempurna” ungkap Bupati yang dalam kesempatannya didampingi Ketua DPRD Zakaria Telenggen, Wakil Bupati Deinas Geley, S. Sos, M.Si dan Pasi Ops Kodim 1714/PJ Kapt. Inf Daniel Sine serta Sekda Tumiran, S.Sos, M.AP dan Kepala Suku Yulenus Enumbi.
Di hadapan masyarakat yang memenuhi halaman Kantor DPRD disebutkan bahwa jumlah yang sedemikian besar, mau tidak mau harus ikut dialokasikan oleh pemerintah daerah, semata-mata agar roda pemerintahan dan pelayanan publik serta situasi keamanan dapat kembali normal.
Kendati adat budaya yang masih menjadi kekuatan sebagai jalan keluar pemecahan masalah yang singkat, serta secara langsung mememutus segala tuntutan Hukum dan persoalan HAM yang muncul dikemudian hari, namun Bupati melihat masih ada tantangan didalamnya yang harus disikapi.
Poin Perda
Dalam sidang penetapan Non APBD tentang Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Puncak Jaya Tahun 2022 tentang Penanganan Konflik yang telah disahkan yakni terkait dengan penanganan konfik sosial ada beberapa poin yang telah dimasukkan dalam Perda yaitu;
Apabila terjadi tindakan pembunuhan, pemerkosaan, perzinahan yang terjadi, maka masyarakat selalu meminta denda secara sepihak tanpa melihat sumber pendapatan dan tidak melihat apakah itu disengaja atau tidak. "Meskipun telah dihukum secara pidana namun kadang pihak korban belum puas kalau belum ada denda” ucap Bupati Yuni.
Hukum positif pun telah diterapkan oleh pemerintah daerah dan pihak keamanan namun masyarakat nyatanya masih merasa kurang puas, Bupati Yuni menyampaikan jika “Kearifan lokal tetap kita pertahankan karena hal itu merupakan bagian dari adat dan budaya. Untuk itu kita tetapkan denda adat paling rendah Rp. 75 juta dan paling tinggi adalah tindakan pembunuhan yang disengaja Maksimal sebesar Rp. 350 juta,” tukasnya.
Ia menambahkan, bahwa angka tersebut bukan patokan mutlak, namun jika ada pertimbangan kesepakatan atas kemampuan dari pelaku dan pihak korban bisa dibawah nilai tersebut.
“Namun apabila kemampuan pelaku terbatas dan korban menerima maka itu dianggap selesai, adapun yang menjadi pertimbangan selama ini dalam rangka penanganan persoalan hukum positif ada banyak masyarakat yang sangat sulit untuk menerima karena banyaknya oknum yang memprovokasi masyarakat sehingga dapat menyebabkan perang adat bisa saja kembali terjadi. Untuk itu masyarakat dapat menerapkan standar yang telah kita tetapkan dalam perda," jelasnya panjang lebar.
Senada dengan itu Kapolres Puncak Jaya AKBP Kuswara, S.H, S.I.K, M.H, menyatakan akan siap untuk mengawal dan mendukung peraturan daerah yang telah ditetapkan dalam PERDA. Pihaknya menyampaikan bahwa PERDA yang telah ditetapkan merupakan keputusan yang bijak demi membantu masyarakat yang ada di Kabupaten Puncak Jaya.(Adv/ProkopimPJ)