Dampak Pemberhentian Beasiswa, Sejumlah Mahasiswa Luar Negeri Kembali ke Papua
JAYAPURA, wartaplus.com – Dampak pemberhentian beasiswa Otonomi Khusus (Otsus) oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Papua, membuat sejumlah mahasiswa yang berkuliah di luar negeri memilih kembali ke Papua.
Ketua Forum Komunikasi Orang Tua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otsus Dalam Negeri dan Luar Negeri, John Reba, mengatakan, hingga saat ini sudah ada empat orang mahasiswa yang kembali ke Papua.
“Hingga hari ini sudah ada 2 orang dari New Zealand dan 2 orang dari Amerika Serikat yang pulang ke Jayapura karena belum jelas pembiayaan. Mereka mengambil langkah pulang lebih awal agar tidak sampai di deportase. Karena kalau sampai di deportase maka mereka tidak akan bisa kembali lagi untuk berkuliah,” katanya saat ditemui wartaplus.com pada Senin, (03/07).
Reba menyebut, mahasiswa yang pulang ini sudah tidak berkuliah karena tunggakan di kampus akibat pemberhentian beasiswa sejak januari 2023.
“Tunggakan mereka itu terhitung sejak Januari hingga Juni 2023. Selain biaya kuliah juga biaya hidup yang tinggi diluar negeri membuat mereka harus pulang karena orang tua tidak mampu dengan biaya diluar negeri,” ujarnya.
Harap Segera Dibayarkan
Dengan situasi saat ini, John Reba meminta BPSDM Papua untuk segera merealisasi pembayaran tunggakan, sehingga seluruh mahasiswa di dalam negeri dan luar negeri bisa kembali berkuliah.
“Kalau sampai awal Juli ini pemerintah belum merealisasi pembayaran biaya studi di luar negeri, maka dipastikan bahwa anak-anak kita tidak bisa memiliki akses ke dalam kampus lagi, mereka akan dikunci dan tidak bisa mendaftar untuk ajaran baru,” terangnya.
“Harapan kita BPSDM bisa melihat masalah ini dan membantu menyelesaikan tunggakan anak-anak kita di kampus mereka, karena kalau anak-anak kita tidak kuliah maka status visa mereka akan berrubah dari status pelajar menjadi pengunjung dan bisa saja menjadi illegal dan dideportase,” sambungnya.
Sementara itu, mahasiswa luar negeri yang kembali ke Papua, Samuel Kafiar, mengatakan, dirinya terpaksa kembali ke Papua karena sudah tidak ada biaya untuk melanjutkan kuliah. Padahal dia merupakan mahasiswa semester akhir yang rencananya akan wisuda pada November 2023 mendatang.
“Sebenarnya saat ini saya sementara persiapan untuk ujian-ujian di kampus karena saya semester akhir, namun karena tidak ada pembayaran biaya kuliah sejak Januari 2023, maka pihak kampus tidak mengijinkan saya untuk melanjutkan kuliah sehingga saya harus kembali ke Indonesia,” katanya saat ditemui di Jayapura.
Bahkan untuk memenuhi biaya hidup di Selandia Baru, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di University Of Auckland ini memilih untuk bekerja paruh waktu.
“Saya sempat bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi masih saja tidak cukup sehingga saya memilih untuk kembali sambil menunggu kepastian kelanjutan kuliah saya,” ujarnya.
Beasiswa Putus Sejak 2022
Nasib lebih parah dirasakan oleh Joily Yapen. Mahasiswa Jurusan Psikologi di University Of Auckland Selandia Baru sudah tak mendapat beasiswa sejak awal 2022 lalu, sehingga untuk biaya kuliah dan biaya hidup ia bergantung pada komunitas di Selandia Baru.
“Saya sudah tidak mendapat biaya kuliah sejak awal tahun 2022. Saat itu nama saya ada dalam daftar list yang dikeluarkan oleh BPSDM Papua bahwa saya tidak lagi mendapat biaya kuliah. Jadi sejak itu saya kuliah menggunakan biaya dari sejumlah komunitas di Selandia Baru, namun itu tidak cukup,” bebernya.
Tak sampai disitu, pada Juni 2022 lalu ia harus keluar dari kontrakannya karena tidak ada biaya dan tinggal bersama salah satu mahasiswa yang sudah bekerja di Selandia Baru.
“Pada bulan Juni 2022 saya harus keluar dari kontrakan karena sudah tidak ada lagi biaya. Jadi saya tinggal dengan salah satu teman untuk lebih berhemat. Meski begitu saya harus kembali ke Indonesia karena visa saya sudah berakhir,” imbuhnya.
“Rata-rata kami disana (New Zealand) adalah semester akhir dan akan selesai dalam waktu dekat. Kalau tidak dibayarkan, maka kami tidak bisa melanjutkan kuliah kami lagi karena sejak SMA kami sudah disana, tidak mungkin kami lanjut di Indonesia,” ujarnya.
Joily pun berharap agar permasalahan yang dihadapi bisa mendapat jalan keluar sehingga ia bisa kembali dan menyelesaikan aktivitas perkuliahannya.
“Harapan saya hanya satu yakni masalah ini bisa cepat selesai dan kami dibiayai lagi. Sehingga kami bisa menyelesaikan perkuliahan kami,” harapnya. **